Blogs That Discuss About The World Of Education, Special Education Was Exceptional

Powered by Blogger.
.

Cara Mendiagnosa Anak ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)

Diposkan oleh romiariyanto Friday, July 29, 2011

Kepanjangan ADHD
Attention Deficit Hyperactivity Disorder.
Pengertian
Gangguan perkembangan mental (developmental disorder) yang ditandai dengan adanya gangguan pemusatan perhatian dan tingkah laku yang hiperaktif.
Etiologi (Penyebab)
1. Faktor lingkungan/psikososial, seperti:
a. Konflik keluarga.
b. Sosial ekonomi keluarga yang tidak memadai.
c. Jumlah keluarga yang terlalu besar.
d. Orang tua terkena kasus kriminal.
e. Orang tua dengan gangguan jiwa (psikopat).
f. Anak yang diasuh di penitipan anak.
g. Riwayat kehamilan dengan eklampsia, perdarahan antepartum, fetal distress, bayi lahir dengan berat badan lahir rendah, ibu merokok saat hamil, dan alkohol.

2. Faktor genetic
Terdapat mutasi gen pengkode neurotransmiter dan reseptor dopamin (D2 dan D4) pada kromosom 11p.
3. Gangguan otak dan metabolisme
a. Trauma lahir atau hipoksia yang berdampak injury pada lobus frontalis di otak.
b. Pengurangan volume serebrum.
c. Gangguan fungsi astrosit dalam pembentukan dan penyediaan laktat serta gangguan fungsi oligodendrosit.

Gambaran Klinis
1. Gangguan pemusatan perhatian (inattention)
a. Jarang menyelesaikan perintah sampai tuntas.
b. Mainan, dll sering tertinggal.
c. Sering membuat kesalahan.
d. Mudah beralih perhatian (terutama oleh rangsang suara).
e. Sulit menyelesaikan tugas atau pekerjaan sekolah.
2. Hiperaktivitas
a. Banyak bicara.
b. Tidak dapat tenang/diam, mempunyai kebutuhan untuk selalu bergerak.
c. Sering membuat gaduh suasana.
d. Selalu memegang apa yang dilihat.
e. Sulit untuk duduk diam.
f. Lebih gelisah dan impulsif dibandingkan dengan mereka yang seusia.
3. Impulsivity
a. Sering mengambil mainan teman dengan paksa.
b. Tidak sabaran.
c. Reaktif.
d. Sering bertindak tanpa dipikir dahulu.
4. Sikap menentang
a. Sering melanggar peraturan.
b. Bermasalah dengan orang-orang yang memiliki otoritas.
c. Lebih mudah merasa terganggu, mudah marah (dibandingkan dengan mereka yang seusia).

5. Cemas
a. Banyak mengalami rasa khawatir dan takut.
b. Cenderung emosional.
c. Sangat sensitif terhadap kritikan.
d. Mengalami kecemasan pada situasi yang baru atau yang tidak familiar.
e. Terlihat sangat pemalu dan menarik diri.
6. Problem sosial
a. Hanya memiliki sedikit teman.
b. Sering memiliki rasa rendah diri dan tidak percaya diri.

Gambaran klinis di atas senada dengan rekomendasi dari AMERICAN ACADEMY OF PEDIATRICS (2000) tentang ADHD adalah sbb:
Pada anak berusia 6-12 tahun dengan:
1. inattention
2. hyperactivity
3. impulsivity
4. academic underachievement
5. behavior problems

Maka dokter sebaiknya menyiapkan evaluasi untuk ADHD.
Sekadar tambahan, pada sebagian anak yang mengalami gangguan perilaku, terdapat komorbid atau tumpang tindih dengan gangguan lainnya (Desvi Yanti, 2005)
Komorbiditas biasanya juga terjadi dengan ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorders). Szatmari, Offord, dan Boyle (dalam Grainger 2003) menyebutkan sebanyak 20-40% anak penderita ADHD juga didiagnosis mengalami gangguan perilaku. Sejalan hal ini, Stewart, Cummings, Singer, dan DeBlois (dalam Grainger, 2003) menemukan bahwa 3 dari 4 anak dengan gangguan perilaku agresif ternyata juga hiperaktif, dan 2 dari 3 anak hiperaktif juga mengalami gangguan perilaku.
Secara akademis, anak yang mengalami masalah dengan perilaku biasanya mengalami kesulitan untuk dididik di lingkungan kelas yang “tradisional” sehingga prestasi akademiknya rendah dan mereka seringkali didiagnosis mengalami kesulitan belajar. Riset juga menunjukkan gangguan perilaku berhubungan dengan tingkat membolos dan drop out (DO) dari sekolah (Jimerson, et.al., 2002).
Riwayat yang Diduga ADHD:
1. Masa baby – infant
o Anak serba sulit
o Menjengkelkan
o Serakah
o Sulit tenang
o Sulit tidur
o Tidak ada nafsu makan
2. Masa prasekolah
o Terlalu aktif
o Keras kepala
o Tidak pernah merasa puas
o Suka menjengkelkan
o Tidak bisa diam
o Sulit beradaptasi dengan lingkungan
3. Usia sekolah
o Sulit berkonsentrasi
o Sulit memfokuskan perhatian
o Impulsif
4. Adolescent
o Tidak dapat tenang
o Sulit untuk berkonsentrasi dan mengingat
o Tidak konsisten dalam sikap dan penampilan

Penatalaksanaan/penanganan
1. Farmakoterapi
a. Methylphenidate
b. Amphetamine
c. Atomoxetine
d. Pemoline
e. Nortriptyline

2. Terapi behaviour
Terapi cognitive behaviour untruk membantu anak dengan ADHD untuk beradaptasi skill dan memperbaiki kemampuan untuk memecahkan masalah.
3. Kombinasi 1 dan 2
4. Rutin komunitas care

Sekarang mari kita lanjutkan pembahasan tentang autisme.
Menurut Adriana S. Ginanjar (2008) di dalam presentasi “Penanganan Terpadu Bagi Anak Autis”:
* Autisme pertama kali diteliti oleh Leo Kanner (1943) yang mengamati 11 anak dengan ciri-ciri khusus. Disimpulkan bahwa terdapat 2 ciri penting anak autis adalah:
1. Extreme alones
2. Keinginan untuk mempertahankan kesamaan.
* Berdasarkan DSM-IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder) autis merupakan salah satu Pervasive Developmental Disorder.
* Tiga ciri utama autisme:
1. Gangguan interaksi sosial,
2. Gangguan komunikasi,
3. Pola tingkah laku/minat yang repetitif dan stereotip.
Gejala di atas telah muncul sebelum anak berusia 3 tahun.
Berikut ini penjelasannya:
1. Gangguan Interaksi Sosial
• Gangguan yang jelas pada perilaku non-verbal (kontak mata terbatas, ekspresi wajah datar, tidak menoleh jika dipanggil).
• Tidak mau bermain dengan teman sebaya dengan cara yang sesuai (wajar).
• Tidak mau (enggan) berbagi minat dengan orang lain.
• Kurang mampu melakukan interaksi sosial timbal-balik.
2. Gangguan Komunikasi
• Terlambat bicara atau tidak bisa bicara tanpa kompensasi penggunaan gesture (isyarat, gerak-bahasa tubuh).
• Mereka yang bisa bicara biasanya tidak dapat memulai dan mempertahankan percakapan.
• Penggunaan bahasa yang berulang, stereotipik atau tidak dapat dimengerti
3. Perilaku dan Minat yang Terbatas
•Minat yang terbatas dan abnormal dalam intensitas dan fokus.
• Terikat secara kaku pada ritual yang kelihatannya tidak memiliki fungsi khusus.
• Gerakan yang stereotipik dan berulang (flapping, gerakan jari-jari, bertepuk tangan, menyentuh benda-benda, rocking)
• Preokupasi pada bagian dari benda.
Demikian penjelasan kami. Semoga bermanfaat. Jika ada hal lebih lanjut yang ingin diketahui/ditanyakan, silakan berkonsultasi dengan dokter spesialis anak, dokter psikiater anak, dokter, atau psikolog terdekat di kota Anda.


sumber