ABSTRAK
Liza Happy Cahyani, 2008. Keterampilan Tunanetra dalam Bercocok Tanam Ubi Jalar (Studi Kasus di Jorong Rageh Kabupaten Lima Puluh Kota). Skripsi. Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang.
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah Keterampilan Tunanetra dalam Bercocoktanam Ubi Jalar (Studi Kasus di Jorong Rageh Kabupaten Lima Puluh Kota), untuk mengungkap bagaimana proses pelaksanaan bercocoktanam ubi jalar oleh tunanetra. Tidak semua tunanetra mampu bercocok tanam ubi jalar tanpa mengikuti pelatihan secara khusus sebelumnya, keterampilan tersebut hanya diperoleh secara otodidak. Melihat keunikan tunnaetra tersebut maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian lebih mendalam dan mendeskripsikannya dalam penelitian yang bersifat ilmiah. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yang menggambarkan keadaan atau gejala yang terjadi sebagaimana adanya saat penelitian dilaksanakan sesuai dengan ruang lingkup permasalahan dalam penelitian. Tekhnik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan didukung dengan dokumentasi foto. Sedangkan sumber datanya diperoleh dari responden penelitian seorang penyandang tunanetra total dewasa sebagai sumber data primer, saudara kandung tunanetra, dan anggota masyarakat Jorong Rageh Nagari Sungai Kamuyang Kabupaten Lima Puluh Kota.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan bercocoktanam ubi jalar bagi tunanetra dapat dilaksanakan secara mandiri dimulai dari tahap persiapan (penyiapan bibit, lahan, maupun peralatan), tahap pelaksanaan kegiatan bercocok tanam ubi jalar mencakup penanaman dan perawatan (penyulaman, penyiangan, penggemburan, pengairan, pengangkatan batang dan pemupukan), hingga masa panen tanaman (menentukan umur panen dan proses pemanenan ubi jalar), serta kegiatan pemasaran ubi jalar oleh tunanetra. Sesuai dengan hasil penelitian tersebut diperoleh gambaran bahwa tunanetra memiliki kemampuan yang sama dengan orang awas dalam bercocoktanam ubi jalar. Dukungan positif yang diberikan kepada penyandang tunanetra di lingkungan masyarakat sangat membantu tunanetra dalam mengaktualisasikan dan mengekspresikan segala potensi yang dimiliki tunanetra. Disarankan kepada peneliti lanjut untuk mengadakan penelitian terhadap masalah yang sama, maupun dalam keterampilan lainnya seperti kesenian, keterampilan tangan, ataupun seni baca Al Qur’an sehingga diperoleh validitas dan objektifitasnya.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seseorang yang mengalami gangguan pada penglihatan seperti hilangnya penglihatan (buta) ataupun masih ada sisa penglihatan, dimana hambatan tersebut menunjukkan ketidakberfungsian indera penglihatan disebut sebagai tunanetra.
Ketunanetraan dapat berpengaruh terhadap perkembangan atau kemampuan bahasa, kompetensi dan keterampilan sosial, serta keterampilan Orientasi dan Mobilitasnya, kondisi tersebut akan mengakibatkan penyandang tunanetra sulit untuk mencapai kemandirian. Sebagaimana dikemukakan oleh Purwaka (2005:268) bahwa kemandirian menunjuk pada kemampuan psikososial yang mencakup kebebasan untuk bertindak, tidak tergantung pada orang lain, tidak terpengaruh lingkungan, dan bebas mengatur kebutuhan sendiri. Dengan demikian kemandirian merupakan salah satu ciri kematangan yang memungkinkan individu berusaha kearah prestasi pribadi sehingga tercapai suatu tujuan yang diharapkan.
Pendapat senada disampaikan Juang (2005:47) bahwa kehilangan penglihatan mengakibatkan tiga keterbatasan yang serius yaitu: (1) variasi dan jenis pengalaman (kognisi), (2) kemampuan untuk bergerak di dalam lingkungannya (Orientasi dan Mobilitas), dan (3) berinteraksi dengan lingkungannya (sosial dan emosi).
Kemampuan mengaktualisasikan diri ditengah-tengah lingkungannya merupakan salah satu tujuan hidup bagi tunanetra dewasa. Sebagaimana dikemukakan oleh Yosfan dan Jon (2004:22) ”bahwa seorang tunanetra yang mampu dalam mewujudkan dan merealisasikan aktualisasi dirinya, berarti ia telah memperoleh kebebasan. Kebebasan dan kemandirian inilah yang selalu didambakan oleh setiap orang termasuk tunanetra.
Ketunaan yang disandang individu tunanetra serta keterbatasan yang dimilikinya seringkali menjadi kendala untuk memperoleh pekerjaan. Sementara pekerjaan sangat bermanfaat bagi menusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup, seperti memberi kepuasan ekonomis, kepuasan sosial, memberi identitas, mengatur aktivitas, memberikan rasa kebergunaan serta dapat menyalurkan bakat dan minat. Kebutuhan pekerjaan juga berlaku terhadap penyandang tunanetra karena pada prinsipnya tunanetra tidak berbeda dengan orang pada umumnya. Pekerjaan akan memberi manfaat dalam pemenuhan kebutuhan sebagaimana yang diperoleh orang umum atau orang awas. Untuk mendapatkan pekerjaan ini bukan masalah yang sederhana dan mudah bagi tunanetra karena menyangkut penyesuaian tertentu dalam upaya memperoleh pekerjaan yang lebih layak dan diakui oleh masyarakat.
Berdasarkan grand tour yang dilakukan pada tanggal 16 Oktober 2006 sampai 12 November 2006 di Jorong Rageh Kabupaten Lima Puluh Kota terhadap seorang penyandang tunanetra total dewasa berusia lima puluh delapan tahun. Tunanetra tersebut memiliki keterampilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di bidang pertanian yaitu bercocok tanam palawija.
Tunanetra dewasa ini lebih tertarik memilih pertanian sebagai mata pencaharian utama dikarenakan oleh kondisi geografis yang sangat mendukung dalam bercocok tanam serta ditunjang oleh iklim yang sesuai untuk pertanian. Tanaman palawija menjadi prioritas utama tunanetra disebabkan karena tanaman palawija jangka waktu panennya relatif singkat. Jenis tanaman palawija yang pernah ditanam tunanetra diantaranya ubi jalar.
Ubi jalar merupakan tanaman dengan input rendah, beresiko kecil serta memiliki penyebaran lingkungan tumbuh yang cukup luas. Diantara komoditas umbi-umbian lain, ubi jalar merupakan salah satu komoditas pertanian penghasil karbohidrat yang berguna sebagai makanan olahan dan bahan baku. Keunggulan ubi rambat dibanding umbi-umbian lainnya adalah berumur pendek (3,5 bulan), memiliki kandungan gizi yang relatif baik, harga umbi relatif lebih tinggi, serta fleksibilitas yang tinggi dalam penggunaan tepung ubi jalar sebagai bahan baku berbagai produk olahan.
Kegiatan pertanian ubi jalar ini dikerjakan tunanetra secara mandiri, dimulai dari tahap persiapan, pelaksanaan, hingga masa panen tanaman. Berdasarkan pengamatan penulis terhadap cara kerja terlihat tunanetra terampil dan cekatan saat bekerja sebagaimana orang awas bekerja.
Tidak semua tunanetra mampu bercocok tanam tanaman ubi jalar. Uraian di atas memberikan gambaran bahwa ternyata tunanetra juga berpotensi dalam bidang pertanian tidak hanya terbatas pada pengembangan di bidang seni ataupun keterampilan kerajinan tangan saja. Pada umumnya potensi serta keterampilan personal ini dapat dideteksi, digali serta dikembangkan pada jenjang pendidikan formal. Pada kenyataannya tunanetra dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya tanpa menjalani pendidikan formal di sekolah umum ataupun Sekolah Luar Biasa serta tanpa mengikuti pelatihan-pelatihan secara khusus.
Melihat keunikan tunanetra tersebut penulis tertarik untuk mengadakan penelitian lebih mendalam serta mendeskripsikan dalam penelitian yang bersifat ilmiah. Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis merasa perlu untuk meneliti kemampuan tunanetra dalam bekerja sebagai petani ubi jalar yang dilaksanakan melaluii pendekatan studi kasus.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan rumusan masalah penelitian ini yakni “Bagaimanakah keterampilan tunanetra dalam bercocok tanam ubi jalar?”
C. Fokus Penelitian
Agar penelitian ini efektif dan efisien maka perlu ditetapkan pusat kajian sebagai fokus penelitian yang dapat dirinci sebagai berikut:
1. Pemilihan bibit ubi jalar yang baik oleh tunanetra.
2. Pengolahan lahan ubi jalar oleh tunanetra.
3. Penanaman ubi jalar oleh tunanetra.
4. Perawatan ubi jalar oleh tunanetra.
5. Pemanenan ubi jalar oleh tunanetra.
6. Pemasaran ubi jalar oleh tunanetra.
D. Pertanyaan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah dan fokus penelitian maka pertanyaan yang diajukan dalam penelitian yang akan dicari jawabannya melalui penelitian ini antara lain:
1. Bagaimana tunanetra mempersiapkan bibit ubi jalar?
2. Bagaimanakah tunanetra mengolah lahan yang akan ditanami ubi jalar?
3. Bagaimanakah proses penanaman ubi jalar oleh tunanetra?
4. Bagaimana pola perawatan ubi jalar yang dilakukan tunanetra?
5. Bagaimana proses pemanenan ubi jalar oleh tunanetra?
6. Bagaimana tunanetra memasarkan ubi jalar?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, fokus penelitian dan pertanyaan penelitian di atas maka perlu ditetapkan tujuan penelitian agar penelitian jelas sasarannya. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk:
1. Menggambarkan secara lugas bagaimana tunanetra mempersiapkan bibit ubi jalar.
2. Mendeskripsikan kegiatan tunanetra dalam mengolah lahan ubi jalar.
3. Menjabarkan proses penanaman ubi jalar oleh tunanetra.
4. Menjelaskan pola perawatan ubi jalar yang dilaksanakan tunanetra.
5. Mendeskripsikan proses panen ubi jalar oleh tunanetra.
6. Memberikan gambaran kegiatan pemasaran ubi jalar oleh tunanetra.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian perlu dirumuskan agar hasil penelitian bermanfaat bagi berbagai pihak. Manfaat yang dapat di ambil dari penelitian ini diantaranya:
1. Untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan pengalaman peneliti terhadap kemampuan tunanetra dalam bercocok tanam ubi jalar.
2. Sebagai bahan masukan bagi tunanetra dalam upaya peningkatan produktifitas tanaman ubi jalar
3. Menjadi inspirasi dan motivasi bagi penyandang tunanetra yang memiliki potensi di bidang pertanian, khususnya dalam bercocok tanam ubi jalar
4. Memberikan solusi bagi tunanetra dalam mengatasi kendala yang dihadapi dalam bercocok tanam ubi jalar
5. Menjadi bahan rujukan bagi Tenaga pendidik ABK untuk mengembangkan potensi tunanetra selain message seperti seni baca Al Qur’an, kesenian, keterampilan tangan dan pertanian.
6. Memberikan informasi positif bagi masyarakat tentang keberhasilan penyandang tunanetra dalam bidang pertanian
7. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintahan Nagari Sungai Kamuyang untuk lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya petani tunanetra.
8. Sebagai bahan rujukan dan referensi bagi mahasiswa untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut tentang pertanian secara umum dan khususnya pertanian ubi jalar pada tunanetra
G. Penjelasan Istilah
1. Keterampilan Tunanetra
Tunanetra menurut Purwaka (2005:37) merupakan satu kesatuan tak terpisahkan yang berarti adanya kerugian yang disebabkan oleh kerusakan atau terganggunya organon mata.
Keterampilan tunanetra dalam penelitian ini didefinisikan kemampuan tunanetra dalam melaksanakan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
2. Bercocok Tanam Ubi Jalar.
Bercocok tanam (tanah) menurut Poerwadarminta (2006:242) adalah mengusahakan sawah ladang (tanam-menanam).
Ubi jalar (Ipomoea batatas) menurut Tim PS (1997:196) adalah tanaman pangan berupa herba menahun, menjalar dengan panjang mencapai lima meter, menyukai daerah tropis, daun bulat telur, diameter umbi lebih kurang delapan milimeter, dan dapat diperbanyak melalui stek batang, umbi, dan biji.
Bercocok tanam ubi jalar yang dimaksudkan adalah kegiatan yang dilakukan tunanetra pada suatu lahan dengan membudidayakan tanaman palawija ubi jalar.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Hakekat Bercocok Tanam
1. Pengertian Bercocok Tanam
Bercocok tanam merupakan kegiatan manusia dalam membuka lahan dan menanaminya dengan berbagai jenis tanaman semusim maupun tanaman tahunan dan tanaman pangan maupun tanaman non-pangan. Atau kegiatan yang dilakukan manusia pada suatu lahan tertentu, dalam hubungan tertentu antara manusia dengan lahannya yag disertai berbagai pertimbangan tertentu pula (Ken,2006:8)
Bercocok tanam menurut Hoetomo (2005:124) adalah mengusahakan tanah sawah ladang. Sejalan dengan pendapat tersebut Poerwadarminta (2006:242) mendefinisikan bercocok tanam (tanah) adalah mengusahakan sawah ladang (tanam-menanam).
Bercocok tanam ubi jalar yang dimaksudkan adalah kegiatan yang dilakukan tunanetra pada suatu lahan dengan membudidayakan tanaman palawija ubi jalar.
2. Langkah-langkah Bercocok Tanam Ubi Jalar
a. Pengertian ubi jalar (Ipomoea batatas)
Ubi jalar (ipomoea batatas) adalah tanaman pangan berupa herba menahun, menjalar dengan panjang mencapai lima meter, menyukai daerah tropis, daun berbentuk bulat telur, diameter umbi lebih kurang delapan milimeter, dapat diperbanyak melalui stek batang, umbi, dan biji (Tim PS,1997:196).
b. Taksonomi ubi jalar
Ubi jalar tergolong tanaman palawija. Tanaman ini membentuk umbi di dalam tanah. Umbi itulah yang menjadi produk utamanya yang disebut sebagai buah. Adapun kedudukan tanaman ubi jalar dalam tatanama (sistematika) menurut Sarwono (2005:15) sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta
Sub-divisio : Angiospermae (tumbuhan berbunga)
Kelas : Dicotyledoneae (berbiji belah atau berkeping
dua)
Bangsa : Tubiflorae
Famili : Convolvulaceae (kangkung-kangkungan)
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea Batatas
Ubi jalar termasuk tanaman dikotiledon (biji berkeping dua). Selama pertumbuhannya tanaman ini dapat berbunga, berbuah dan berbiji. Sosok pertumbuhannya terlihat seperti semak.
c. Pemilihan bibit ubi jalar
Bibit ubi jalar dapat diperbanyak melalui stek dan umbi. Pada umumnya ubi jalar diperbanyak dengan menggunakan bibit stek batang. Stek diambil dari tanaman yang sudah berumur dua sampai tiga bulan atau bibit dari potongan umbi yang telah bertunas.
Bibit stek ubi jalar yang baik panjangnya dua puluh sampai dua puluh lima sentimeter dan memiliki enam sampai delapan buku/ruas. Bibit stek yang baik terletak pada batang yang belum berakar dan masih muda. Bagian ujung batang merupakan bibit stek terbaik. Jika bibit telah berakar, akar tanaman tersebut tidak akan sanggup membentuk umbi yang bagus, terutama akar yang telah tua dan sering terkena terik matahari (Sarwono,2005:39).
Penyiapan bibit ubi jalar menurut Rahmat (1997:28) harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Bibit berasal dari varietas atau klon unggul
2 Bahan tanaman berumur dua bulan atau lebih
3. Pertumbuhan tanaman yang akan diambil steknya dalam keadaan sehat, normal, tidak terlalu subur
4. Ukuran panjang stek batang/stek pucuk dua puluh sampai dua puluh lima sentimeter, ruas-ruasnya rapat, dan buku-bukunya tidak berakar
5. Mengalami masa penyimpanan di tempat teduh selama satu sampai tujuh hari.
Bibit stek terbaik akan dapat diperoleh jika telah memenuhi persyaratan sebagaimana dikemukakan oleh para ahli serta diharapkan akan dapat meningkatkan daya hasil umbi.
d. Pengolahan lahan
Lahan yang terolah dengan baik sangat mendukung ubi jalar untuk menghasilkan umbi yang maksimal, bentuk dan penampilan yang baik, serta permukaan kulit rata (Sarwono,2005:34).
Penyiapan lahan sebaiknya dilakukan pada saat tanah tidak terlalu kering agar strukturnya tidak rusak, lengket dan keras. Penyiapan lahan yang baik menurut Rahmat (1997:30) dapat dilakukan dengan cara:
1. Tanah diolah terlebih dahulu hingga gembur kemudian dibiarkan selama lebih kurang satu minggu. Tahap berikutnya tanah dibentuk guludan-guludan.
2. Tanah langsung diolah bersamaan dengan pembuatan guludan-guludan.
Untuk pertumbuhan umbi yang optimal diperlukan media tanam gembur. Lapisan tanah bagian atas merupakan lapisan tanah yang kaya unsur hara sehingga disebut lapisan gembur. Semakin dalam lapisan gembur, semakin baik tanah tersebut untuk pertumbuhan ubi jalar. Itulah sebabnya penanaman ubi jalar umumnya dilakukan pada tanah olahan berbentuk guludan atau bedengan, agar diperoleh drainase tanah yang baik.
Cara mengolah lahan menurut Sarwono (2005:34-35) antara lain:
1. Bersihkan gulma dan rumput serta kerikil disekitar lahan
2. Cangkul tanah sedalam dua puluh sampai tiga puluh sentimeter sambil dibalik-balikkan, kemudian dikering anginkan selama satu sampai dua minggu
3. Olah tanah untuk kedua kalinya sambil membuat guludan dengan ukuran lebar dasar enam puluh sentimeter, dan jarak antar guludan tujuh puluh lima sampai seratus senti meter
4. Ratakan permukaan guludan hingga akhirnya lahan siap ditanami.
Kegiatan pengolahan yang baik dimulai dengan membersihkan lahan dari gulma dan kerikil disekitar lahan kemudian melanjutkannya dengan pembuatan bedengan sebagai media tanam ubi jalar.
e. Penanaman ubi jalar
Posisi tanam ubi jalar sangat bervariasi tergantung dari bentuk umbi yang dikehendaki dan kebiasaan petani. Penanaman stek dengan posisi mendatar biasanya menghasilkan umbi dengan ukuran sedang dan beragam. Stek yang ditanam pada posisi mendatar, akar yang produktif tersebar merata diantara ruas paling pangkal sampai ruas kedua diatasnya. Penanaman dengan posisi miring, pertumbuhan akar produktifnya akan terkonsentrasi pada ruas paling pangkal dan ruas kesatu diatasnya (Sarwono,2005:4243).
f. Perawatan ubi jalar
Tanaman ubi jalar selama pertumbuhannya membutuhkan perawatan berupa penyulaman, penyiangan, penggemburan, pengairan, pengangkatan batang dan pemupukan. Pola perawatan tanaman ubi jalar menurut Sarwono (2005:43) antara lain:
1. Penyulaman
Penyulaman dilakukan ketika ada bibit yang mati atau pertumbuhannya jelek. Penyulaman tanaman ubi jalar perlu segera dilakukan agar pertumbuhan tanaman tidak jauh tertinggal dari tanaman sebelumnya, serta dilakukan sampai tanaman berumur tiga minggu.
2. Penyiangan
Pada saat gulma sudah tumbuh maka segera dilakukan penyiangan. Penyiangan pertama dilakukan ketika berumur tiga minggu atau dapat juga dilaksanakan bersamaan dengan penyulaman dan penggemburan. Penyiangan kedua dapat dilakukan setelah tanaman ubi jalar berumur enam minggu apabila pertumbuhan gulma masih banyak.
3. Penggemburan
Guludan yang memadat sebaiknya digemburkan agar pertumbuhan umbi lebih optimal dan sempurna bentuknya. Penggemburan dapat dilakukan sekaligus bersama penyiangan gulma, perbaikan tanah yang longsor, atau pemberian pupuk susulan. Penggemburan tanah khusus untuk guludan dilakukan menggunakan garpu dengan cara dicangkulkan disekitar pokok batang tanaman ubi jalar.
4. Pengairan
Pengairan diperlukan oleh tanaman ubi jalar berumur nol sampai tiga minggu yang ditanam pada musim kemarau dan selama tidak turun hujan. Pengairan juga diperlukan terutama pada fase pertumbuhan vegetatif serta fase pembentukan dan pengisian umbi. Pada fase-fase tersebut tanaman ubi jalar memang membutuhkan banyak air. Untuk menghindari busuknya umbi, perlu diupayakan adanya drainase yang baik.
Selama musim kemarau tanaman ubi jalar membutuhkan suplai air yang cukup pada fase awal pertumbuhannya karena pada masa itu sedang berlangsung proses pembentukan dan pengisian umbi.
5. Pengangkatan batang
Pembentukan umbi-umbi kecil dapat dihindari dengan cara melakukan pengangkatan batang. Dengan demikian akar yang tumbuh pada ruas-ruas batang putus sehingga tidak bisa tumbuh lagi. Air dan zat hara tanaman pun akan tersalurkan ke umbi yang diinginkan.
Pengangkatan batang ubi jalar dapat dilakukan satu sampai dua kali selama satu musim tanam. Pengangkatan atau pembalikan batang yang pertama berlangsung pada umur enam puluh sampai tujuh puluh hari setelah ditanam. Sebaiknya perlakuan pengangkatan batang dilakukan berdasarkan pengamatan adanya akar yang tumbuh pada ruas-ruas batang. Dengan demikian frekuensi pengangkatan batang yang dilakukan sesuai dengan kondisi lahan dan perkembangan tanaman.
6. Pemupukan
Di lahan tanam yang kondisinya subur ubi jalar tidak memerlukan pemupukan. Jika kesuburan lahan kurang, perlakuan pemupukan dianjurkan agar diperoleh hasil panen yang produksinya tinggi.
Semua unsur hara tersebut terdapat dalam pupuk kandang dan kompos. Pupuk kandang merupakan sumber unsur hara penting karena semua unsur yang dibutuhkan tanaman terdapat didalamnya. Selain itu pupuk kandang juga dapat memperbaiki struktur tanah karena menambah bahan organik. Struktur tanah yang baik mendukung penyerapan unsur hara oleh tanaman, dan meningkatkan kemampuan tanah untuk menahan air.
Pupuk diberikan secara bertahap sebagai pupuk dasar dan pupuk susulan. Dosis yang digunakan dua pertiga bagian urea dan TSP. Pupuk susulan diberikan pada umur tiga sampai empat minggu setelah bibit ditanam dengan cara digaritkan sepanjang barisan tanaman dengan jarak tujuh sampai sepuluh sentimeter dari barisan tanaman dengan kedalaman parit sepuluh sentimeter. Parit kemudian ditutup setelah pupuk dimasukkan.
g. Pemanenan ubi jalar
Panen yang dilakukan pada umur yang tepat dan dengan cara yang baik akan diperoleh umbi dengan hasil tinggi dan berkualitas baik. Panen ubi jalar yang ideal dimulai pada umur tiga bulan. Penundaan panen paling lambat sampai umur empat bulan. Panen yang dilakukan diatas umur optimal akan menurunkan kualitas dan kuantitas hasil (Sarwono,2005:61-62).
Proses panen sebaiknya dilakukan ketika cuaca cerah agar kualitas umbi yang dihasilkan optimal. Saat panen berlangsung terjadinya luka atau memar pada umbi harus dihindari.
Beberapa tahapan proses panen ubi jalar menurut Sarwono (2005:62-63) dapat dilakukan dengan cara:
1. Potong tanaman sekitar lima sentimeter dari permukaan tanah
2. Angkat keluar petakan lahan, batang dan daun yang telah dipotong sambil dikumpulkan
3. Gali guludan dengan cangkul, sekop, atau bajak sampai umbinya terkuak
4. Ambil dan kumpulkan umbi jalar disuatu tempat pengumpulan
5. Bersihkan umbi dari tanah, akar, dan kotoran yang masih menempel
6. Sortasi umbi berdasarkan bentuk, ukuran, warna, dan varietas
7. Pisahkan umbi yang sehat dari yang sakit atau cacat
8. Kemas umbi dalam kotak kayu atau wadah yang khusus untuk penyimpanan
9. Simpan, pasarkan, atau kirimkan umbi yang sudah dikemas rapi ke konsumen.
h. Pemasaran Ubi jalar.
Kegiatan pemasaran ubi jalar yang dilaksanakan oleh tunanetra tidak hanya dengan mendistribusikan sendiri ke konsumen, tapi terkadang pedagang langsung membeli dari tunanetra.
3. Bercocok Tanam Bagi Tunanetra
Tunanetra sebagai juru tani harus dapat mengatur, melaksanakan dan mengawasi kegiatan usaha taninya, baik secara teknis maupun ekonomis. Disamping itu tersedianya sarana produksi dan peralatan akan menunjang keberhasilan tunanetra sebagai juru tani (Ken,2006:21).
Sebagai anggota masyarakat yang hidup dalam suatu ikatan keluarga, tunanetra akan selalu berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya sekaligus berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat atas dirinya. Upaya pemenuhan kebutuhan hidup tunanetra ini salah satunya dengan bercocok tanam tanaman palawija ubi jalar. Tanaman ubi jalar menjadi pilihan tunanetra disebabkan karena jangka waktu panen tanaman yang relatif singkat, beresiko kecil, serta memiliki penyebaran lingkungan tumbuh yang cukup luas.
Bagi tunanetra kegiatan bercocok tanam ubi jalar dapat dilaksanakan secara mandiri dimulai dari tahap persiapan (persiapan bibit, lahan, maupun peralatan), tahap pelaksanaan kegiatan bercocok tanam mencakup penanaman dan perawatan (penyulaman, penyiangan, penggemburan, pengairan, pengangkatan batang dan pemupukan), maupun panen tanaman (menentukan umur panen dan proses panen ubi jalar) hingga kegiatan pemasaran ubi jalar.
Budidaya ubi jalar merupakan tanaman dengan input rendah, beresiko kecil serta memiliki penyebaran lingkungan tumbuh cukup luas. Diantara komoditas umbi-umbian lain, ubi jalar merupakan salah satu komoditas pertanian penghasil karbohidrat yang berguna sebagai makanan olahan dan bahan baku. Keunggulan ubi jalar dibandingkan umbi-umbian lain adalah: berumur pendek (3,5 bulan), memiliki kandungan gizi yang relatif baik, harga umbi dipasaran relatif lebih tinggi, serta memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam penggunaan tepung ubi jalar sebagai bahan baku berbagai produk olahan.
Berbagai keunggulan ubi jalar sebagaimana telah dipaparkan diatas memberikan informasi positif bagi tunanetra untuk membudidayakan tanaman ini. Selain itu budidaya ubi jalar dapat memberikan keuntungan secara ekonomis yang cukup memadai bagi tunanetra karena proses budidayanya yang tidak terlalu rumit.
B. Hakekat Tunanetra
1. Pengertian Tunanetra
Pada umumnya tunanetra diartikan gangguan pada mata yang menyebabkan terganggunya fungsi penglihatan. Dalam jarak tertentu orang normal dapat melihat dengan jelas sedangkan tunanetra akan mengalami kesulitan atau tidak jelas, bahkan tidak tampak sama sekali. Poerwadarminta (2006:131) mengidentikkan tunanetra/buta dengan tidak dapat melihat. Menurut Hoetomo (2005:562) tuna diartikan sebagai luka, rusak, kurang, tidak memiliki. Sedangkan ketunaan diartikan hal yang berhubungan dengan cacat atau kekurangan. Dipandang dari segi bahasa kata tunanetra terdiri dari dua kata yaitu tuna dan netra: a. Tuna (tuno: Jawa) yang berarti rugi yang kemudian diidentikkan dengan rusak, hilang, terhambat, terganggu, tidak memiliki. b. Netra (netro: Jawa) yang berarti mata. Namun demikian kata tunanetra adalah satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan, adanya kerugian yang disebabkan oleh kerusakan atau terganggunya organ mata. Tunanetra artinya rusak matanya atau tidak memiliki mata yang berarti buta atau kurang dalam penglihatan (Purwaka, 2005:37).
Djaja (2006:31) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan tunanetra adalah mereka yang mempunyai kombinasi ketajaman penglihatan hampir kurang dari 0,3 (60/200) atau mereka yang mempunyai tingkat kelainan fungsi penglihatan yang lainnya lebih tinggi, yaitu mereka yang tidak mungkin atau kesulitan secara signifikan untuk membaca tulisan atau ilustrasi awas meskipun dengan mempergunakan alat bantu kaca pembesar.
Pengertian tunanetra tidak saja mereka yang buta, tetapi mencakup juga mereka yang mampu melihat tetapi terbatas sekali dan kurang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup sehari-hari (Sutjihati, 2006:65).
Secara umum tunanetra dapat diartikan gangguan pada mata yang menyebabakan terganggunya fungsi penglihatan sehingga kurang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup sehari-hari.
2. Pengertian Tunanetra Dewasa
Istilah tunanetra dewasa digunakan untuk menjelaskan individu tunanetra yang tergolong telah melewati usia remaja. Usia remaja sering digambarkan dengan batasan usia antara lima belas sampai dua puluh tahun. Ada juga yang menggunakan batasan dua belas sampai enam belas tahun (masa puber atau puberteir) dan tujuh belas sampai tiga puluh tahun (masa muda atau adolecentia). Selebihnya dari usia tersebut dapat dikategorikan sebagai usia dewasa. Jika batasan ini disepakati, maka tunanetra dewasa adalah penyandang tunanetra yang telah memasuki usia diatas dua puluh tahun (menurut batasan pertama) atau diatas tiga puluh tahun (menurut batasan kedua). Seseorang yang telah memberanikan diri masuk ke jenjang perkawinan berarti dapat dikategorikan telah dewasa, meskipun dari segi usia masih tergolong remaja. Kedewasaan yang dimaksudkan adalah lebih dititik beratkan pada kedewasaan yang sifatnya kualitatif.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Munawir (1998:86) ”disebut dewasa ialah seseorang yang secara biologis dapat dikategorikan sebagai telah mampu mandiri yakni berani mengambil keputusan sendiri, tidak bergantung pada orang lain dan bertindak atas kepercayaan dan keyakinan diri sendiri”. Dengan demikian seseorang baru dapat disebut dewasa apabila secara kronologis usianya telah mencapai usia dewasa, dipandang dari segi biologis telah mampu untuk mandiri serta memiliki keyakinan diri yang mantap dalam pengambilan keputusan terhadap dirinya sendiri dan mampu untuk mempertanggung jawabkan keputusannya tersebut.
3. Karakteristik Tunanetra
Karakteristik tunanetra buta menurut Purwaka (2005:50-51) antara lain:
a. Ciri khas fisik tunanetra buta
Mereka yang tergolong buta bila dilihat dari organ matanya biasanya tidak memiliki kemampuan normal, misalnya bola mata kurang atau tidak pernah bergerak, kelopak mata kurang atau tidak pernah berkedip, tidak bereaksi terhadap cahaya. Tunanetra buta yang tidak terlatih Orientasi dan Mobilitas biasanya tidak memiliki konsep tubuh atau body image, sehingga sikap tubuhnya menjadi jelek misalnya: kepala tunduk atau bahkan tengadah, tangan menggantung layu atau kaku, badan berbentuk sceiliosis, berdiri tidak tegak.
b. Ciri khas psikhis tunanetra buta
Tunanetra buta tidak memiliki kemampuan menguasai lingkungan jarak jauh dan bersifat meluas pada waktu yang singkat. Ketidakmampuan ini mengakibatkan rasa khawatir, ketakutan dan kecemasan berhadapan dengan lingkungan. Tunanetra buta mempunyai sikap dan prilaku yang bersifat kesusilaan seperti: percaya diri, rasa curiga pada lingkungan, tidak mandiri atau kebergantungan pada orang lain, pemarah atau mudah tersinggung (sensitive), penyendiri (inferiority), pasif (self centered), mudah putus asa, sulit menyesuaikan diri.
4. Pekerjaan dan Karir Bagi Tunanetra Dewasa
Bagi tunanetra yang telah memasuki usia dewasa masalah pekerjaan dan karir merupakan kebutuhan mendesak. Hal ini disebabkan karena pekerjaan merupakan sumber penghasilan. Melalui pekerjaan seseorang dapat mengurangi ketergantungannya kepada orang lain. Pemenuhan kebutuhan untuk bekerja bagi penyandang tunanetra lebih kompleks masalahnya dibandingkan dengan mereka yang tidak tunanetra. Hal ini tidak terlepas dari kondisi sosial dan psikologis masyarakat yang cenderung kurang kondusif menerima kehadiran seseorang penyandang tunanetra ditengah-tengah kita.
Mendapatkan pekerjaan bagi penyandang tunanetra bukan masalah yang sederhana dan mudah, karena menyangkut penyesuaian-penyesuaian. Disamping itu Undang-Undang yang mengatur mengenai penempatan tenaga kerja cacat belum memadai untuk menjamin kesejahteraan tunanetra untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai (Munawir,1998:86).
Pemenuhan kebutuhan untuk bekerja bagi tunanetra akan memberi manfaat dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup seperti memberi kepuasan ekonomis, kepuasan sosial, memberi identitas, mengatur aktifitas, memberikan rasa kebergunaan serta dapat menyalurkan bakat dan minat.
C. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan kerangka pola pikir peneliti tentang pelaksanaan penelitian. Sesuai permasalahan di lapangan ditemukan tunanetra bercocok tanam ubi jalar. Berdasarkan permasalahan tersebut di atas maka penulis memfokuskan pada pemilihan bibit ubi jalar yang baik, pengolahan lahan, proses penanaman ubi jalar, pola perawatan tanaman ubi jalar, proses panen ubi jalar dan kegiatan pemasaran ubi jalar yang dilaksanakan oleh tunanetra. Data tersebut kemudian dideskripsikan secara lugas agar lebih mudah dimaknai, serta diperoleh hasil penelitian yang valid. Melalui kegiatan penelitian yang dilaksanakan barulah diperoleh suatu temuan sebagai jawaban dari pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat kerangka konseptual tentang pelaksanaan penelitian yang telah disusun dalam bentuk bagan sebagai berikut:
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Sesuai dengan latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, fokus penelitian dan tujuan penelitian, maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif yang menggunakan pendekatan studi kasus. Penelitian ini menggunakan data yang nyata secara verbal dan kualifikasinya bersifat teoritis. Penelitian deskriptif menurut Suharsimi (2000:310) “penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang sesuatu variabel, gejala, atau keadaan”.
Sedangkan Abdurrahmat (2006:97) mengemukakan penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian yang bermaksud mengadakan pemeriksaan dan pengukuran-pengukuran tertentu terhadap gejala tertentu. Sehubungan dengan itu Sumadi (2000:18) berpendapat penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian.
Penelitian kualitatif menurut Sugiyono (2005:1) adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah. Dalam penelitian ini penulis akan melihat gambaran tentang kemampuan tunanetra dalam bercocok tanam ubi jalar.
B. Latar Entri
Penelitian ini dilakukan di daerah Payakumbuh yang beralamat di Jorong Rageh Kabupaten Lima Puluh Kota terhadap seorang tunanetra total yang telah dewasa. Tunanetra ini adalah anak pertama dari tiga bersaudara, memiliki seorang adik laki-laki dan seorang lagi perempuan. Tunanetra tinggal bersama adik bungsu perempuannya yang telah berkeluarga dan menempati rumah keluarga mereka.
Keberadaan peneliti disini untuk melihat gambaran kegiatan pertanian yang dilakukan tunanetra sehari-hari sebagai mata pencahariannya. Alasan peneliti melakukan penelitian mengenai keterampilan tunanetra dalam bercocok tanam ubi jalar dikarenakan peneliti ingin memperoleh pengetahuan dan pengalaman bagaimana kemampuan tunanetra dalam bercocok tanam ubi jalar yang dilaksanakannya secara mandiri.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah sasaran atau bahan penelitian. Subjek dalam penelitian studi kasus ini seorang penyandang tunanetra total yang telah dewasa, berusia lima puluh delapan tahun, berjenis kelamin laki-laki, mempunyai mata pencaharian sebagai petani, dan bertempat tinggal di Jorong Rageh Sungai Kamuyang Kabupaten Lima Puluh Kota. Memiliki kulit sawo matang dan postur tubuh tegap.
D. Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan jenis penelitian dan subjek penelitian yang telah ditetapkan, maka diperlukan suatu cara untuk mengumpulkan data yang tersebar di lapangan. Sebagaimana pendapat Sumadi (2000:84) kualitas data ditentukan oleh kualitas alat pengambil data atau alat pengukurnya serta kualifikasi si pengambil data.
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri secara langsung kelapangan untuk mendapatkan sejumlah data yang dibutuhkan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Teknik Observasi
Kegiatan observasi perlu dilakukan untuk melihat kondisi di lapangan apa adanya saat penelitian dilaksanakan. Menurut Abdurrahmat (2006:104) observasi adalah teknik pengumpulan data yang diletakkan melalui suatu pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap keadaan atau perilaku obyek sasaran. Pendapat ini didukung oleh Nasution (2006:106) yang berpendapat observasi dilakukan untuk memperoleh informasi tentang perilaku manusia seperti terjadi dalam kenyataan.
Kegiatan observasi perlu dilakukan dalam rangka melihat keadaan yang ada dilapangan apa adanya, sehingga ada kesingkronan antara teori yang ada dengan kenyataan yang ditemukan dilapangan. Peneliti akan mengobservasi tentang keterampilan tunanetra dalam bercocok tanam ubi jalar dengan menggunakan pedoman observasi. Dengan demikian observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi non-partisipasi.
2. Teknik Wawancara
Wawancara diperlukan Untuk mengungkapkan data pada pelaksanaan observasi. Burhan (2005:67) mengemukakan wawancara mendalam dan kegiatan observasi dimaksudkan untuk memburu “tabel hidup” yang terhampar dalam kenyataan sehari-hari di masyarakat. Menurut Nasution (2006:115) wawancara atau interviu adalah suatu bentuk komunikasi verbal untuk memperoleh informasi dari responden. Sehubungan dengan pendapat diatas Abdurrahmat (2006:105) mengemukakan wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui proses tanya jawab lisan yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan datang dari pihak yang mewawancarai dan jawaban diberikan oleh yang diwawancara.
Wawancara digunakan dalam rangka memperoleh data informasi verbal secara langsung dari tunanetra sebagai subjek penelitian, keluarga tunanetra, maupun anggota masyarakat dengan menggunakan pedoman wawancara.
3. Dokumentasi
Dokumentasi berkaitan dengan kegiatan tunanetra dalam bercocok tanam ubi jalar diperlukan untuk mendukung kelengkapan data dalam penelitian. Dokumentasi yang digunakan berupa photo.
E. Teknik Keabsahan Data
Keabsahan data yang diperoleh dari lapangan diperiksa melalui kriteria dan teknik tertentu. Maka dalam menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan data, pelaksanaan teknik pemeriksaan yang dapat dilakukan menurut Sanafiah (1993:56) sebagai berikut:
1. Diskusi Dengan Teman Sejawat
Cara memeriksa keabsahan data dengan jalan mengekspos hasil akhir tentang keterampilan tunanetra dalam bercocok tanam ubi jalar dengan rekan-rekan sejawat, yaitu dengan cara membicarakan hasil yang telah didapat dari penelitian yang telah dilaksanakan.
2. Triangulasi
Adalah teknik pemeriksaan data, keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu. Dengan demikian triangulasi yang dimaksud adalah membandingkan hasil observasi dan wawancara tentang keterampilan tunanetra dalam bercocok tanam ubi jalar. Cara yang penulis lakukan berupa display data, mencek kebenaran data dengan cara mencocokkan hasil observasi dan wawancara.
3. Audit dengan dosen pembimbing
Bertujuan untuk memeriksa kelengkapan dan ketelitian yang dilakukan sehingga timbul keyakinan bahwa sesuatu yang dilaporkan tentang keterampilan tunanetra dalam bercocok tanam ubi jalar, tepat mencapai kebenaran yang diharapkan. Hal ini dilakukan dengan cara mengkonsultasikan hasil yang telah didapat dari penelitian dengan dosen pembimbing sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
F. Teknik Analisis Data
Teknik penganalisisan data penelitian perlu dilakukan agar data yang telah diperoleh dari lapangan lebih mudah untuk dipahami. Analisis data menurut Sugiyono (2005:89) adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
Dapat dirumuskan analisis data adalah proses menyeleksi, menyederhanakan, memfokuskan, mengabstraksikan, mengorganisasikan data secara sistematis dan rasional untuk menampilkan bahan-bahan yang dapat digunakan dalam rangka menyusun jawaban terhadap tujuan peneliti. Langkah-langkah dalam menganalisis data menurut Suharsimi (1993:205) sebagai berikut:
1. Mencatat hasil penelitian yang telah diperoleh melalui observasi dan wawancara tentang keterampilan tunanetra dalam bercocok tanam ubi jalar
2. Mengklasifikasikan data yang telah diperoleh melalui observasi dan wawancara tentang keterampilan tunanetra dalam bercocok tanam ubi jalar
3. Menganalisis data yang telah diperoleh. Data yang telah terkumpul tentang keterampilan tunanetra dalam bercocok tanam ubi jalar yang terlebih dahulu diseleksi, disederhanakan, diorganisasikan secara sistematis dan rasional
4. Memberikan interpretasi terhadap data yang telah didapat. Memberikan makna (memaknai) data yang telah diperoleh dari kegiatan analisis tentang keterampilan tunanetra dalam bercocok tanam ubi jalar
5. Memberikan penilaian. Mengadakan kegiatan evaluasi tentang data yang diperoleh di lapangan terutama tentang keterampilan tunanetra dalam bercocok tanam ubi jalar
6. Menarik kesimpulan. Menganalisis isi dari sajian data yang telah terorganisasi dalam bentuk pernyataan, kalimat atau format yang singkat dan padat mengandung pengertian yang luas tentang keterampilan tunanetra dalam bercocok tanam ubi jalar.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Umum
Penyandang tunanetra dewasa memiliki tuntutan kebutuhan-kebutuhan khusus yang harus dipenuhi, baik kebutuhan yang berkaitan dengan upaya pemenuhan tugas-tugas perkembangan, maupun kebutuhan sebagai akibat tuntutan dinamika kehidupan ditengah-tengah masyarakat yang selalu bergerak maju dan kompleks
Masa dewasa digambarkan Munawir (1998:67) sebagai masa dimana seseorang telah mencapai tingkat kematangan produksi, masa ini memiliki rentangan waktu terpanjang dalam kehidupan manusia. Pada masa dewasa inilah persoalan-persoalan umum yang menyangkut harkat dan martabat sebagai manusia yang hakiki mulai terasakan. Dorongan-dorongan untuk mandiri, bekerja, bermasyarakat, dan sebagainya tumbuh dengan pesat. Tetapi kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak mudah dapat dipenuhi seperti halnya orang awas.
Sebagai anggota masyarakat yang hidup dalam suatu ikatan keluarga, tunanetra akan selalu berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat atas dirinya. Upaya pemenuhan kebutuhan kemasyarakatan diwujudkan dengan menekuni keahlian yang dapat memberikan peluang baginya untuk diterima ditengah-tengah masyarakat. Eksistensinya tersebut telah mendapat pengakuan dari masyarakat. Pada tahun delapan puluhan tunanetra pernah dipercaya memainkan alat musik biola untuk mengiringi grup qasidah Nagari Sungai Kamuyang serta mampu mengangkat nama Nagari pada waktu itu. Keahliannya dalam seni baca Al Qu’ran pun bisa diandalkan. Terbukti dengan keberhasilannya sebagai juara satu Musabaqah Tilawatil Qur’an se-Kabupaten Lima Puluh Kota, juara dua Musabaqah Hifdzil Qur’an khusus tunanetra se-Sumatera Barat pada tahun 1994. selain itu tunanetra juga terampil dalam membuat anyaman dengan bahan baku bambu dan rotan. Bentuk anyaman yang dibuat oleh tunanetra berupa kurungan ayam. Untuk mengisi waktu senggang tunanetra aktif mengikuti berbagai kegiatan religius dan dipercaya sebagai penceramah pada wirid pengajian, sebagai khatib shalat Jum’at, ataupun khatib shalat Idul Adha dan Idul Fitri.
Upaya pemenuhan akan pekerjaan diwujudkan tunanetra dengan menekuni keterampilan bertani ubi jalar. Ubi jalar menjadi pilihan tunanetra disebabkan karena jangka waktu panen tanaman yang relatif singkat, beresiko kecil, serta dapat memberikan keuntungan secara ekonomis yang cukup memadai bagi tunanetra karena proses budidayanya yang tidak terlalu rumit.
Lingkungan sekitar tempat tinggal tunanetra sangat mendukung untuk kegiatan pertanian karena secara geografis terletak disekitar kaki Gunung Sago serta didukung oleh iklim yang sesuai untuk budidaya pertanian.
B. Deskripsi Khusus
1. Riwayat Singkat Ketunanetraan
Tunanetra AA lahir di Payakumbuh pada tahun seribu sembilan ratus lima puluh, anak pertama dari tiga bersaudara. Terserang penyakit campak pada kedua mata saat berusia dua tahun, gejala awalnya mata berair dan bagian dalam bola mata seperti bersisik. Tunanetra masih bisa membedakan gelap dan terang (membedakan malam dan siang), serta bisa melihat cahaya lampu saat lampu dinyalakan. Pihak keluarga telah mengupayakan pengobatan penyakit mata tersebut ke dokter mata dan pengobatan alternatif namun tidak membuahkan hasil. Tahun 2003 penyakit campak kembali menyerang mata untuk kedua kalinya, gejala yang timbul berupa sakit kepala dan mata berair. Setelah menjalani pengobatan kondisi matanya tidak mengalami perubahan, bahkan semakin menurun. Sisa penglihatan tidak ada sama sekali atau mengalami ketunanetraan secara total.
2. Personality Tunanetra
Orang dewasa cenderung berkeinginan untuk menentukan apa yang ingin dipelajarinya serta membandingkan dan menghubungkan pengetahuan baru dengan pengalaman-pengalaman belajar yang telah dimiliki sebelumnya serta berusaha mengaplikasikan pengetahuannya untuk menunjang kehidupannya. Usia dewasa lebih dititik beratkan pada pengaturan perkembangan yakni bagaimana seseorang mencoba mencari dan menemukan pola hidup yang diyakini dapat memenuhi kebutuhannya.
Bagi tunanetra dewasa dorongan untuk berdiri sendiri sebagai rasa tanggung jawab sangat besar. Meskipun tunanetra memiliki hambatan secara visual bukan berarti akan mempengaruhi tingkat pencapaian kemandirian tunanetra. Hal ini terbukti dari beberapa kualitas dalam dirinya yaitu:
a. Bebas, dalam menentukan suatu tindakannya tidak tergantung pada orang lain melainkan atas kehendak sendiri. Hal ini tergambar dalam menentukan jenis tanaman yang akan ditanam tunanetra, kapan saat yang tepat dalam bercocok tanam dan sebagainya.
b. Progresif dan Ulet, seperti tampak dalam mengejar prestasi penuh ketekunan, merencanakan dan mewujudkan harapan-harapannya. Ketekunan tunanetra dalam mengejar prestasi terbukti dari keberhasilannya menjadi juara satu MTQ (Musabaqah Tilawatif Qur’an) se-Kabupaten dan juara dua MHQ (Musabaqah Hifdzil Qur’an) tingkat propinsi pada tahun 1994.
Gambar 4.1 Piala-Piala Prestasi di Bidang Religius
c. Berinisiatif, mampu berpikir dan bertindak secara orisinil, kreatif dan banyak gagasan. Tunanetra cukup kreatif dalam membuat kurungan ayam dengan menggunakan bahan baku dari bambu yang diserut khusus dengan cara meniru aslinya secara otodidak.
d. Pengendalian dari dalam (Internal Locus of Control), adanya kemampuan mengatasi masalah yang dihadapi, mampu mengendalikan tindakannya. Tunanetra memiliki pengendalian diri yang bagus dalam mengatasi masalah yang dihadapinya serta mampu mengendalikan tindakannya. Hal ini didasari oleh pemahaman agama islam yang dianutnya. Tunanetra aktif mengikuti kegiatan-kegiatan religius sebagai penceramah dalam wirid pengajian, khotbah shalat jum’at, dan sebagainya.
e. Kemantapan diri (Self Esteem, Self confidence), dalam menekuni profesinya sebagai petani tanaman palawija tunanetra memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap kemampuannya sendiri dengan bekal kemauan yang kuat dan berani mencoba sehingga tunanetra memperoleh kepuasan atas hasil usahanya tersebut.
Gambar 4.2 Tunanetra Aktif Berdakwah
Pemenuhan kebutuhan kemasyarakatan diwujudkan tunanetra dengan menekuni keahlian yang dapat memberikan peluang baginya untuk dapat diterima ditengah-tengah masyarakat.
Gambar 4.3 Petani Tunanetra
C. Deskripsi Kegiatan Tunanetra Bercocoktanam Ubi Jalar
Pengambilan data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi observasi, wawancara, dan didukung dokumentasi foto terhadap penyandang tunanetra total yang melaksanakan kegiatan bercocok tanam ubi jalar di Jorong Rageh Kabupaten Lima Puluh Kota. Tunanetra yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki inisial nama AA sebagai sumber data primer, sedangkan sumber informasi terdekat diperoleh dari adik perempuan tunanetra yang berinisial nama EA. Sumber informasi lainnya diperoleh dari Wali Jorong Rageh berinisial Y. Hal ini untuk menjaga kerahasiaan responden. Data yang diperoleh melalui observasi berbentuk catatan lapangan selanjutnya disingkat CL, Melalui wawancara berbentuk catatan wawancara selanjutnya disingkat dengan CW, Dan didukung dokumentasi foto, dideskripsikan berdasarkan permasalahan yang diajukan dalam fokus penelitian tentang keterampilan tunanetra dalam bercocok tanam ubi jalar di Jorong Rageh Kabupaten Lima Puluh Kota sebagai berikut:
a. Penyiapan Bibit
Penyediaan bibit ubi jalar diperoleh tunanetra dari petani lain yang hampir panen saat tanaman berumur dua setengah bulan, tergambar pada CL 6. Data ini didukung oleh hasil wawancara peneliti dengan responden AA pada CW 2 diperoleh informasi sebagai berikut:
“bamintak senyo ka ukhang. Kabotulan si Buyuang lai sodang batanam ubi joloa pulo kini. Ubie lah ampia dibungkoa le, mako o bamintak se ka si Buyuang tampang ubi joloa ko”.
Jenis umbi yang akan ditanam tunanetra tidak terlalu dikhususkan namun bersifat relatif sesuai dengan jenis bibit yang tersedia, tergambar pada CL 6. Data tersebut didukung dengan CW 2 “tampang nan kabatanam kini tagantuang tampang nan ado senyo” berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan AA pada CW 2 Tunanetra menggunakan bibit stek batang/stek pucuk “batang do se biaso o nyo, kalau batang o kan lai murah mancarinyo” data ini didukung oleh dokumentasi foto pada gambar 4.4.
Berdasarkan hasil observasi tunanetra menggunakan bibit stek batang/stek pucuk yang pertumbuhannya sehat dan normal. Bagian ujung tanaman dipatahkan dengan tangan sehingga diperoleh bibit berukuran satu jengkal orang dewasa lebih kurang dua puluh sentimeter. Bibit stek batang yang telah diperoleh kemudian dikumpulkan dan dimasukkan kedalam karung plastik kemudian disimpan selama dua hari ditempat teduh sebelum ditanam pada tanah bedengan.
Gambar 4.4 Bibit yang akan ditanam
b. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah dilakukan tunanetra agar tanaman ubi jalar dapat tumbuh dengan sempurna.Tunanetra mengolah tanah secara tradisional dengan menggunakan peralatan sederhana sabit dan cangkul. Pekerjaan pengolahan tanah untuk tanaman ubi jalar sebagai berikut:
1. Membersihkan gulma atau rumput-rumput liar disekitar lahan
Lahan milik tunanetra yang dipersiapkan sebagai media tanam ubi jalar sebelumnya telah diolah dengan tanaman berumur pendek lainnya yaitu jagung. Oleh karena itu untuk “manabeh” atau “marambah” membersihkan rumput-rumput liar pengerjaannya tidak terlalu sulit. Rumput liar dapat dibersihkan bersamaan dengan pembuatan bedengan seperti tergambar pada CL 3 dan didukung oleh gambar dibawah ini:
Gambar 4.5 Membersihkan gulma
2. Membuat bedengan
Pengerjaan tanah pada lahan dilakukan dengan menggunakan cangkul. Untuk mengetahui bagian tanah yang belum dicangkul tunanetra merabanya dengan salah satu kaki, jika telah teraba tanah langsung dicangkul. Pencangkulan tanah bertujuan untuk mencampurkan tanah lapisan atas dengan lapisan bawah. Tanah dicangkul sedalam lebih kurang tiga puluh sentimeter sambil dibalik-balikkan.
Lajur tanah yang akan dibuat bedengan dipancang dengan bambu kecil pada kedua ujung lahan membujur dari barat ke timur. Pada bambu tersebut diikatkan seutas benang/tali berjarak satu jengkal dari permukaan tanah dan direntangkan pada bagian tengah tanah bedengan yang akan dibuat.
Data tersebut tergambar dalam CL 3, CL 4, CL 5, CW 6, serta didukung oleh gambar berikut:
Gambar 4.6 Pemberian Pancang dengan Bambu
Gambar 4.7 Pencangkulan Tanah Bedengan
Gambar 4.8 Tanah Bedengan yang selesai diolah
c. Penanaman Ubi Jalar
Bibit ubi jalar ditanam pada tanah bedengan yang telah dibuat setelah sebelumnya disimpan selama dua hari bibit stek batang siap untuk ditanam. Tunanetra menancapkan bambu kecil untuk membuat lobang pada tanah bedengan sebagai patokan untuk menandai lobang yang akan ditanami dengan lobang yang telah ditanami. Tangan kiri menancapkan bambu ditanah bedengan, tangan kanan memasukkan bibit stek batang satu persatu kedalam lobang dengan meraba bambu. Setiap lobang diisi satu bibit stek batang yang ditanam dengan posisi miring agar menghasilkan umbi dengan ukuran besar. Bibit ubi jalar ditanam secara zig-zag (selang-seling) dengan jarak antar bibit satu jengkal atau lebih kurang dua puluh sentimeter. Tergambar pada CL 6, CW 2, seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 4.9 Membuat lobang dengan bambu.
Gambar 4.10 Penanaman bibit Ubi jalar
d. Perawatan Ubi Jalar
Tanaman ubi jalar membutuhkan perawatan selama pertumbuhannya berupa penyulaman, penyiangan, penggemburan, pengairan, pengangkatan batang dan pemupukan.
1) Penyulaman
Peyulaman dilakukan ketika tanaman berumur tiga minggu, karena dalam tiga minggu tersebut sudah dapat dilihat pertumbuhannya, bibit tumbuh dengan baik atau tidak. Ketika ditemukan bibit yang mati atau pertumbuhannya jelek maka bibit tersebut segera diganti dengan bibit yang baru seperti tergambar pada CL 8 dan CW 4.
2) Penyiangan
Pada saat tanaman ubi jalar berumur tiga puluh hari atau satu bulan tunanetra melakukan penyiangan, sebab disekitar tanaman ubi jalar mulai ditumbuhi rumput-rumput liar yang mengganggu pertumbuhan tanaman. Penyiangan pertama segera dilakukan bersamaan dengan penyulaman dan penggemburan. Penyiangan kedua dilakukan dua minggu setelah penyiangan pertama dilakukan. Proses penyiangan dilakukan tergantung pertumbuhan rumput liar disekitar tanaman ubi jalar.
Tunanetra mencangkul bagian pinggir bedengan perlahan, salah satu kaki meraba pinggir bedengan kaki. Tangan kanan tunanetra cekatan mencabut rumput liar disekitar tanaman dan tangan kiri membenamkan rumput kedalam tanah. Hal ini dimaksudkan agar rumput-rumput tersebut secara tidak langsung menjadi pupuk kompos bagi tanaman ubi jalar. Data tersebut tergambar CL 9 dan CW 5.
3) Penggemburan
Tanah bedengan yang memadat digemburkan sekaligus bersama penyiangan dan sekaligus memperbaiki tanah bedengan yang longsor agar pertumbuhan umbi lebih optimal dan sempurna bentuknya. Penggemburan tanah bedengan dilakukan dengan menggunakan cangkul dan garpu, dengan cara dicangkulkan disekitar pokok batang tanaman ubi jalar secara hati-hati. Proses penggemburan dilakukan tunanetra sejalan dengan proses penyiangan, tergambar pada CL 10 dan CW 6.
4) Pengairan
Tanaman ubi jalar tidak terlalu membutuhkan sistem pengairan secara khusus karena kebutuhan air sangat tergantung dari stadium pertumbuhan tanaman ubi jalar. Tunanetra memanfaatkan air hujan secara alamiah dalam proses pengairan tanaman ubi jalar, sebagaimana tergambar pada CL 10 dan CW 6.
5) Pengangkatan batang/pembalikan batang
Pengangkatan atau pembalikan batang ubi jalar perlu dilakukan setelah tanaman ubi jalar berumur tiga puluh hari. Pengangkatan batang dimaksudkan agar akar yang tumbuh pada ruas batang putus dan tidak tumbuh lagi sehingga air dan zat hara tanamanpun akan tersalurkan ke umbi yang diinginkan, serta pembentukan umbi-umbi kecil dapat dihindari. Frekuensi pengangkatan batang yang dilakukan disesuaikan dengan kondisi lahan dan perkembangan tanaman. Selama satu musim tanam tunanetra melakukan pengangkatan batang sekali dalam dua minggu, dimulai saat tanaman berumur tiga puluh hari atau satu bulan. Data tersebut dapat dilihat pada CL 10 dan CW 6, serta didukung gambar dibawah ini.
Gambar 4.11 Setelah dilakukan Penyiangan dan pembalikan batang
6.) Pemupukan
Untuk memperoleh hasil panen yang produksinya tinggi maka diperlukan pemupukan tanaman ubi jalar secara tepat. Pemupukan tanaman ubi jalar oleh tunanetra dilaksanakan setelah tanaman berumur satu minggu dengan cara memasukkan pupuk kedalam lobang bibit ubi jalar yang telah ditanam pada tanah bedengan. Selama satu musim tanam tunanetra melakukan satu kali pemupukan. Jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk buah agar pertumbuhan umbi lebih optimal, sebagaimana tergambar pada CL 7 dan CW 3.
e. Pemanenan Ubi Jalar
Setelah tanaman berumur seratus hari atau tiga bulan tanaman ubi jalar siap untuk dipanen. Tunanetra menentukan tanaman ubi jalar telah bisa dipanen dengan memperhatikan ciri-ciri batang dan ciri-ciri daun tanaman. Batang tanaman saat dipatahkan tidak putus, daun sudah mengeras, daun pada bagian pangkal batang habis kecuali daun yang tersisa pada bagian ujung batang tanaman ubi jalar. Proses panen dilakukan dengan mencangkul bagian bawah tanaman secara hati-hati agar akar tanaman tidak putus dan umbi tertinggal didalam tanah. Tergambar pada CL 11 dan CW 7. Hasil panen tunanetra sebanyak empat karung, satu karung berisi lima puluh kilogram ubi jalar. Data diatas didukung oleh gambar dibawah ini.
Gambar 4.12 Proses Panen
Gambar 4.13 Hasil Panen Ubi Jalar
f. Pemasaran Ubi Jalar
Tanaman ubi jalar memiliki nilai ekonomis yang cukup memadai bagi tunanetra dan pengerjaannyapun tidak terlalu sulit. Pemasaran ubi jalar dilakukan tunanetra secara langsung tanpa melalui perantara. Sebelum panen dilakukan tunanetra menginformasikan kepada masyarakat bahwa ubi jalar miliknya akan segera dipanen. Pembeli yang berminat secara langsung membeli ubi jalar dari tunanetra. Dalam proses pemasaran ubi jalar tunanetra tidak mengalami kendala yang cukup berarti, sebagaimana tergambar pada CL 11 dan CW 7.
D. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan deskripsi data tentang keterampilan tunanetra dalam bercocoktanam ubi jalar diperoleh data untuk menjawab pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana tunanetra mempersiapkan bibit ubi jalar?
Penyediaan bibit tanaman ubi jalar diperoleh tunanetra dari petani ubi jalar lain yang hampir panen, pada usia tanaman dua setengah bulan. Jenis umbi yang ditanam sifatnya relatif sesuai jenis bibit yang tersedia. Tunanetra menggunakan bibit stek batang/stek pucuk yang berukuran satu jengkal orang dewasa lebih kurang dua puluh sentimeter. Bibit tersebut dikumpulkan dan disimpan selama dua hari ditempat teduh sebelum penanaman dilakukan.
Menurut Sarwono (2005:39) bibit stek ubi jalar yang baik panjangnya 20-25 cm dan memiliki 6-8 buku/ruas. Bagian ujung batang merupakan bibit stek terbaik. Stek diambil dari tanaman dari tanaman yang sudah berumur 2-3 bulan atau bibit dari potongan umbi yang telah bertunas.
Sejalan dengan pendapat tersebut Rahmat (1997:28) mengemukakan bahwa penyiapan bibit ubi jalar harus memiliki syarat sebagai berikut:
1) bibit berasal dari varietas atau klon unggul
2) bahan tanaman berumur dua bulan atau lebih
3) pertumbuhan tanaman yang akan diambil steknya dalam keadaan sehat, normal, tidak terlalu subur
4) ukuran panjang stek batang/stek pucuk 20-25 cm, ruas-ruasnya rapat, dan buku-bukunya tidak berakar
5) mengalami masa penyimpanan ditempat teduh selama satu sampai tujuh hari.
Berdasarkan pendapat diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa penyiapan bibit ubi jalar oleh tunanetra telah memenuhi syarat penyiapan bibit yang baik sesuai dengan kaedah penyiapan bibit yang baik.
2. Bagaimanakah tunanetra mengolah lahan yang akan ditanami ubi jalar?
Tunanetra mengolah tanah secara tradisional dengan menggunakan peralatan sederhana sabit dan cangkul. Gulma atau rumput-rumput liar disekitar lahan dibersihkan dengan menggunakan sabit. Pengerjaan tanah pada lahan dilakukan tunanetra dengan menggunakan cangkul. Tanah dicangkul sedalam lebih kurang tiga puluh senti meter sambil dibalik-balikkan.
Lajur tanah yang akan dibuat bedengan di pancang dengan bambu kecil pada kedua ujungnya. Pada bambu tersebut diikatkan seutas benang/tali berjarak satu jengkal dari permukaan tanah dan direntangkan pada bagian tengah tanah bedengan yang akan dibuat. Selanjutnya tanah dicangkul pada bagian ujung yang ditandai dengan bambu. Tanah hasil cangkulan di onggokkan dibawah tali yang terentang sehingga tanah tersebut berbentuk gundukan memanjang sejajar dengan tali. Gundukan tanah tersebut disebut bedengan atau guludan.
Penyiapan lahan yang baik menurut Rahmat (1997:30) dapat dilakukan dengan cara:
1) tanah diolah terlebih dahulu hingga gembur kemudian dibiarkan selama lebih kurang satu minggu
2) tanah langsung diolah bersamaan dengan pembuatan bedengan.
Menurut Sarwono (2005:34-35) cara mengolah lahan ubi jalar antara lain:
1) Bersihkan gulma dan rumput serta kerikil disekitar lahan.
2) Cangkul tanah sedalam dua puuh sampai tiga puluh sentii meter sambil dibalik-balikkan, kemudian dikering anginkan selama satu sampai dua minggu.
3) Olah tanah untuk kedua kalinya sambil membuat guludan dengan ukuran lebar dasar enam puluh senti meter, dan jarak antar guludan tujuh puluh sampai seratus senti meter.
4) Ratakan permukaan guludan hingga lahan siap ditanami.
Berdasarkan data yang telah diperoleh pengolahan lahan ubi jalar oleh tunanetra telah sesuai dengan teori pengolahan lahan yang dikemukakan oleh para ahli. Sesuai dengan hasil pengamatan yang telah dilaksanakan tunanetra terampil dan cekatan mencangkul tanah bedengan. Hasil cangkulan yang diperoleh tidak kalah dari orang awas dalam kerapian dan ketelitian kerja serta tidak mengalami kesulitan dalam pembuatan bedengan ubi jalar.
3. Bagaimanakah proses penanaman ubi jalar oleh tunanetra?
Proses penanaman ubi jalar oleh tunanetra diawali dengan menancapkan bambu kecil untuk membuat lobang pada tanah bedengan sebagai patokan untuk menandai lobang yang akan ditanami dengan lobang yang telah ditanami. Tangan kiri menancapkan bambu ditanah bedengan, tangan kanan memasukkan bibit stek batang satu persatu kedalam lobang dengan meraba bambu, lalu bagian atasnya ditutup kembali dengan tanah. Setiap lobang diisi satu bibit stek batang yang ditanam dengan posisi miring agar menghasilkan umbi dengan ukuran besar. Bibit ubi jalar ditanam secara zig-zag (selang-seling) dengan jarak antar bibit satu jengkal atau lebih kurang dua puluh sentimeter.
Sebagaimana dikemukakan Sarwono (2005:42) penanaman stek dengan posisi miring biasanya menghasilkan umbi berukuran besar, karena pertumbuhan akar produktifnya terkonsentrasi pada buku paling pangkal dan buku kesatu diatasnya. Sarwono juga mengemukakan jarak tanam ubi jalar yang memiliki tekstur tanah ringan ditanam dengan jarak 25-35 cm.
Berdasarkan data yang diperoleh penanaman bibit ubi jalar dengan posisi miring menghasilkan umbi berukuran besar dari pada penanaman yang dilakukan secara mendatar.
4. Bagaimana pola perawatan ubi jalar yang dilakukan oleh tunanetra?
Selama pertumbuhan tanaman, ubi jalar membutuhkan perawatan berupa penyulaman, penyiangan, penggemburan, pengairan, pengangkatan batang dan pemupukan.
a. Penyulaman
Menurut Sarwono (2005:43) penyulaman dilakukan sampai tanaman berumur tiga minggu. Penyulaman dilakukan ketika ada bibit yang mati atau pertumbuhannya jelek. Penyulaman perlu segera dilakukan agar pertumbuhan tanaman sulaman tidak jauh tertinggal dari tanaman sebelumnya.
Penyulaman tanaman ubi jalar oleh tunanetra dilakukan saat tanaman berumur tiga minggu agar pertumbuhan tanaman tidak jauh tertinggal dari tanaman sebelumnya. Bibit yang mati ditentukan tunanetra dengan cara meraba bibit pada tanah bedengan. Ketika ditemukan tanaman yang tidak ditumbuhi daun sama sekali, batangnya kecil dan kering tunanetra segera menggantinya dengan bibit baru yang sehat. Tunanetra tidak mengalami kendala dalam proses penyulaman ubi jalar.
b. Penyiangan
Penyiangan dilakukan ketika gulma sudah tumbuh. Penyiangan pertama dilakukan ketika tanaman berumur tiga minggu bersamaan dengan penyulaman dan penggemburan sekaligus memperbaiki tanah bedengan yang longsor atau jatuh. Setelah tanaman berumur enam minggu, pertumbuhan gulma masih banyak maka dilakukan penyiangan sekali lagi. Tunanetra dapat melaksanakan kegiatan penyiangan tanpa mengalami kendala.
c. Penggemburan
Pengemburan dapat dilakukan dengan cangkul atau garpu dengan cara dicangkulkan disekitar pokok batang tanaman ubi jalar (Sarwono, 2005:44). Tanah bedengan yang memadat digemburkan oleh tunanetra sekaligus bersamaan dengan penyiangan tanaman sambil memperbaiki tanah bedengan yang longsor agar pertumbuhan umbi lebih optimal dan sempurna bentuknya.
d. Pengairan
Pada hakekatnya ubi jalar tidak memerlukan banyak air sebab tanaman ubi jalar tidak tahan terhadap genangan air. Tanah yang becek atau memiliki drainase yang jelek mengakibatkan tanaman tumbuh kerdil, daun menguning, dan umbi busuk (Sarwono, 2005:45). Tunanetra memanfaatkan air hujan secara alamiah dalam proses pengairan tanaman ubi jalar.
e. Pengangkatan batang/ pembalikan batang
Terbentuknya umbi-umbi kecil dapat dihindari dengan cara melakukan pengangkatan batang. Dengan demikian akar yang tumbuh pada ruas-ruas batang tersebut putus sehingga tidak bisa tumbuh lagi. Air dan zat hara dari tanaman pun akan tersalurkan ke umbi yang diinginkan. Sarwono (2005:47) mengemukakan bahwa sebaiknya perlakuan pengangkatan batang dilakukan berdasarkan pengamatan adanya akar yang tumbuh pada ruas-ruas batang. Dengan demikian frekuensi pengangkatan batang yang dilakukan sesuai dengan kondisi lahan dan perkembangan tanaman.
f. Pemupukan
Dilahan tanam yang kondisinya subur ubi jalar tidak memerlukan pemupukan. Jika kesuburan lahan kurang perlakuan pemupukan dianjurkan agar diperoleh hasil panen dengan produksi tinggi. Pemupukan ubi jalar oleh tunanetra dilaksanakan setelah tanaman berumur satu minggu dengan cara memasukkan pupuk kedalam lobang bibit ubi jalar yang telah ditanam pada tanah bedengan. Jenis pupuk yang digunakan tunanetra adalah pupuk buah untuk merangsang pertumbuhan umbi yang lebih optimal.
5. Bagaimana proses pemanenan ubi jalar oleh tunanetra?
Hasil panen ubi jalar yang optimal ditentukan oleh umur tanaman dan kemampuan varietas untuk memberikan daya hasil yang tinggi. Oleh karena itu pengetahuan tentang umur panen perlu dimiliki. Panen yang terlambat maupun terlalu cepat akan berakibat buruk terhadap mutu umbi yang dihasilkan.
Sarwono (2005:61-62) mengemukakan bahwa panen ubi jalar yang ideal dimulai pada umur tiga bulan. Penundaan panen paling lambat sampai umur empat bulan. Panen yang dilakukan diatas umur optimal akan menurunkan kualitas dan kuantitas hasil. Panen yang dilakukan terlambat akan menurunkan kadar pati dan gula pada ubi tetapi meningkatkan kadar serat. Selain itu keterlambatan panen akan menyebabkan resiko terkena serangan hama boleng cukup tinggi dan tidak akan memberikan kenaikan hasil umbi.
Tunanetra memetik hasil panen sesuai dengan waktu tanaman ubi jalar harus dipungut hasilnya. Waktu yang tepat untuk pemungutan hasil tanaman ubi jalar adalah setelah tanaman berumur seratus hari atau tiga bulan. Tunanetra memanen ubi jalar dengan mencangkul pokok batang terlebih dahulu. Rumpun ubi jalar dicabut secara hati-hati dari dalam tanah agar tanaman tidak putus dan umbi dapat ditarik dengan mudah. Umbi dikumpulkan lalu dimasukkan kedalam karung plastik.
6. Bagaimana tunanetra memasarkan ubi jalar?
Kegiatan pemasaran menurut Sarwono (2005:73) merupakan usaha pendistribusian dari produsen ketangan konsumen. Produksi tidak akan berarti bila tidak disertai pemasaran. Produk tersebut akan tetap melimpah akibat tidak terjual dengan lancar. Untuk menunjang hal tersebut perlu perencanaan pemasaran yang tepat.
Pemasaran ubi jalar dilakukan tunanetra secara langsung tanpa melalui perantara. Setelah sebelumnya tunanetra menginformasikan kepada masyarakat bahwa ubi jalar miliknya akan segera dipanen. Pembeli yang berminat secara langsung membeli ubi jalar sewaktu tanaman sedang dipanen. Dalam proses pemasaran ubi jalar tunanetra tidak mengalami kendala yang cukup berarti.
Kegiatan pertanian ubi jalar di mulai dari persiapan bibit hingga pemasaran, hal ini tidak terlepas dari peranan Orientasi dan Mobilitas karena dengan adanya Orientasi dan Mobilitas akan memudahkan tunanetra bergerak secara efisien terhadap sasaran atau objek yang dikehendaki. Makin mampu dan sering seseorang melakukan Mobilitas dan memasuki lingkungan fisik maupun sosialnya maka akan banyak di peroleh pengalaman sehingga tunanetra akan lebih tepat dalam menafsir situasi lingkungan
. Kemampuan gerak yang terarah serta Mobilitas yang mandiri memungkinkan tunanetra dapat berbuat sesuatu dengan mandiri, sebagai salah satu upaya pemenuhan kebutuhan.. kebutuhan tunanetra sebagai manusia tidak berbeda dengan kebutuhan manusia lainnya, perbedaannya terletak pada cara pemenuhan kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi kebutuhannya, tunanetra memerlukan Orientasi dan Mobilitas karena orientasi dan Mobilitas merupakan kebutuhan dasar dan mendasari terpenuhinya kebutuhan tunanetra (Yosfan dan Jon ,2004:20).
Orientasi menurut Irham ( ------ :14) merupakan proses penggunaan indera yang masih berfungsi untuk menetapkan posisi dirinya dengan objek lain dalam lingkungannya, sedangkan mobilitas adalah bagaimana ia dapat melakukan gerak dan berpindah dari paosisi dirinya semula ke posisi objek yang di kehendaki dengan selamat.
Orientasi banyak berhubungan dengan mental dan Mobilitas berhubungan dengan fisik, sehingga orientasi dan Mobilitas harus terintegrasi didalam suatu kesatuan karena keduanya berjalan sepempak dan terpadu menuju satu tujuan.
Dalam kegiatan bercocok tanam ubi jalar ada beberapa hall yang perlu di kuasai oleh tunanetra yakni berkaitan dengan ukuran, bentuk dan posisi. Dengan meraba suatu objek tunanetra dapat mengetahui besar atau ukuran suatu benda. Dalam mengukur tunanetra menggunakan ukuran yang standar yaitu anggota badan sebagai alat ukurannya (langkah, depa, jengkal). Untuk menentukan bentuk benda tunanetra melakukan dua cara yaitu diraba secara keseluruhan dan diraba bagian perbagian untuk membentuk keseluruhan objek.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemenuhan kebutuhan akan pekerjaan diwujudkan tunanetra dengan menekuni keterampilan bertani ubi jalar. Ubi jalar menjadi pilihan tunanetra disebabkan karena jangka waktu panen tanaman yang relatif singkat, beresiko kecil, serta dapat memberikan keuntungan secara ekonomis yang cukup memadai bagi tunanetra karena proses budidayanya yang tidak terlalu rumit.
Kegiatan bercocoktanam ubi jalar bagi tunanetra dapat dilaksanakan secara mandiri dimulai dari tahap persiapan. Tunanetra mempersiapkan bibit yang akan ditanam dengan menyimpannya ditempat teduh selama dua hari, bibit diambil pada usia tanaman dua setengah bulan. Persiapan lahan yang akan dijadikan media tanam ubi jalar dimulai dengan pembuatan bedengan. Tunanetra menanam bibit yang telah dipersiapkan pada tanah bedengan secara selang-seling dengan jarak satu jengkal. Setelah bibit mulai tumbuh tunanetra melakukan penyulaman tanaman diiringi dengan penyiangan gulma dan pemupukan, selanjutnya dilakukan penggemburan tanah bedengan sekaligus melakukan pengangkatan batang atau pembalikan tanaman. Saat tanaman telah mencapai usia tiga bulan tunanetra memanen ubi jalar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan bercocok tanam ubi jalar bagi tunanetra dapat dilaksanakan secara mandiri dimulai dari tahap persiapan (penyiapan bibit, lahan, maupun peralatan), tahap pelaksanaan kegiatan bercocok tanam ubi jalar mencakup penanaman dan perawatan (penyulaman, penyiangan, penggemburan, pengairan, pengangkatan batang dan pemupukan), hingga masa panen tanaman (menentukan umur panen dan proses pemanenan ubi jalar), serta kegiatan pemasaran ubi jalar oleh tunanetra. Sesuai dengan hasil penelitian tersebut diperoleh gambaran bahwa tunanetra memiliki kemampuan yang sama dengan orang awas dalam bercocok tanam ubi jalar. Dukungan positif yang diberikan kepada penyandang tunanetra di lingkungan masyarakat sangat membantu tunanetra dalam mengaktualisasikan dan mengekspresikan segala potensi yang dimiliki tunanetra.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan dapat diperoleh suatu kesimpulan sebagaimana telah diuraikan di atas, untuk itu peneliti mengajukan beberapa saran yang mungkin bermanfaat bagi berbagai pihak.
1. Pemerintah Nagari Sungai Kamuyang
a. Agar dapat memberikan kesempatan dan peluang kepada anggota masyarakat yang berpotensi khususnya tunanetra untuk mengembangkan potensinya tersebut sesuai dengan bakat dan minatnya.
b. Memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang dapat memotivasi anggota masyarakat untuk aktif mengoptimalkan bakat dan minatnya di bidang kesenian, keterampilan dan sebagainya.
c. Mengupayakan program-program pelatihan dan penyuluhan secara intensif terhadap masyarakat Sungai Kamuyang yang mayoritas berprofesi sebagai petani.
d. Memberikan bantuan alat-alat pertanian bagi petani kecil dan menengah.
2. Tenaga Pendidik ABK
a. Agar dapat memberikan bimbingan secara intensif bagi penyandang tunanetra dalam menggali potensi yang dimilikinya serta menyalurkan berbagai potensi tunanetra sesuai dengan bakat dan minatnya.
b. Memberikan program-program keterampilan lainnya bagi tunanetra selain massage, misalnya keterampilan bercocok tanam, keterampilan memainkan alat musik, seni baca Al Qur’an, dan sebagainya.
3. Penyandang Tunanetra
Agar dapat mengasah segala potensi tunanetra secara optimal dan tidak setengah-setengah dalam mengaplikasikan bakat dan minat yang dimiliki tunanetra.
4. Masyarakat
Memberikan kesempatan bagi tunanetra dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan memperlakukan tunanetra sejajar dengan orang awas ditengah pergaulan masyarakat.
5. Peneliti Lanjut
a. Mengadakan penelitian terhadap masalah yang sama sehingga diperoleh validitas, dan objektifitasnya.
b. Mengadakan penelitian terhadap kemampuan tunanetra dalam keterampilan lainnya seperti kesenian, keretampilan tangan, ataupun seni baca Al Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahmat Fathoni. 2006. Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi. Jakarta:Rineka Cipta.
B.Sarwono. 2005. Ubi Jalar. Jakarta: Penebar Swadaya.
Burhan Bungin. 2005. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Djaja Rahardja. 2006. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. CRICED
Hoetomo. 2005. Kamus Bahasa Indonesia. Surabaya: Mitra Pelajar
Indrawan WS. 2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jombang: Lintas Media.
Irham Hosni.__________.Buku Ajar Orientasi dan Mobilitas. Depdikbud: Dirjen Dikti
Juang Sunanto. 2005. Mengembangkan Potensi Anak Berkelainan Penglihatan. Jakarta: Depdiknas.
Ken Suratiyah. 2006. Ilmu Usaha Tani. Jakarta: Penebar Swadaya
Munawir Yusuf. 1998. Pendidikan Tunanetra Dewasa dan Pembinaan Karir. Depdikbud: Dirjen Dikti.
Nasution. 2006. Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara
Poerwadarminta. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Purwaka Hadi. 2005. Kemandirian Tunanetra. Jakarta: Depdiknas
Rahmat Rukmana. 1997. Ubi Jalar Budidaya dan Pasca Panen. Yogyakarta: Kanisius
Robert K. Yin. 2004. Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta. RajaGrafindo Persada.
Sanafiah Faisal. 1993. Penelitian Kualitatif. Malang: Universitas Brawijaya.
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. 2000. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
Suharsimi Arikunto. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Sumadi Suryabrata. 2000. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Sutjihati Somantri. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT Refika Aditama
Totok Hartoyo. 2004. Ubi Jalar. Jakarta: Penebar Swadaya.
Tim Penyusunan PS. 1997. Kamus Pertanian Umum. Jakarta: Tim PS
Yosfan Azwandi dan Jon Efendi. 2004. Orientasi dan Mobilitas. UNP; Tidak Diterbitkan
Lampiran 1
KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN
KETERAMPILAN TUNANETRA DALAM BERCOCOKTANAM UBI JALAR
Variabel Sub Variabel Indikator Deskriptor Instrumen Ket
Observasi Wawancara Dokumentasi
Keterampilan a. Pemilihan 1. Persiapan 1. Bibit √ √
tunanetra Bibit
dalam
bercocok 2. Pelaksanaan 2. Ukuran Bibit √ √
tanam 3. Umur Tanaman √ √
ubi jalar
b. Pengolahan 3. Persiapan 4. Lahan √ √
Lahan 5. Alat √ √
4. Pelaksanaan 6. Membersihkan Gulma √ √ √
7. Pembuatan Bedengan √ √ √
c. Penanaman 5. Pelaksanaan 8. Cara Penanaman √ √ √
9. Ukuran Tanaman √ √
10. Waktu Tanam √ √
11. Posisi Tanam √ √ √
12. Jarak Tanam √ √ √
d. Perawatan 6. Pelaksanaan 13. Penyulaman √ √ √
14. Penyiangan √ √ √
15. Penggemburan √ √ √
16. Pengairan √ √
17. Pengangkatan Batang √ √ √
18. Pemupukan √ √
e. Pemanenan 7. Persiapan 19. Ciri Daun √ √
20. Ciri Batang √ √
21. Umur Panen. √ √
8. Pelaksanaan 22. Cara Panen √ √ √
f. Pemasaran 9. Pelaksanaan 23. Langsung √ √
Lampiran 2
INSTRUMEN PENELITIAN
KETERAMPILAN TUNANETRA DALAM BERCOCOK TANAM
PEDOMAN OBSERVASI
No Indikator Observasi Deskriptor Keterangan
a. Pemilihan a. Persiapan
Bibit 1 Bibit
b. Pelaksanaan
2. Ukuran Bibit
3. Umur Tanaman
b. Pengolahan c. Persiapan
Lahan 4. Lahan
5. Alat
d. Pelaksanaan
6. Membersihkan Gulma
7. Pembuatan bedengan
c. Penanaman e. Pelaksanaan
8. Cara Penanaman
9. Ukuran Tanaman
10. Waktu Tanam
11. Posisi Tanam
12. Jarak Tanam
d. Perawatan f. Pelaksanaan
13. Penyulaman
14. Penyiangan
15. Penggemburan
16. Pengairan
17. Pengangkatan Batang
18. Pemupukan
e. Pemanenan g. Persiapan
19. Ciri Daun
20. Ciri Batang
21. Umur Panen.
h. Pelaksanaan
22. Cara Panen
f. Pemasaran i. Pelaksanaan
23. Langsung
Lampiran 3
INSTRUMEN PENELITIAN
KETERAMPILAN TUNANETRA DALAM BERCOCOKTANAM UBI JALAR
PEDOMAN WAWANCARA
Variabel Indikator Pertanyaan Wawancara
a. Pemilihan a. Persiapan
Bibit 1 Bibit 1. Darimana bibit ubi jalar
2. Alat diperoleh ?
2. Bibit mana yang digunakan, stek
atau umbi ?
3. Apakah dibutuhkan peralatan
khusus dalam penyiapan bibit ?
b. Pelaksanaan
3. Ukuran Bibit 4. Bagaimana menentukan ukuran
4. Umur Tanaman bibit yang akan ditanam ?
5. Kapan tanaman dapat diambil
bibit stek batang / stek pucuk ?
b. Pengolahan c. Persiapan
Lahan 5. Lahan 6. Bagaimana cara membuat
bedengan ?
d. Pelaksanaan
6. Membersihkan gulma 7. Kesulitan yang dihadapi dalam
membuat bedengan ?
7. Pembuatan bedengan 8. Peralatan yang digunakan dalam
mengolah tanah bedengan ?
c. Penanaman e. Pelaksanaan
8. Cara Penanaman 9. Bagaimana cara menanam bibit
ubi jalar ?
9. Ukuran Tanaman 10. Berapa ukuran bibit yang akan
ditanam ?
10. Waktu Tanam 11. Kapan waktu yang tepat untuk
menanam bibit ?
11. Posisi Tanam 12. Bagaimana posisi tanam
yang baik ?
12. Jarak Tanam 13. Bagaimana menentukan jarak
tanam antar bibit ?
14. Peralatan apa saja yang digu-
nakan dalam proses penanaman?
15. Apakah ada kesulitan saat
menanam ?
f. Pelaksanaan 16. Bagaimana pola perawatan
13. Penyulaman tanaman ubi jalar ?
17. Kapan penyulaman tanaman
dilakukan ?
18. Bagaimana menentukan
tanaman yang mati ?
19. Adakah kendala sewaktu
penyulaman tanaman ?
14. Penyiangan 20. Berapa kali penyiangan
dilakukan ?
21. Kapan penyiangan dilakukan ?
22. Adakah kendala saat melakukan
penyiangan ?
23. Peralatan apa yang dibutuhkan
saat penyiangan ?
15. Penggemburan 24. Mengapa penggemburan perlu
dilakukan ?
25. Kapan penggemburan
dilaksanakan ?
26. Peralatan apa yang dibutuhkan
untuk menggemburkan tanah
bedengan ?
27. Adakah kendala saat
menggemburkan tanah ?
16. Pengairan 28. Bagaimana proses pengairan
tanaman ubi jalar ?
17. Pengangkatan Batang 29. Apa fungsi pengangkatan batang ?
30. Kapan dilakukan pengangkatan
batang ?
31. Berapa kali dilakukan pengang-
katan batang ?
32. Apakah ada kendala dalam
pengangkatan batang ?
18. Pemupukan 33. Kapan pemupukan dilakukan ?
34. Jenis pupuk apa yang digunakan ?
35. Berapa dosis yang digunakan ?
36. Berapa kali dilakukan pemupukan ?
37. Adakah pupuk tambahan yang
digunakan ?
38. Apakah terdapat kesulitan dalam
pemupukan ?
e. Pemanenan g. Persiapan
19. Ciri Daun 39. Umur berapa tanaman bisa
20. Ciri Batang dipanen ?
21 Umur Panen. 40. Bagaimana menentukan tanaman
h. Pelaksanaan siap untuk dipanen ?
22. Cara Panen 41. Bagaimana cara memanen
ubi jalar ?
42. Peralatan apa yang digunakan
untuk memanen ?
43. Kendala apa yang dihadapi
saat panen ?
f. Pemasaran i. Pelaksanaan
23. Langsung 44. Bagaimana cara memasarkan
ubi jalar ?
45. Adakah kendala dalam pemasaran
ubi jalar ?
MATRIKS TRIANGULASI
KETERAMPILAN TUNANETRA DALAM BERCOCOKTANAM UBI JALAR
Variabel Indikator Teknik Triangulasi
Catatan Lapangan Catatan Wawancara Dokumentasi Foto
a. Pemilihan bibit
b. Pengolahan lahan
c. Penanaman
d. Perawatan
e. Pemanenan
f. Pemasaran 1. Persiapan bibit
2. Ukuran bibit
3. Umur tanaman
4. Persiapan lahan
5. Persiapan alat
6. Pembuatan bedengan
7. Cara penanaman
8. Ukuran tanaman
9. Waktu tanam
10. Posisi tanam
11. Jarak tanam
12. Penyulaman
13. Penyiangan
14. Penggemburan
15. Pengairan
16. Pengangkatan batang
17. Pemupukan
18. Ciri daun
19. Ciri batang
20. Umur panen
21. Cara panen
22. Langsung CL 6
CL 6
CL 6
CL 3, CL 4, CL 5
CL 3, CL 4, CL 5
CL 6
CL 6
CL 6
CL 6
CL 6
CL 8
CL 9
CL 10
CL 10
CL 10
CL 7
CL 11
CL 11
CL 11
CL 11
CL 11 CW 2
CW 2
CW 1
CW 2
CW 2
CW 2
CW 2
CW 4
CW 5
CW 6
CW 6
CW 6
CW 3
CW 7
CW 7
CW 7
CW 7
CW 7 Gambar 4.4 Gambar 4.9 dan gambar 4.10
Gambar 4.5, 4.6, 4.7, 4.8
Gambar 4.9, gambar 4.10
Gambar 4.9 dan 4.10
Gambar 4.9 dan gambar 4.10
Gambar 4.11
Gambar 4.11
Gambar 4.11
Gambar 4.12 dan gambar 4.13
g. AM 1.
Lampiran 5
MATRIKS WAWANCARA
KETERAMPILAN TUNANETRA DALAM BERCOCOKTANAM UBI JALAR
No Pemilihan Bibit Responden
1. a. Bibit diperoleh dari petani lain sewaktu tanaman ubi jalar hampir dipanen atau saat tanaman sedang dipanen.
b. Bibit yang baik ditentukan melalui informasi tentang jenis umbi yang ditanam oleh petani lain. Melalui pengamatan dengan menggunakan perabaan tunanetra bisa menentukan bibit ubi jalar yang baik adalah yang berdaun lebar dan cabang besar.
c. Bibit yang digunakan/ditanam adalah bibit stek batang/stek pucuk.
d. Tidak dibutuhkan peralatan khusus dalam penyiapan bibit, sebab bibit stek batang/stek pucuk bisa langsung dipatahkan bagian ujungnya dengan tangan.
e. Ukuran bibit yang akan ditanam adalah satu jengkal orang dewasa atau lebih kurang dua puluh sentimeter.
f. Bibit stek batang/stek pucuk tanaman ubi jalar diambil saat tanaman hampir dipanen (berumur dua setengah bulan). Tunanetra
Tanggal : Minggu, 18 November 2007
2. Pengolahan Lahan Responden
a. Proses pembuatan bedengan dimulai dengan mencangkul tanah dari arah barat ketimur. Lahan yang akan dijadikan bedengan lebarnya satu langkah orang dewasa (lebih kurang setengah depa). Pada bagian tengah tanah yang akan dibuat bedengan ditancapkan dua bambu kecil yang telah diikat tali untuk membuat lajur bedengan yang lurus.
b. Tunanetra tidak mengalami kesulitan dalam pembuatan bedengan.
c. Peralatan yang digunakan dalam mengolah tanah bedengan adalah cangkul, tali dan bambu kecil. Tunanetra
Tanggal: Senin, 19 November 2007
3. Penanaman Responden
a. Bibit ditanam pada tanah bedengan setelah sebelumnya dibuat lobang kecil dengan menggunakan bambu yang ditancapkan, tiap lobang ditanam satu bibit stek batang/stek pucuk.
b. Bibit ubi jalar yang akan ditanam berukuran satu jengkal atau lebih kurang tiga puluh sentimeter. Sepertiga bibit bagian bawah dimasukan kedalam lobang kemudian ditutup dengan tanah pada bagian atas lobang tersebut.
c. Waktu yang tepat untuk menanam bibit ubi jalar dilakukan pada pagi hari, karena kemungkinan untuk tumbuhnya lebih besar.
d. Posisi tanam yang baik dilakukan dengan cara miring. Sepertiga bagian bibit yang dimasukan kedalam lobang diletakkan secara miring untuk menghasilkan umbi berukuran besar.
e. Jarak penanaman antar bibit diukur satu jengkal dan ditanam secara zig-zag (selang- seling), tujuannya agar lebih banyak bibit yang dapat ditanam pada lajur tanah bedengan.
f. Dalam proses penanaman peralatan yang digunakan adalah bambu kecil untuk membuat lobang pada tanah bedengan.
g. Tunanetra tidak mengalami kesulitan dalam proses penanaman ubi jalar. Tunanetra
Tanggal : Selasa, 20 November 2007
4. Perawatan Responden
a. Pola perawatan ubi jalar meliputi penyulaman, penyiangan, penggemburan, pengairan, pengangkatan batang dan pemupukan.
b. Penyulaman dilakukan saat tanaman berumur dua minggu ketika ditemukan bibit yang mati atau pertumbuhannya jelek.
c. Tunanetra menentukan bibit yang mati dengan meraba bibit pada tanah bedengan, apabila ditemukan tanaman tidak ditumbuhi daun sama sekali, batangnya kecil dan kering maka tanaman tersebut segera diganti dengan bibit baru.
d. Tunanetra tidak megalami kendala sewaktu penyulaman ubi jalar dilakukan. Tunanetra
Tanggal : Rabu, 5 Desember 2007
5. Penyiangan Responden
a. Selama satu musim tanam tanaman ubi jalar dilakukan dua kali penyiangan.
b. Penyiangan dilakukan apabila tanah bedengan ditumbuhi gulma/rumput liar. Penyiangan pertama dilakukan saat tanaman berumur tiga puluh hari atau satu bulan. Penyiangan kedua dilakukan saat tanaman berumur enam puluh hari atau dua bulan.
c. Tunanetra tidak megalami kendala dalam melakukan penyiangan.
d. Tunanetra menggunakan cangkul untuk menyiangi tanaman ubi jalar. Tunanetra
Tanggal : Selasa, 18 Desember 2007
6. Penggemburan Responden
a. Penggemburan dilakukan dengan tujuan agar pertumbuhan umbi lebih optimal dan sempurna bentuknya.
b. Penggemburan tanaman ubi jalar dilakukan sejalan dengan proses penyiangan, yaitu saat tanaman berumur tiga puluh hari atau satu bulan dan ketika tanaman berumur enam puluh hari atau dua bulan.
c. Untuk menggemburkan tanah bedengan yang memadat atau longsor digunakan cangkul dan garpu.
d. Tunanetra tidak mengalami kendala dalam proses penggemburan. Tunanetra
Tanggal : Selasa, 18 Desember 2007
7. Pengairan Responden
Dalam proses pengairan tanaman ubi jalar tunanetra memanfaatkan air hujan secara alamiah untuk pengairan. Tunanetra
Tanggal : Selasa, 18 Desember 2007
8. Pengangkatan Batang Responden
a. Pengangkatan batang/pembalikan tanaman dimaksudkan supaya akar yang tumbuh pada ruas-ruas batang putus dan tidak tumbuh lagi, maka air dan zat hara tanaman akan tersalurkan pada umbi yang diinginkan serta pembentukan umbi-umbi kecil dapat dihindari.
b. Pengangkatan atau pembalikan batang umbi jalar dilakukan setelah tanaman berumur tiga puluh hari atau satu bulan.
c. Selama satu musim tanam dilakukan empat kali pengangkatan atau pembalikan batang umbi jalar.
d. Tunanetra tidak mengalami kendala dalam pengangkatan batang. Tunanetra
Tanggal : Senin,14 Januari 2008
9. Pemupukan Responden
a. Pemupukan dilakukan setelah tanaman ubi jalar berumur satu minggu.
b. Jenis pupuk yang digunakan untuk tanaman ubi jalar adalah pupuk buah agar umbi yang dihasilkan berukuran besar.
c. Dosis yang digunakan dalam pemupukan tanaman lebih kurang setengah ember ukuran sedang.
d. Dilakukan satu kali pemupukan selama satu musim tanam.
e. Tunanetra tidak menggunakan pupuk lain sebagai tambahan dalam proses pemupukan.
f. Tunanetra tidak mengalami kesulitan dalam proses pemupukan tanaman ubi jalar. Tunanetra
Tanggal : Selasa, 27 November 2007
10. Pemanenan Responden
a. Tanaman ubi jalar sudah siap untuk dipanen atau dibongkar setelah mencapai umur seratus hari atau tiga bulan.
b. Untuk menentukan tanaman sudah bisa untuk dipanen dengan cara memperhatikan ciri daun dan ciri batang tanaman ubi jalar. Saat dipatahkan batang tidak putus, daunnya sudah keras, daun pada bagian pangkal tanaman habis kecuali daun yang tersisa pada bagian ujung batang.
c. Proses panen ubi jalar oleh tunanetra dengan mencangkul tanah secara hati-hati dan menggunakan kaki untuk meraba tanaman. Setelah lahan selesai dicangkul tunanetra mengumpulkan umbi yang telah diperoleh.
d. Tunanetra menggunakan cangkul dalam proses pemanenan ubi jalar.
e. Tunanetra tidak mengalami kendala dalam proses panen. Tunanetra
Tanggal : Minggu, 12 Februari 2008
11. Pemasaran Responden
a. Tunanetra memasarkan ubi jalar dengan cara menginformasikan kepada masyarakat bahwa tanaman ubi jalar telah dipanen. Pembeli yang berminat langsung datang menemui tunanetra untuk membeli ubi jalar yang telah dipanen.
b. Tunanetra tidak mengalami kendala dalam proses pemasaran. Tunanetra
Tanggal : Minggu, 12 Februari 2008
Lampiran 6
Catatan Wawancara (CW 1)
Hari/ Tanggal : Senin,19 November 2007
Pukul : 10.15 WIB
Tempat : Lahan Pertanian Ubi jalar
Informan : Tunanetra
No Peneliti Responden Terjemahan
Peneliti Responden
1
2
3
4
5
6 Ba a caro Wak Aman mambuek bumbunan, bisa di caritoan
ndakWak?
Ado ndak kasulitan katiko mamangkua tanah Wak?
Tu ba a caro Wak Aman manontuun tana bumbunan nan
kabapangkua?
Bokha lowe bumbunan nan Uwak pakikhoan tu?
Ba a Wak Aman manontuun lukhu atau indak a bumbunan?
Dima kasulitan nan Uwak adok i katiko mambuek
bumbunan ko? Bontuak itu se nyo Sa. Mulo-mulo di cucuak an kayu ketek di ujuang- ujuang tana nan ka bajodiin bumbunan. Di kayu do ba kobek en tali dolu. Suda itu bokhu ba pangkuo le.
Kok kasulitan lai ndak ado do. Agak lamo se nyo mangakhojoannyo
Di kikho-kikho se nyo jo kaki.
Salangkah godang.
Jo bonang. Mako o sabolun mulai ma mangkua di kobek en
bonang ka kayu ketek nan ba cucuak an di ujuang bumbunan cako.
Paya a yo lai ndak ado do, solosainyo se yang lamonyo. Bagaimana cara Wak Aman dalam membuat bedengan, bisa diceritakan Wak?
Adakah kesulitan saat mencangkul tanah Wak?
Lalu bagaimana cara Wak Aman menentukan tanah bedengan yang akan dicangkul?
Berapa lebar bedengan yang Uwak perkirakan?
Bagaimana Wak Aman menentukan lurus atau tidaknya bedengan?
Adakah kesulitan yang Uwak hadapi dalam pembuatan bedengan ini? Seperti itu saja. Pertama ditancapkan kayu kecil di ujung-ujung tanah yang aka dijadikan bedengan. Pada kayu tersebut diikatkan dengan tali terlebih dahulu. Setelah itu barulah tanah di cangkul.
Tidak ada kesulitan saat mencangkul. Waktu pengerjaannya saja yang agak lama.
Diperkirakan dengan menggunakan kaki.
Satu langkah lebar.
Dengan benang. Sebelum pencangkulan dimulai diikat dengan benang pada kayu kecil yang akan ditancapkan pada ujung tanah bedengan.
Kesulitannya tidak ada, hanya proses pengerjaannya saja yang membutuhkan waktu lama.
Catatan Wawancara (CW 2)
Hari/ Tanggal :Rabu, 21 November 2007
Pukul : 11.05 WIB
Tempat : Lahan Pertanian Ubi jalar
Informan : Tunanetra
No Peneliti Responden Terjemahan
Peneliti Responden
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Biasonyo Wak Aman mananam ubi joloa ko jo stek batang atau
cimpagonyo?
Ba a tu? Lai ado Wak Aman mancuboan mananam cimpagonyo?
Tampang ubi nan ka Wak Aman tanam ni ko dakhi ma?
Batontuun pulo jenis tampang nan ka Wak tanam tu? Apo namo
tampang ubi joloa nan kini ko?
Kalau manontuun tampang nan khancak do ba a dek Wak Aman
coro o?
Kalau manukhuk Wak Aman bontuak a tampang ubi joloa nan
khancak?
Olo’ nan Wak Aman pakai untuak manyiok on tampang apo se?
Bokha ukuran tampang nan ka ditanam Wak?
Bagian noma nan paliang khancak?
Ba a caro mananam tampang ubi joloa ko, bisa di jaleen ndak
Wak?
Bilo Wak mangakhojoan pananaman tampang, apo ado pulo
ukotu khusus untuak mananam?
Kalau ma atur jakhak tanam o ba a caro o dek Wak Aman?
Bokha jumlah tampang nan Wak Aman paroluun untuak
pananaman? Batang o biaso o.
Batang do se biaso o nyo Sa. Kalau batang o kan lai mukhah
mancakhinyo. Tapi kalau cimpagonyo tu lamo pulo dolu bokhu bisa ka ditanam.
Bamintak senyo ka ukhang. Kabotulan lai sodang batanam ubi
Joloa pulo kini. Ubi e lah ampia dibungkoa le, mako o bamintak se ka ukhang tu tampang ubi joloa ko.
Indak batontuun do. Tampang nan ka batanam kini tagantuang
tampang nan ado se nyo. Tampang nan kabatanam kini ko namo o ubi jawa.
Nan biaso o langsuang diagiah tau dek ukhang boke mamintak
tampang tu kalau tampang khancak, tu hasie e banyak.
Kalau lowe-lowe daun o, suda itu godang cabang o, tu khancak
biaso o.
Ndak ado do. Jo tangan se biaso o ma ambiak tampang o, ba
pataan se, kalau paya ma ambiek e bokhu jo pisau le.
Kikho-kikho sajongkoa.
Nan pliang ujuang, tu nan paliang khancak.
Mananam tampang o ndak paya bonoa do Sa. Bumbunan do
dilubangi jo kayu kenek dolu, sudaitu mosuk un tampang ubi kadalam lubang, di mikhiangan saketek. Tu bokhu lubang nan ba isi tampang ditimbun jo tanah di ate e.
Ndak ado ukotu khusus o do, biaso o kalau mananam ko yo di
pagi akhi.
Pakai tangan se nyo, baukua kikho-khikho sajongkoa.
Sakhibu batang.
Biasanya Wak Aman menanam ubi jalar ini menggunakan stek batang atau biji?
Kenapa? Pernahkah Wak Aman mencoba menanam bijinya?
Bibit yang akan Wak Aman tanam diperoleh dari mana?
Apakah jenis bibit yang akan Wak Aman tanam dikhususkan? Apa nama bibit ubi jalar yang aka ditanam saat ini?
Bagaimana cara Wak Aman menentukan bibit yang baik?
Menurut Wak Aman seperti apa bibit ubi jalar yang baik?
Peralatan apa saja yang Wak Aman pergunaan untukmempersiapkan bibit?
Berapa ukuran bibit yang akan ditanam Wak?
Bagian mana yang paling baik?
Bagaimana proses penanaman bibit ini, bisa dijelaskan Wak?
Kapan penanaman bibit ini dilakukan, apakah ada waktu khusus?
Bagaimana cara Wak Aman megatur jarak tanam?
Berapa jumlah bibit yang Wak Aman butuhkan dalam penanaman? Biasanya menggunakan batang.
Biasanya hanya menggunakan batang saja Sa. Karena batangnya lebih mudah dicari. Tapi jika menggunakan biji membutuhkan waktu lama untuk bisa ditanam.
Diminta dari orang lain yang kebetulan menanam ubi jalar. Karena orang tersebut sudah hampir panen, makanya bibit diminta dari orang tersebut.
Tidak ditentukan. Bibit yaang saat ini akan ditanam tergantung bibit yang tersedia.
Biasanya langsung diberitahu oleh pemilik bibit jika bibit baik dan hasilnya banyak.
Jika daunnya lebar-lebar, cabangnya besar, biasanya bagus.
Tidak ada. Bibit diambil menggunakan tangan, dipatahkan saja, jika masih sulit diambil barulah digunakan pisau.
Lebih kurang datu jengkal.
Bagian paling ujung itulah yang terbaik.
Menanam bibit tidak sulit Sa. Bedengan dilobangi dengan kayu kecil, setelah itu bibit dimasukkan kedalam lobang, sedikit dimiringkan. Setelah itu lobang yang telah diisi bibit ditutup bagian atasnya dengan menggunakan tanah.
Tidak ada waktu khusus, biasanya proses penanaman dilakukan pagi hari.
Menggunakan tangan saja, diukur lebih kurang satu jengkal.
Seribu batang.
Catatan Wawancara (CW 3)
Hari/ Tanggal : Selasa 27 November 2007
Pukul : 09.00 WIB
Tempat : Lahan Pertanian Ubi jalar
Informan : Tunanetra
No Peneliti Responden Terjemahan
Peneliti Responden
1
2
3
4
5
6
7
Pupuak a ko Wak?
Iko nan ka diagiahan untuk ubi joloa Wak?
Bokha banyak a nan ka diagia an untuak ubi sapikhiang ?
Umua bokha ubi joloa ko Wak Aman pupuak?
Bokha kali pamupukan ubi ko salamo sakali musim tanam?
Ado ndak tambahan pupuak lain Wak?
Ado kasulitan ndak katiko Wak Aman mamupuak ubi joloa? Pupuak buah
Iyo. Supayo isi i godang-godang mako o di agia pupuak buah
Iko dek lahannyo ndak talalu lowe do, pupuak sabanyak iko la
cukuk ma (lebih kurang setengah ember ukuran sedang), malah balobia biaso o ko mah Sa.
Kalau ubi la baumua sapokan.
Sakali ko se nyo.
Indak ado do.
Indak. Ini pupuk apa Wak ?
Apakah pupuk ini yang diberikan pada tanaman ubi jalar Wak ?
Berapa banyak pupuk untuk satu lahan ubi jalar ?
Umur berapa tanaman ubi jalar Wak Aman pupuk ?
Berapa kali dilakukan pemupukan ubi jalar selama satu musim tanam ?
Adakah tambahan pupuk lain Wak ?
Adakah kesulitan yang Wak Aman hadapi saat melakukan penutupan ubi jalar ? Pupuk buah.
Iya. Supaya isi menhadi besar-besar diberi pupuk buah.
Karena lahannya tidak terlalu lebar, pupuk ini sudah cukup (lebih kurang setengah ember ukuran sedang), bahkan pupuk ini biasanya berlebih Sa.
Jika ubi telah berumur satu minggu.
Sekali saja.
Tidak ada.
Tidak.
Catatan Wawancara (CW 4)
Hari/ Tanggal : Selasa 11 Desember 2007
Pukul : 11.00 WIB
Tempat : Lahan Pertanian Ubi jalar
Informan : Tunanetra
No Peneliti Responden Terjemahan
Peneliti Responden
1
2
3
4
5
6 Ado parawatan khusus pulo katiko batani ubi joloa ko Wak?
Kalau dek Wak Aman perawatan apo sajo nan bakokhojoan?
Bilo ukotu penyulaman ubi joloa ko Wak?
Ba a dek banontiin katiko baumua tigo pokan dolu, bokhu
disulami Wak?
Ba a Uwak manontuun tampang nan mati?
Ado kasulitan katiko panyulaman Wak? Indak juo do. Ubi joloa ko tamasuak mukhah parawatannyo.
Kalau tampang sudah batanam, boko parawatannyo tinggoa
dipupuak, disulam, disiang, dibumbun, tu batang o di bolik in.
Kalau la umua tigo pokan, la nampak ma nan patuk disulami.
Biaso o kalau la umua tigo pokan do la nampak ma ubi ndak
ancak tumbua nyo, atau ado pulo nan mati. Suda itu bisa digonti jo tampang baru nan lai sehat. Ubi joloa ko disulam katiko baumua tigo pokan nak jang jaua bono jakhak a dakhi tampang nan patamo.
Kalau ndak badaun ciek juo, batang o kenek tu kokhiang pulo,
tu tando la mati do. Digonti le jo tampang baru.
Indak ado do.
Adakah perawatan khusus dalam bertani ubi jalar Wak ?
Perawatan apa saja yang Wak Aman lakukan ?
Kapan waktu penyulaman ubi jalar dilakukan Wak ?
Kenapa saat tanaman telah berumur tiga minggu baru disulami Wak ?
Bagaimana Wak Aman menentukan bibit yang mati ?
Adakah kesulitan yang dihadapi saat penyulaman Wak ? Tidak ada. Ubi jalar termasuk mudah dalam perawatannya.
Setelah bibit ditanam perawatan yang dilakukan adalah dipupuk, disulam, disiangi, di gemburkan, lalu dilakukan pembalikan batang.
Setelah berumur tiga minggu, sudah bisa dilihat tanaman yang harus disulami.
Setelah berumur tiga minggu sudah bisa dilihat pertumbuhan tanaman, atau bibit yang mati. Setelah itu diganti dengan bibit baru yang sehat. Penyulaman dilakukan ketika ubi jalar berumur tiga minggi agar pertumbuhannya tidak terlalu jauh dari bibit yang ditanam pertama kali.
Jika tidak tanaman tidak berdau sama sekali, batangnya kecil dan kering, berarari tanaman tersebut telah mati. Kemudian diganti dengan bibit baru.
Tidak ada.
Catatan Wawancara (CW 5)
Hari/ Tanggal : Selasa, 18 Desember 2007
Pukul : 11.00 WIB
Tempat : Lahan Pertanian Ubi jalar
Informan : Tunanetra
No Peneliti Responden Terjemahan
Peneliti Responden
1
2
3
4
5
Wak Aman, bilo biasonyo ubi jolo ko Wak Aman siangi?
Bokha kali ubi jolo ko Wak Aman siangi?
Umua bokha ubi joloa ko basiangi Wak?
Ado ndak kesulitan katiko manyiang ubi joloa, a se olo’ nan Wak Aman pakai untuak manyiang ubi joloa?
Memperhatikan alat-alat yang baru saja dikatakan tunanetra
adalah cangkul dan garpu. Ndak tontu se do, biaso o kalau la banyak khumpuk u bokhu
disiang.
Duo sampai ompek kali siangan, kalau khumpuk u masih
banyak.
Panyiangan patamo kalaunyo la baumua sabulan, tu suda itu
kalau ubi la baumua dua bulan bokhu disiang baliak, tapi kadang-kadang katiko baumua ompek puluah limo akhi basiangi juo.
Kalau kasulitan lai ndak ado do, yo mungkin dek la biaso. Kalau
olo’ o yo nan ba bao ko se nyo. Kapan biasanya tanaman ubi jalar Wak Aman siangi ?
Berapa kali tanaman ubi jalar Wak Aman disiangi ?
Umur berapa ubi jalar disiangi Wak ?
Adakah kesulitan saat menyiangi ubi jalar, peralatan apa saja yang Wak Aman gunakan untuk menyiangi ubi jalar ?
Tidak ditentukan, biasanya dilakukan apabila telah banyak ditumbuhi rumput liar.
Dua sampai empat kali penyiangan, jika pertumbuhan rumput masih banyak.
Penyiangan pertama saat tanaman berumur satu bulan, setelah berumur dua bulan kembali dilakukan penyiangan, kadang-kadang saat berum,ur empat puluh lima hari dilakukan penyiangan kembali.
Tidak ada kesulitan, mungkin karena sudah biasa. Peralatan yang dipakai yang dibawa saja (cangkul dan garpu)
Catatan Wawancara (CW 6)
Hari/ Tanggal : Rabu, 19 Desember 2007
Pukul : 12. 15 WIB
Tempat : Lahan Pertanian Ubi jalar
Informan : Tunanetra
No Peneliti Responden Terjemahan
Peneliti Responden
1
3
4
5
6
7
8
9
10
Ba a dek porolu dibolik in batang ubi joloa ko Wak?
Umua bokha batang ubi joloa bisa di angkek atau di bolik in
Wak?
Bokha kali ubi joloa parolu dibolik in Wak?
Ado kasulitan ndak Wak katiko mambolik in batang?
Cako Isa porotiin Wak Aman mambumbun tanah jo kuie. Ba a
dek parolu pulo tanah di bumbun Wak?
Katiko umua bokha mambumbun ko di kakhojoan Wak?
Ba a caro Wak Aman mambumbun?
Olo’ apo se nan Wak Aman pakai?
Apo kasulitannyo katiko mambumbun Wak?
Kalau untuak pengairannyo ba a Wak? Apo ado sistem khusus? Supayo putu ukhek nan tumbua di khue-khue batang tu ndak tumbua le, sahinggo aie jo pati dalam tanah dapek diisok o dek isi ubi.
La baumua sabulan.
Tagantuang patumbuhan o se nyo. Kalau patumbuhan o copekn bisa ompek kali bagai di bolik in.
Indak.
Nak samparono bontuak ubi, dibumbun atau di pangkuan jo
kuie nak jang padek bonoa tanah di sakuliliang batang o.
Nan patamo katiko ubi umua tigo puluah akhi, nan kaduo katiko umua onam puluah akhi.
Dipangkua jo kuie dibawah batang o.
Pangkua jo kuie.
Bisa dikecek en ndak ado do.
Indak, jo aie ujan sajo nyo. Mengapa perlu dilakukan pembalikan batang ubi jalar Wak ?
Umur berapa dilakukan pengangkatan batang atau pembalikan batang ubi jalar wak ?
Berapa kali perlu dilakukan pembalikan ubi jalar Wak ?
Adakah kesulitan yang dihadapi saat melakukan pembalikan batang ubi jalar ?
Tadi saat saya perhatikan Wak Aman menggemburkan tanah menggunakan garpu. Mengapa perlu dilakukan penggembura tanah Wak ?
Pada umur berapa penggemburan tanah perlu dilakukan Wak ?
Bagaimana cara Wak Aman menggemburkan tanah ?
Peralatan apa saja yang Wak Aman gunakan ?
Kesulitan apa yang dihadapi saat menggemburkan tanah Wak ?
Pengairannya bagaimana Wak ? adakah sistem khusus ? Agar akar tanaman yang tumbuh diruas batang tidak tumbuh lagi, sehingga air dan zat-zat makanan dalam tanah dapat diresap oleh umbi.
Setelah berumur satu bulan.
Tergantung pertumbuhan tanaman. Jika pertumbuhan tanaman cepat bisa dilakukan empat kali pembalikan batang.
Tidak.
Agar pertumbuhan umbi sempurna, dilakukan penggemburan dengan menggunakan garpu dibawah pokok batang agar tanah disekitar tanaman tidak memadat.
Yang pertama ketika ubi berumur tiga puluh hari, yang kedua ketika tanaman berumur enam puluh hari.
Dicangkul dengan garpu ibawah batang tanaman.
Cangkul dan garpu.
Tidak ada.
Tidak, hanya menggunakan air hujan saja.
Catatan Wawancara (CW 7)
Hari/ Tanggal :Minggu, 12 Februari 2008
Pukul : 10.25 WIB
Tempat : Lahan Pertanian Ubi jalar
No Peneliti Responden Terjemahan
Peneliti Responden
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 Umua bokha ubi la bisa dibungkoa Wak?
Ba a caro Wak Aman manontuun ubi joloa la bisa dibungkoa?
Olo’ apo se nan bapakai katiko mambungkoa Wak?
Apo kasulitan o katiko mambungkoa Wak?
Bokha biaso o hasie e Wak?
Kalau di ituang jo kilo bokha kikho-kikho Wak?
Koma bajua hasie Wak?
Ndak ado bamasuk un ka pajak-pajak Wak?
Dakhi ma ukhang tau kalau Wak Aman ka mambungkoa?
Bokha di ambiek ukhang sakilo Wak? Biaso o katiko baumua tigo bulan dibungkoa.
Batang o katiko dipata an ndak putu do, daun o la kokhe, tu daun
o nan dokek pongkoa abi tinggoa se nan di ujuang le.
Pangkua jo goni se nyo.
Katiko ma angkuknyo iyo ditolong dek ukhang, dek awak ndak
tolok do sokhang..
Ompek goni.
Sagoni do sakitar limo puluah kilo lai agaknyo tu.
Ukhang se nyo nan manjopuk ka khumah, kadang-kadang
katiko sodang mambungkoa do la di nontiin dek ukhang sakali.
Indak ado do, ukhang se nan datang mamboli.
Sapokan manjalang ka dibungkoa la bakecek-kecek en ka ukhang di pajak kalau ubi ko ka di bungkoa. Tu katiko akhi mambungkoa do bonoa ukhang o tibo sakali.
Dek ukhang do langsuang nan manjopuk, bajua sakhibu sakilo. Umur berapa tanaman ubi jalar bisa dipanen Wak ?
Bagaiman Wak Aman menentukan Ubi jalar telah siap untuk dipanen ?
Peralatan apa saja yang digunakan saat panen Wak ?
Adakah kesulitan yang dihadapi ketika panen Wak ?
Berapa hasil yang diperoleh Wak ?
Kira-kira berapa kilo Wak ?
Hasilnya dijual kemana Wak ?
Adakah dimasukkan kewarung-warung Wak?
Dari mana masyarakat bisa tau Wak Aman akan panen?
Berapa harga sekilo Wak?
Biasanya di panen saat berumur tiga bulan.
Batang saat di patahkan tidak putus, daun sudah mengeras, daun di bagian pangkal batang habis kecuali tersisa pada bagian ujungnya.
Cangkul dan karung plastik saja
Untuk mengangkat ubi di bantu oleh orang lainkarena saya tidak sanggup mengangkatnya sendiri
Empat karung plastik
Satu karung plastik beratnya sekitar lima puluh kilo
Orang langsung membeli kerumah.kadang-kadang saat sedang panen sudah langsung di tunggu pembeli
Tidak ada, pembeli langsung datang untuk ,membeli
Seminggu sebelum panen sudah di informasikan pada masyarakat bahwa ubi jalar sudah siap panen. Saat panen berlangsung pembeli sudah ada
Karena pembeli langsung datang kelokasi panen, dijual seribu rupiah perkilo
Lampiran 7
Catatan Lapangan (CL 1)
Hari/ Tanggal : Jumat 16 November 2007
Pukul : 09.00 WIB
Tempat : Kantor Wali Nagari, Kantor Camat, Rumah : Kediaman Wali Jorong.
Kantor Wali Nagari Sungai Kamuyang terletak di Koto Baru Batang Tabit jalan raya Payakumbuh-Lintau km 6 didepan lokasi pemandian umum atau kolam renang, peneliti sampai tepat pada pukul sembilan. Dipelataran parkir peneliti berpapasan dengan sekretaris nagari, sambil tersenyum dan mengangguk ramah peneliti dipersilahkan masuk ruangan. Setelah mengucapkan terimakasih peneliti menuju ruangan yang dimaksud tanpa kesulitan. Peneliti memasuki ruangan Wali Nagari setelah terlebih dahulu mengucap salam. Kebetulan Bapak Wali Nagari sendiri yang menjawab salam, dan peneliti dipersilahkan duduk diruangan yang telah disediakan. Peneliti menyampaikan maksud kedatangan, latar belakang pendidikan serta tujuan peneliti mengadakan penelitian. Bapak Wali Nagari menyimak dengan seksama dan sesekali memberikan komentar terhadap pernyataan peneliti. Bapak Wali Nagari bersedia memberi izin selama waktu yang dibutuhkan di nagari Sungai Kamuyang saat penelitian dilakukan. Peneliti mengucapkan terimakasih dan berpamitan setelah meninggalkan surat penelitian dari Universitas.
Pukul sembilan lewat empat puluh lima menit peneliti menuju kantor kecamatan Luak Kabupaten Lima Puluh Kota yang terletak di daerah Pakan Sabtu lebih kurang berjarak dua kilometer dari kantor Wali Nagari untuk mengantarkan surat tembusan. Peneliti menemui salah satu staf kepegawaian bagian administrasi untuk menyampaikan maksud kedatangan peneliti serta menyerahkan surat penelitian. Setelah surat tersebut dicatat dan disimpan dalam file surat masuk, peneliti pamit dan mengucapkan terimakasih.
Peneliti kembali melanjutkan perjalanan menuju kantor Wali Jorong Rageh. Kantor Wali Jorong dapat ditempuh selama lebih kurang lima belas menit dengan menggunakan sepeda motor dari simpang pinang balirik Sungai Kamuyang. Kebetulan peneliti sempat diberitahu salah seorang anggota masyarakat bahwa Bapak Wali Jorong dapat ditemui dirumah kediamannya karena beliau sedang bersiap untuk pergi shalat jum’at. Peneliti langsung menuju kediaman Bapak Wali Jorong dan sampai pada pukul sebelas lewat empat puluh menit. Bapak Wali Jorong menyambut ramah kedatangan peneliti dan mempersilahkan peneliti untuk duduk di ruang tamu. Peneliti menjelaskan maksud kedatangan secara jelas dan menyerahkan surat penelitian dari Universitas. Bapak Wali Jorongpun menyatakan kesediaannya membantu jika peneliti membutuhkan bantuan serta memberi izin kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian selama waktu yang dibutuhkan. Setelah mengucapkan terimakasih penelitipun berpamitan untuk pulang.
Triangulasi :
Saat mengantar surat penelitian ke kantor Wali Nagari Sungai Kamuyang, ke kantor Kecamatan Luak Lima Puluh Kota, serta kediaman Wali Jorong peneliti disambut dengan ramah dan hangat dengan suasana kekeluargaan yang kental.
Catatan Lapangan (CL 2)
Hari/Tanggal : Sabtu, 17 November 2007
Pukul : 14.00 WIB
Tempat : kediaman tunanetra
Pukul tiga belas lewat empat puluh lima menit peneliti bersiap-siap untuk berangkat menuju kediaman tunaetra yang masih berada disekitar kawasan kaki gunung Sago. Kediaman tunanetra berjarak lebih kurang dua kilometer dari simpang pinang balirik Sungai Kamuyang tempat tinggal peneliti serta dapat ditempuh selama lima belas menit dengan menggunakan sepeda motor. Peneliti sampai tepat pada pukul dua siang dirumah tunanetra. Peneliti mengetuk pintu “tok..tok..tok.., assalamualaikum…” tidak terdengar jawaban sama sekali. Peneliti mengulang kembali ketukan dengan suara lebih jelas “assalamualaikum…”. Beberapa saat kemudian terdengar bunyi langkah mendekati pintu sambil menjawab “ waalaikum salam…”. Pintu terbuka, diambang pintu berdiri wanita berusia sekitar empat puluhan dengan wajah ramah. Wanita tersebut tersenyum ramah dan agak sedikit tertegun dengan keberadaan peneliti. Wanita tersebut adalah adik bungsu tunanetra. Beberapa saat kemudian senyumnya mengembang dan berkata “ee…Lisa! Lupo Etek cako jo Isa. Masuaklah..!” peneliti tersenyum mendengar kata-kata tersebut lalu melangkah masuk dan mencari posisi duduk diruang tamu yang disediakan. Peneliti langsung menanyakan keberadaan tunanetra “ Wak Aman lai ado di rumah Tek? Isa ado parolu manamui Wak Aman…” sambil mengangguk wanita tersebut menjawab “lai ado Wak Aman nyo Sa, sadang lolok. Nanti sabontoa yo, Etek jagoan Wak Aman” wanita tersebut berdiri. Peneliti berkata dengan agak sungkan “kalau Wak Aman bokhu lolok ndak usahlah di jago on Tek, boko selah Isa ka iko baliak”. “ndak baa do Sa, lah agak lamo tu mah Wak Aman lolok la ampia sajam”. Wanita tersebut langsung melangkah menuju kamar tunanetra. Kemudian terdengar suara memanggil di depan kamar tunanetra. “Wak Aman..iko ado si Lisa parolu jo Wak Aman”. Tidak terdengar suara sahutan. Kemudian terdengar suara dengan nada yang sama mengulang panggilan “Wak Aman, si Lisa mancahki Wak Aman”. Terdengar sahutan dari dalam kamar “sia?”. Adik tunanetra menjawab “Lisa anak Datuak Magek nan di Simpang”. Kembali terdengar jawaban tunanetra “iyo, nanti sabontoa”. Kemudian terdengar suara tongkat diketuk kelantai dan langkah kaki mendekat menuju ruang tamu tempat peneliti duduk. Tunanetra menyapa peneliti “ Baa nye Sa, olah tomoak kuliah” tunanetra meraba kursi dengan tongkat sambil mencari posisi duduk. Peneliti menjawab “ kan dek itulah nye Wak Aman, olun juo le solosai. Kini sadang mambuek skripsi bokhu”. Pada saat bersamaan adik tunanetra datang membawa minuman dan menyodorkan kehadapan peneliti dan tunanetra. “ minumlah Sa, disiko yo bontuak itu aie nan ado nyo. Ndak mode di simpang do”. Peneliti menyambung ucapan tersebut “ Nde… samo juo nyo tek, di simpang yobonoa aie aqua senyo”. Ucapan peneliti disambut tawa kami bertiga.
Peneliti menyampaikan maksud kedatangan peneliti “bek iko ma Wak Aman.. Isa kini kan sodang manyusun skripsi. Masalah nan bajodiin skripsi tu baa Wak Aman kapolak” peneliti kembali melanjutkan “ potang bokhu sudah sukhek izin dakhi kampus untuak maadoan penelitian disiko” peneliti menunjukkan surat penelitian kepada adik perempuan tunanetra. Adik tunanetra memperhatikan surat tersebut. Peneliti kembali melanjutkan ucapan “ nan kini ko untuak malonjuk un nan doulu tu ma Wak Aman. Kan ado ma Isa sakhi mancolik in Wak Aman katiko kakhojo”. Tunanetra berujar “ Oo.. nan doulu tu, baa dek agak lamo jakhak a jo nan kini e?”. Adik tunanetra berkata “ yo baa nye Wak Aman do… nomo o kuliah tu kan banyak pulo kasulitannyo tu”. “iyo” peneliti membenarkan pernyataan tersebut.
Beberapa saat kemudian tunanetra mengajukan pertanyaan “ bokha pulo lamo o penelitian do Sa?”. Peneliti menjelaskan “kalau manukhuk sukhek penelitiannyo salamo duo bulan. Tapi mungkin juo lobiah bisuak tu Wak Aman, tagantuang kabutuhan sajonyo. Kalau lah cukuk data nan Isa kumpuan, brarti lah solosai penelitian Isa tu”. Tunanetra mengangguk dan bergumam “iyo,iyo..”. Peneliti kembali malanjutkan “ tujuan Isa manomui Wak Aman jo Etek untuak mintak izin kok lai buliah Isa mancoliak Wak Aman bapolak”. Serempak tunanetra dan adik tunanetra menjawab “kadea pulo nyo”.
Tunanetra mengetuk-ngetuk tongkat dengan ujung jari kanan sambil berujar “ lai ndak baa tu, kakhojo Wak sokhoman itu nyo. Ndak bayobonoon bontuok ukhang. Ndak tontu se do. Ciek lai dek awak sokhang se nan mangakhojoan”. Ada nada ketidakyakinan dari ucapan tunanetra tersebut. Peneliti meyakinkan tunanetra “ ndak baa do Wak Aman. Nan ka Isa teliti tu baa wak Aman bakakhojo soman biaso. Bontuak a kokhojo Wak Aman biaso o, yo bontuak itu pulo nan ka Isa tulis. Manukhuk Isa kakhojo Wak Aman ndak kalah bagai dakhi ukhang do.
Keasyikan berbincang-bincang terputus karena mendengar suara azan shalat ashar berkumandang dari mushalla terdekat yang tidak begitu jauh dari rumah tunanetra. Peneliti kemudian berpamitan untuk pulang sambil berkata besok akan langsung melihat tunanetra bekerja di lahan pertanian tunanetra.
Triangulasi :
Tunanetra memberikan respon positif terhadap kedatangan peneliti. Hal ini ditunjukkan dengan keseriusannya menyimak apa yang peneliti kemukakan. Raut wajah telihat sumringah dan memiliki antusiasme yang tinggi untuk menanyakan sesuatu yang dianggap kurang jelas. Tunanetra memberikan tanggapan yang baik selama peneliti mengemukakan tujuan penelitian dan bersedia bekerjasama dengan peneliti selama kegiatan penelitian berlangsung selama lebih kurang tiga bulan. Keluarga tunanetrapun tidak keberatan untuk memberikan izin kepada peneliti untuk meneliti tunanetra dan bersedia memberikan informasi yang peneliti butuhkan pada saat mengumpulkan data di lapangan.
Catatan Lapangan (CL 3)
Hari/Tanggal : Minggu, 18 November 2007
Pukul : 09.00 WIB
Tempat : Lahan Pertanian Tunanetra
Tepat pukul sembilan peneliti sampai di lahan pertanian milik tunanetra yang berjarak sekitar dua ratus meter dari kediaman tunanetra. Tunanetra memakai pakaian kerja berwarna hijau pupus dan topi kerja yang terbuat dari anyaman rotan, dan sepatu bot. peneliti memperhatikan tunanetra yang masih berada di pinggir lahan mencari-cari sesuatu, beberapa menit kemudian tunanetra muncul dengan membawa dua buah bambu kecil yang panjangnya lebih kurang satu meter. Tunanetra mengikat masing-masing ujung bambu tersebut dengan menggunakan tali, lalu berjalan membawa kedua bambu menuju lahan yang akan dicangkul, kemudian tunanetra berhenti pada salah satu ujung lahan, bambu tersebut ditancapkan pada tanah. Setelah itu tunanetra berjalan menuju arah berlawanan sambil membawa bambu kecil yang diikat tali. Tunanetra berhenti sejenak kemudian menancapkan bambu kecil pada tanah dengan posisi badan agak membungkuk. Setelah kedua bambu ditancapkan terlihat tali terentang lurus ditengah lahan. Selanjutnya tunanetra kembali barjalan kepinggir lahan dan menghampiri pohon nangka. Beberapa saat kemudian tunanetra berdiri dengan memegang cangkul lalu berjalan menuju lahan yang akan diolah. Salah satu tangan meraba bambu yang tadi ditancapkan diujung lahan yang akan dicangkul. Tunanetra berdiri disisi bagian kanan tali lalu mulai mencangkul tanah. Lima menit kemudian tunanetra meraba tali dengan tangan kiri untuk menentukan tanah yang dicangkul hasilnya lurus. Beberapa saat kemudian tunanetra mengeluarkan sendok dempul dari kantong belakang celana kerja, cangkul diangkat dan tangkai cangkul diarahkan kesamping kiri sejajar pinggang. Bagian mata cangkul yang dipenuhi oleh tanah yang menempel dibersihkan dengan menggunakan sendok dempul. Aktifitas mencangkul kembali dilanjutkan. Tunanetra meraba tali dengan kaki kiri lalu melanjutkan mencangkul tanah. Saat pencangkulan tanah hampir mencapai separuhnya tunanetra berhenti sejenak, tangan kanan membuka topi dan topi dan mengibas-ngibaskan kearah kepala dan leher, sedangkan tangan kiri bertopang pada tangkai cangkul. Posisi tersebut berlangsung sekitar lima menit. Peneliti masih mengamati tanpa mengeluarkan suara dari jarak yang tidak terlalu jauh dari tempat tunanetra bekerja. Pekerjaan mencangkul tanah kembali dilanjutkan tunanetra dengan serius. Sesekali tanah cangkulan diraba dengan kaki kiri untuk menentukan adanya rumput liar yang lupa dibersihkan. Tangan kiri sesekali meraba tali. Beberapa saat kemudian tunanetra meraba kantong belakang celana kerja, tangkai cangkul diangkat dan diarahkan kesamping kiri sejajar pinggang, lalu mata cangkul digesek dengan sendok dempul sehingga tanah-tanah yang menempel berjatuhan. Tunanetra istirahat sejenak sambil berdiri, membuka topi dan dikibas-kibaskan kearah kepala dan leher untuk menghilangkan rasa gerah. Tangan kiri masih memegang tangkai cangkul. Tunanetra kembali melanjutkan aktifitas mencangkul dengan tekun sampai bagian ujung lahan yang telah ditancapkan bambu. Peneliti masih mengamati proses pencangkulan tanah oleh tunanetra tanpa menimbulkan suara. Tunanetra berbalik arah dan melanjutkan pencangkulan tanah pada sisi kiri tali yang tersisa. Sesekali tunanetra meraba tali dengan tangan kiri lalu melanjutkan pencangkulan tanah sampai bagian ujung lahan yang ditancapkan bambu. Langkah selanjutnya yang dilakukan tunanetra yaitu membentuk bedengan. Tanah hasil cangkulan dikumpulkan memanjang dibawah tali yang terentang. Tanah pada bagian pinggir diangkat tunanetra menggunakan cangkul kebagian tengah dan ditumpuk dibagian bawah tali sehingga tinggi tanah tersebut sejajar dengan tali.
Pada pukul sepuluh lewat tiga puluh menit tunanetra selesai membuat dua buah bedengan. Tunanetra beranjak kepinggir lahan lalu duduk di rerumputan. Sepatu bot dibuka dan diletakkan disamping kiri tunanetra beristirahat. Peneliti langsung menghampiri tunanetra dan mengambil posisi duduk disebelah kanan tunanetra. Peneliti kemudian menyapa tunanetra “istirahat Wak Aman?”. Reflek tunanetra mencari sumber suara lalu merespon sapaan peneliti “iyo, bokhu tibo Sa?”.
“alah cako Isa tibo le wak, sangajo ndak Isa sapo Wak Aman cako, kok tagadua pulo Wak Aman kakhojo”. Tunanetra mengeluarkan sebungkus rokok dari kantong celana lalu menanggapi “mato akhi lai olun angek bono le, mako o ndak bokhonti kakhojo, copek pulo suda ma mangkua” sambil membakar sebatang rokok tunanetra melanjutkan ucapannya “kalau la agak tinggi mato akhi, kodok takhonti kakhojo dek e” tunanetra mengirup asap rokok.
Setelah rokok tersebut habis tunanetra kembali memasang sepatu bot. Kemudian peneliti berujar “toruun se la kakhojo wak, Isa mancoliik in dakhi siko”. Kemudian tunanetra beranjak menuju lahan yang akan di cangkul kembali. Kembali perhatian peneliti difokuskan kepada tunanetra. Tunanetra mengambil cangkul di ujung lahan kemudian melanjutkan aktifitas mencangkul tanah dengan tekun. Pada pukul dua belas lewat lima menit tunanetra selesai mencangkul tanah dan membuat dua lajur bedengan. Tunanetra mencabut pancang bambu pada masing-masing ujung bedengan, benang digulung dengan rapi kemudian dimasukkan kedalam karung plastik berwarna putih. Tunanetra mengumpulkan peralatan yang digunakan untuk mengolah tanah, bambu disenderkan pada pohon nangka. Setelah semua peralatan dikumpulkan tunanetra bersiap-siap untuk pulang.
Triangulasi :
Tunanetra terampil mengayunkan cangkul dan cekatan dalam pembuatan tanah bedengan. Lajur tanah yang akan dibuat bedengan dipancang dengan bambu pada kedua ujung lahan. Pada bambu tersebut diikatkan seutas benang/tali. Tali terentang pada bagian tanah yang akan dibuat bedengan. Tunanetra mancangkul tanah dengan berpedoman pada tali yang telah terentang sebelumnya. Untuk mengetahui bagian tanah yang belum dicangkul tunanetra merabanya dengan kaki. Untuk mengukur jarak dari tali pada bagian tengah bedengan kebagian pinggir bedengan diukur tunanetra dengan menggunakan langkah kaki.
Catatan Lapangan (CL 4)
Hari/Tanggal : Senin 19 November 2007
Pukul : 09. 05 WIB
Tempat : Lahan Pertanian Ubi Jalar
Peneliti sampai dilahan pertanian milik tunanetra pada pukul sembilan lewat lima menit terlambat lima menit dari hari sebelumnya. Tunanetra sudah berada di pinggir lahan di bawah pohon nangka. Peneliti sengaja tidak memberitahukan kedatangan peneliti terlebih dahulu, dan mencari posisi di bawah pohon jambu biji tidak jauh dari tempat tunanetra bekerja sambil mengamati pekerjaan tunanetra. Tunanetra mengikatkan benang pada dua buah bambu kecil yang berukuran lebih kurang satu meter. Selanjutnya bambu tersebut dibawa ke lahan yang akan dibentuk bedengan. Tunanetra meraba bedengan sebelumnya dengan salah satu kaki kemudian melangkah lebar ke arah kiri tempat tanah yang belum di cangkul. Bambu ditancapkan pada tanah, setelah itu tunanetra menyusuri pinggiran bedengan. Tunanetra melangkah lebar ke arah kiri dan menancapkan bambu sejajar dengan langkah kaki tadi, maka talipun terentang lurus pada tanah yang akan di cangkul oleh tunanetra.
Tunanetra berdiri pada sisi bagian kanan tali lalu mulai mencangkul tanah. Lima menit kemudian tunanetra meraba tali dengan tangan kiri lalu melanjutkan mencangkul tanah sambil dibalik-balikkan hingga diperoleh hasil cangkulan yang rata. Beberapa saat tunanetra berhenti sejenak dengan tetap berdiri tegak, cangkul diangkat sejajar pinggang lalu mata cangkul digesek dengan menggunakan sendok dempul hingga tanah yang menempel pada mata cangkul berjatuhan. Pencangkulan tanah kembali dilanjutkan tunanetra dengan tekun, demikian seterusnya hingga tanah selesai di cangkul pada sisi bagian kanan tali. Tunanetra sampai pada bagian ujung bedengan yang ditancapkan bambu. Tunanetra berhenti sejenak sambil mengibas-ngibaskan topi ke arah kepala dan leher, tangan kiri masih bertumpu pada tangkai cangkul. Tidak lama setelah itu tunanetra kembali melanjutkan pencangkulan pada sisi bagian kiri tali. Sesekali tanah cangkulan diraba dengan kaki untuk memastikan tidak ada rumput liar yang luput dibersihkan. Tepat pukul sepuluh tunanetra sampai pada bagian ujung bedengan. Selanjutnya tanah yang telah di cangkul tersebut ditumpuk di bagian bawah tali hingga membentuk gundukan persegi panjang.
Pukul sepuluh lewat lima belas menit tunanetra istirahat sejenak di pinggir lahan, saat itulah peneliti menghampiri tunanetra dan menyapanya “lah istirahat Wak?” peneliti mengambil posisi duduk di hadapan tunanetra. “iyo Sa.., lah lamo tibo?” tunanetra menjawab sambil membuka sepatu bot dan meletakkannya di belakang tempat tunanetra duduk. “ala cako le Wak, sangajo ndak Isa sapo wak Aman kok manggadua pulo boko” peneliti berkata dengan nada sungkan.
Tunanetra mengeluarkan sebungkus rokok kemudian membakarnya sebatang lalu berkomentar “ee.. indak baa do, ndak tagadua bagai do”. Peneliti melanjutkan bincang-bincang dengan tunanetra. Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan tentang proses pembuatan bedengan yang dilakukan tunanetra.
Peneliti : Ba a caro Wak Aman mambuek bumbunan,
bisa di caritoan ndakWak?
Tunanetra : Bontuak itu se nyo Sa. Mulo-mulo di cucuak an kayu ketek di
ujuang- ujuang tana nan ka bajodiin bumbunan. Di kayu do ba kobek en tali dolu. Suda itu bokhu ba pangkuo le.
Peneliti : Ado ndak kasulitan katiko mamangkua tanah Wak?
Tunanetra : Kok kasulitan lai ndak ado do. Agak lamo se nyo
mangakhojoannyo.
Peneliti : Tu ba a caro Wak Aman manontuun tana bumbunan nan
kabapangkua?
Tunanetra : Di kikho-kikho se nyo jo kaki.
Peneliti : Bokha lowe bumbunan nan Uwak pakikhoan tu?
Tunanetra : Salangkah godang.
Peneliti : Ba a Wak Aman manontuun lukhu atau indak a bumbunan?
Tunanetra : Jo bonang. Mako o sabolun mulai ma mangkua di kobek en bonang ka kayu ketek nan ba cucuak an di ujuang bumbunan cako.
Peneliti : Dima kasulitan nan Uwak adok i katiko mambuek bumbunan ko?
Tunanetra : Paya a yo lai ndak ado do, solosainyo se yang lamonyo.
Setelah peneliti merasa cukup melontarkan pertanyaan, peneliti mempersilahkan tunanetra untuk melanjutkan pekerjaannya. Tunanetra mematikan puntung rokok kemudian melanjutkan kembali pekerjaannya mencangkul tanah.
Pukul dua belas tepat tunanetra telah menyelesaikan pembuatan bedengan. Hari ini tunanetra menyelesaikan pembuatan dua lajur bedengan. Beberapa saat kemudian tunanetra bersiap-siap untuk pulang. Tunanetra mencabut bambu kecil, menggulung benang, lalu memasukkannya kedalam karung plastik, cangkul kemudian dibersihkan. Setelah semuanya selesai barulah tunanetra meninggalkan lahan pertanian.
Triangulasi :
Pembuatan bedengan dilakukan tunanetra secara mandiri. Berdasarkan hasil pengamatan tunanetra terampil dan cekatan mencangkul tanah bedengan, hasil cangkulan yang diperoleh tidak kalah dari orang awas dalam kerapian dan ketelitian kerja. Tunanetra tidak mengalami kesulitan dalam pembuatan bedengan ubi jalar.
Catatan Lapangan (CL 5)
Hari/Tanggal : Selasa, 20 November 2007
Pukul : 08. 45 WIB
Tempat : Lahan Pertanian Ubi Jalar
Hari ini peneliti datang lebih pagi dari biasanya. Peneliti sampai di lahan pertanian ubi jalar milik tunanetra pada pukul delapan lewat empat puluh lima menit. Peneliti ditemani oleh saudara sepupu peneliti, kami berdua duduk dibawah pohon jambu biji tidak jauh dari tempat lahan ubi jalar. Tepat pukul sembilan terdengar bunyi langkah dari arah jalan yang biasanya dilewati tunanetra jika akan menuju lahan pertaniannya. Peneliti memperhatikan kedatangan tunanetra. Tunanetra membawa sebuah cangkul sebagai alat untuk mengolah tanah pertaniannya, tangkai cangkul diarahkan kedepan sebagai pengganti tongkat kemudian tunanetra melangkah dengan cepat menuju lahan pertanian. Peneliti memperhatikan cara berjalan tunanetra yang tanpa ragu tersebut sambil membawa cangkul ditangan kanan dan membawa karung plastik ditangan kiri. Sesampainya di lahan pertanian tunanetra menyenderkan cangkul dibawah pohon nangka dan menaruh karung plastik di sebelahnya. Karung plastik dibuka lalu tunanetra mengeluarkan gulungan benang. Tunanetra berdiri dan berjalan beberapa langkah di samping lahan. Tunanetra meraba bambu kecil yang tertancap di pinggir lahan lalu mencabut kedua bambu tersebut. Masing-masing bambu diikat dengan benang, tunanetra berjalan menuju bedengan yang dibuat sebelumnya. Tunanetra meraba tanah bedengan dengan kaki kemudian melangkah dengan langkah lebar kesebelahnya tempat tanah yang belum dicangkul. Bambu ditancapkan sejajar dengan ujung bedengan sebelumnya, kemudian tunanetra menyusuri pinggiran bedengan, melangkah lebar kearah kiri bedengan lalu menancapkan bambu kedua sejajar dengan langkah kaki tadi. Setelah kedua bambu ditancapkan maka talipun terentang lurus pada tanah yang akan dicangkul oleh tunanetra.
Tunanetra berjalan menuju pohon nangka, mengambil cangkul dan membawanya menuju tali, sesekali tangan kiri meraba tali untuk menentukan lurus tidaknya tanah yang dicangkul. Beberapa saat kemudian tanah cangkulan diraba dengan kaki untuk memastikan tidak ada rumput liar yang tersisa dan luput dibersihkan. Saat cangkul mulai terasa berat tunanetra berhenti sejenak beberapa menit untuk membersihkan tanah yang menempel pada cangkul dengan menggunakan sendok dempul. Aktifitas mencangkul kembali dilanjutkan sampai bagian ujung bedengan yang ditancapkan bambu, kemudian berbalik arah. Tunanetra melanjutkan pencangkulan tanah pada sisi kiri tali yang tersisa sehingga diperoleh hasil cangkulan yang sama dengan sisi tali pada bagian kanan. Selanjutnya tunanetra membentuk gundukan berbentuk memanjang sesuai panjang tali yang direntangkan. Gundukan tersebut disebut bumbunan atau bedengan.
Tunanetra melanjutkan pembuatan bedengan terakhir dengan bersemangat tanpa istirahat terlebih dahulu. Tunanetra mencangkul tanah dengan tekun. Sesekali tunanetra berhenti sejenak sambil mengibaskan topi anyaman kearah kepala dan leher lalu kembali melanjutkan aktifitas mencangkul. Pada pukul sebelas siang tunanetra telah menyelesaikan pembuatan bedengan terakhir. Tunanetra berjalan kepinggir lahan lalu duduk di pinggir lahan beristirahat sambil membakar sebatang rokok.
Peneliti mendekati tunanetra yang sedang istirahat tidak jauh dari pohon nangka. Peneliti duduk disebelah kiri tunanetra bersebelahan dengan sepupu peneliti.
“copek solosai ma Wak? La ta bumbun sodo ma” peneliti berujar. “ iyo, bisuak tinggo mananam se le” tunanetra memberikan penjelasan. Peneliti mengangguk paham sambil mengiyakan perkataan tunanetra. Kemudian tunanetra mengajukan pertanyaan kepada peneliti “paya maojo anak-anak nan kurang do Sa?” tunanetra menyebut anak-Anak Luar Biasa dengan istilah anak-anak nan kurang. Lalu peneliti pun bercerita tentang pengalaman peneliti sewaktu mengikuti internship atau magang, pengalaman sewaktu observasi ke SLB, serta pengalaman peneliti selama Praktek Lapangan. Tunanetra sangat antusias mengajukan pertanyaan dan mengomentari obrolan seputar dunia ke-PLB-an.
Pukul dua belas tepat bincang-bincang selesai. Tunanetra seperti biasa bersiap-siap untuk pulang. Tunanetra mencabut bambu, menggulung benang dan membersihkan cangkul. Setelah semuanya selesai tunanetra meninggalkan lahan pertanian
Triangulasi :
Tunanetra telah mengenal baik lahan pertanian miliknya, meskipun tidak menggunakan tongkat tunanetra bisa berjalan cepat di areal pertanian miliknya tanpa mengalami hambatan. Dalam pembuatan bedengan pun tidak terlihat mengalami kesulitan. Tunaetra terampil mengayunkan cangkul dan cekatan dalam pembuatan tanah bedengan. Pembuatan bedengan dilakukan tunanetra secara mandiri. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, tunanetra terampil dan cekatan mencangkul tanah dalam pembuatan bedengan. Hasil cangkulan yang diperoleh tidak kalah dari orang awas dalam kerapian dan ketelitian kerja. Tunanetra tidak mengalami kesulitan dalam pembuatan bedengan ubi jalar.
Tunanetra memiliki rasa keingintahuan yang tinggi, hal tersebut tergambar sewaktu peneliti berbincang dengan tunanetra seputar Anak Luar Biasa. Tunanetra sangat antusias bertanya dan bersemangat memberikan komentar, mimik wajah terlihat sumringah, nada suara terdengar penuh minat saat membicarakan sesuatu yang dianggap baru.
Catatan Lapangan (CL 6)
Hari/Tanggal : Rabu, 21 November 2007
Pukul : 09.00 WIB
Tempat : Lahan Pertanian Ubi Jalar
Pada pukul sembilan tepat peneliti sampai di lahan pertanian, tunanetra telah berada dilahan ubi jalar. Tunanetra sedang asyik menanam bibit ubi jalar sambil bersiul-siul dan tidak menyadari kedatangan peneliti. Peneliti sengaja tidak menyapa tunanetra saat sedang bekerja. Peneliti memperhatikan dari bawah pohon jambu biji tidak jauh dari tempat tunanetra beraktifitas. Tunanetra berjongkok disamping tanah bedengan, tidak jauh dari tempat tersebut diletakkan karung plastik yang berisi bibit. Tunanetra melobangi tanah bedengan dengan bambu kecil, tangan kanan meraba karung plastik dan mengeluarkan bibit stek batang/stek pucuk. Bibit tersebut dimasukkan kedalam lobang yang dibuat dengan bambu tadi sepertiga bagiannya. Bibit diletakkan dengan posisi miring pada lobang, kemudian bagian atas lobang ditutup dengan tanah. Lobang yang kedua dibuat dengan jarak satu jengkal dari lobang bibit sebelumnya. Lobang tersebut dibuat pada arah yang berbeda dengan posisi selang-seling. Tunanetra kembali menancapkan bambu kecil pada tanah bedengan, tangan kanan meraba karung plastik lalu mengeluarkan bibit stek batang/stek pucuk. Bibit stek batang dimasukkan sepertiga bagiannya kedalam lobang, setelah bibit diletakkan dengan posisi miring, bagian atas lobang bibit kembali ditutup dengan tanah. Demikian seterusnya hingga petakan tanah bedengan semuanya ditanami bibit ubi jalar.
Lajur bedengan selanjutnya ditanami bibit ubi jalar dengan proses yang sama seperti sebelumnya. Tanah bedengan dilobangi dengan bambu, lalu bibit stek batang/stek pucuk dimasukkan kedalam lobang dengan posisi miring. Bagian atas lobang bibit ditutup dengan tanah hingga dua pertiga bagian tanaman menyembul diatas permukaan tanah. Lobang selanjutnya dibuat dengan arah yang berbeda dari lobang bibit sebelumnya dengan jarak satu jengkal. Penanaman bibit ubi jalar dilakukan tunanetra dengan tekun.
Pada pukul sebelas lewat lima menit tunanetra telah selesai menanam bibit ubi jalar pada tanah bedengan. Lajur tanah bedengan semuanya ditanami dengan bibit ubi jalar. Proses penanaman bibit tidak terlalu sulit dikerjakan tunanetra. Tunanetra kemudian beristirahat di pinggir lahan yang agak terlindung dari matahari. Seperti biasa tunanetra membakar sebatang rokok ketika duduk beristirahat, membuka topi anyaman dan sepatu bot, lalu meletakkannya tidak jauh dari tempat tunanetra beristirahat.
Peneliti menghampiri tunanetra dan berbincang-bincang sejenak dengan tunanetra sambil mengajukan beberapa pertanyaan kepada tunanetra tentang penyediaan bibit dan proses penanaman ubi jalar.
Peneliti : Biasonyo Wak Aman mananam ubi joloa ko jo stek batang atau
cimpagonyo?
Tunanetra : Batang o biaso o.
Peneliti : Ba a tu? Lai ado Wak Aman mancuboan mananam cimpagonyo?
Tunanetra : Batang do se biaso o nyo Sa. Kalau batang o kan lai mukhah
mancakhinyo. Tapi kalau cimpagonyo tu lamo pulo dolu bokhu bisa ka ditanam.
Peneliti : Tampang ubi nan ka Wak Aman tanam kini ko dakhi ma?
Tunanetra : Bamintak senyo ka ukhang. Kabotulan si B lai sodang batanam ubi
joloa
pulo kini. Ubi e lah ampia dibungkoa le, mako o bamintak se ka ukhang tu tampang ubi joloa ko.
Peneliti : Batontuun pulo jenis tampang nan ka Wak tanam tu? Apo namo o
tampang ubi joloa nan kini ko?
Tunanetra : Indak batontuun do. Tampang nan ka batanam kini tagantuang
tampang
nan ado se nyo. Tampang nan ka di tanam ko namo o ubi jawa.
Peneliti : Kalau manontuun tampang nan khancak do ba a dek Wak Aman
coro o?
Tunanetra : Nan biaso o langsuang diagiah tau dek ukhang boke mamintak
tampang
tu kalau tampang khancak, tu hasie e banyak.
Peneliti : Kalau manukhuk Wak Aman bontuak a tampang ubi joloa nan
khancak?
Tunanetra : Kalau lowe-lowe daun o , suda itu godang cabang o, tu khancak
biaso o.
Peneliti : Olo’ nan Wak Aman pakai untuak manyiok on tampang apo se?
Tunanetra : Ndak ado do. Jo tangan se biaso o ma ambiak tampang o, ba
pataan se.
Kalau paya ma ambiek e bokhu jo pisau le.
Peneliti : Bokha ukuran tampang nan ka ditanam Wak?
Tunanetra : Kikho-kikho sajongkoa.
Peneliti : Bagian noma nan paliang khancak?
Tunanetra : Nan paliang ujuang, tu nan paliang khancak.
Peneliti : Ba a caro mananam tampang ubi joloa ko, bisa di jaleen ndak Wak?
Tunanetra : Mananam tampang o ndak paya bonoa do Sa. Bumbunan do
dilubangi jo kayu kenek dolu, sudaitu mosuk un tampang ubi kadalam lubang, di mikhiangan saketek. Tu bokhu lubang nan ba isi tampang ditimbun jo tanah di ate e.
Peneliti : Bilo Wak mangakhojoan pananaman tampang, apo ado pulo ukotu
khusus untuak mananam?
Tunanetra : Ndak ado ukotu khusus o do, biaso o kalau mananam ko yo di pagi
akhi.
Peneliti : Kalau ma atur jakhak tanam o ba a coro o dek Wak Aman?
Tunanetra : Pakai tangan se nyo, baukua kikho-khikho sajongkoa.
Peneliti : Bokha jumlah tampang nan Wak Aman paroluun untuak
pananaman?
Tunanetra : Sakhibu batang.
Tanya jawab akhirnya selesai, peneliti merasa puas dengan informasi yang diberikan oleh tunanetra. Sebelum pulang tunanetra memeriksa tanaman coklat miliknya, tanaman tersebut sudah mulai berbuah. Tunanetra mengambil golok/parang dari karung plastik yang tergeletak di bawah pohon nangka, lalu mulai mengayunkan parang tersebut. Ranting-ranting kecil serta daun-daun yang terlalu rimbun ditebas dengan golok atau parang. Setelah selesai ditebas, tunanetra mengumpulkan bekas tebasan dan mengonggokkannya menjadi satu, lalu dibiarkan kering oleh cahaya matahari. Pukul dua belas lewat sepuluh menit pekerjaan tunanetra selesai. Tunanetra kemudian meninggalkan lahan pertanian ubi jalar.
Triangulasi :
Penanaman bibit stek batang/stek pucuk tidak terlalu sulit untuk dilakukan tunanetra. Dalam proses penanaman bibit tunanetra sangat cekatan dalam bekerja. Tanah bedengan dilobangi dengan bambu kecil kemudian bibit ubi jalar dimasukkan sepertiga bagiannya kedalam lobang dengan posisi miring. Bagian atas lobang ditutup dengan tanah hingga dua pertiga bagian bibit stek batang menyembul di atas permukaan tanah bedengan. Lobang kedua berjarak satu jengkal lebih kurang dua puluh senti meter dari lobang pertama. Masing-masing lobang diisi satu bibit yang telah disediakan tunaetra dan penanaman bibit dilakukan secara zig-zag (selang-seling) pada lajur tanah bedengan. Jumlah bibit yang ditanam sebanyak seribu bibit stek pucuk. Tunanetra cekatan saat menanam bibit ubi jalar, semua bibit ditanam oleh tunanetra sendiri. Hasil penanaman terlihat lurus dan sejajar pada tanah bedengan.
Catatan Lapangan (CL 7)
Hari/Tanggal : Selasa, 27 November 2007
Pukul : 08.50 WIB
Tempat : Lahan Pertanian Ubi Jalar
Peneliti sampai di lahan pertanian pada pukul delapan lewat lima puluh menit. Tanaman ubi jalar sudah mencapai umur satu minggu setelah penanaman dilakukan. belum terlihat tanda-tanda keberadaan tunanetra disana. Peneliti menunggu beberapa saat. Lima menit kemudian tunanetra muncul dari arah yang biasa dilewatinya sambil menenteng ember plastik hitam berukuran sedang ditangan kiri dan memegang tongkat bambu di tangan kanan. Tepat pukul sembilan tunanetra sudah berdiri dipinggir lahan lalu meletakkan tongkatnya di sudut lahan. Ember yang dibawa tunanetra berisi butiran-butiran putih separuh bagian ember tersebut. Peneliti memperhatikan tunanetra sesaat lalu berjalan mendekati tunanetra. Peneliti menyapa tunanetra kemudian melontarkan pertanyaan kepada tunanetra.
Peneliti : Pupuak a ko Wak?
Responden : Pupuak buah
Peneliti : Iko nan ka diagiahan untuk ubi joloa wak?
Responden : Iyo. Supayo isi i godang-godang mako o di agia pupuak buah.
Peneliti : Bokha banyak a nan ka diagia an untuak ubi sapikhiang ko Wak?
Responden : Iko dek lahannyo ndak talalu lowe do, pupuak sabanyak iko la
cukuk
ma, malah balobia biaso o ko mah Sa.
Peneliti : Umua bokha ubi joloa ko Wak Aman pupuak?
Responden : Kalau ubi la baumua sapokan.
Peneliti : Bokha kali pamupukan ubi ko salamo sakali musim tanam?
Responden : Sakali ko se nyo.
Peneliti : Ado ndak tambahan pupuak lain Wak?
Responden : Indak ado do.
Peneliti : Ado kasulitan ndak katiko Wak Aman mamupuak ubi joloa?
Responden : Indak.
Peneliti mencukupkan pertanyaan lalu mengucapkan terimakasih. Selanjutnya peneliti memperhatikan kegiatan pemupukan yang dilakukan tunanetra. Tunanetra membawa ember berisi pupuk lalu meletakkannya disebelah tanah bedengan. Tunanetra berjongkok disamping bedengan, tangan kiri meraba bibit. Setelah bibit teraba tunanetra menggali lobang bibit, tangan kanan mengambil pupuk dari dalam ember lalu memasukkanya kedalam lobang bibit. Lobang tersebut ditutup kembali dengan tanah menggunakan tangan kanan. Untuk selanjutnya tunanetra melakukan pemupukan dengan cara yang sama secara hati-hati pada masing-masing lobang bibit, dimulai dari bagian ujung lahan. Tunanetra menggeser posisinya sambil tetap berjongkok dan melanjutkan pemberian pupuk pada tiap-tiap lobang bibit. Proses pemupukan ubi jalar oleh tunanetra berlangsung singkat.
Pemupukan kembali dilanjutkan tunanetra dengan tekun sehingga semua lobang bibit ubi jalar dipupuk semua. Pekerjaan memupuk diselesaikan oleh tunanetra pada pukul sebelas tepat.
Sebelum pulang tunanetra memeriksa lahan pertanian miliknya yang belum diolah. Lahan tersebut letaknya sejajar dengan lahan ubi jalar lahan ubi jalar. Salah satu pinggiran lahan ditumbuhi pohon pinang yang tumbuh berjejer. Tunanetra berjalan tanpa tongkat menyusuri pinggiran lahan. Perhatiannya tertuju pada tanaman surian yang tingginya lebih kurang satu jengkal dari permukaan tanah dan tumbuh disebelah jejeran pohon pinang. Tunanetra berjongkok meraba tanaman surian kemudian mencabut rumput-rumput yang tumbuh disekitarnya dengan tangan. Beberapa saat kemudian tunanetra berjalan menuju tempat ember pupuk tergeletak. Tunanetra mengambil tongkat bambunya di ujung lahan kemudian membawa ember pupuk ditangan kiri lalu melangkah meninggalkan lahan pertanian.
Triangulasi :
Pemupukan tanaman ubi jalar oleh tunanetra dilakukan setelah tanaman mencapai umur satu minggu sejak penanaman bibit dilakukan. Pupuk yang digunakan adalah pupuk buah untuk merangsang agar pertumbuhan umbi besar-besar hasilnya tanpa menggunakan pupuk kandang atau kompos. Pemupukan dilakukan tunanetra secara mandiri dengan cara menggali lobang bibit dengan salah satu tangan, kemudian pupuk dimasukkan kedalam lobang bibit, bagian atas lobang ditutup kembali dengan tanah. Proses pemupukan oleh tunanetra berlangsung singkat dan tunanetra tidak mengalami kendala dalam melakukan pemupukan tanaman ubi jalar.
Catatan Lapangan (CL 8)
Hari/Tanggal: Selasa, 11 Desember 2007
Pukul : 09.10 WIB
Tempat : Lahan Pertanian Ubi Jalar
Pukul sembilan lebih lewat sepuluh menit peneliti sudah berada di lahan pertanian tunanetra. Ketika peneliti sampai tunanetra sudah berada di lahan pertanian tersebut dan sudah memulai aktifitasnya. Peneliti mendekati tunanetra yang sedang tekun bekerja dengan langkah pelan agar tidak mengganggu konsentrasi tunanetra saat bekerja. Peneliti memperhatikan tunanetra menyulami tanaman ubi jalar. Bibit diraba dengan salah satu tangan. Bibit yang pertumbuhannya kurang bagus dan tumbuh kerdil dicabut dari tanah bedengan. Bibit pengganti yang telah dipersiapkan dalam karung plastik dikeluarkan kemudian ditanam kembali pada lobang bibit yang mati. Bibit kembali diraba satu persatu. Bibit yang kering, mati atau tidak berdaun sama sekai dicabut dari tanah bedengan secara hati-hati kemudian tunanetra menggantinya dengan bibit baru yang sehat. Peneliti memperhatikan bahwa dalam satu lajur bedengan ditemukan sebanyak empat sampai delapan bibit ubi jalar yang pertumbuhannya kurang bagus dan tiga sampai lima bibit ubi jalar yang mati. Pekerjaan menyulami tanaman ubi jalar baru dihentikan ketika pukul sebelas tepat. Tunanetra istirahat sejenak di pinggir lahan sambil mengibaskan topi untuk menghilangkan rasa gerah.
Peneliti menyapa tunanetra kemudian duduk tidak jauh dari dari tempat tunanetra beristirahat dan mengajukan beberapa pertanyaan kepada tunanetra tentang proses penyulaman yang dilakukan.
Peneliti : Ado parawatan khusus pulo katiko batani ubi joloa ko Wak?
Tunanetra : Indak juo do. Ubi joloa ko tamasuak mukhah perawatannyo.
Peneliti : Kalau dek Wak Aman parawatan apo sajo nan bakokhojoan?
Tunanetra : Kalau tampang sudah batanam, boko parawatannyo tinggoa
dipupuak,disulami, disiang, dibumbun, tu batang o di bolik in.
Peneliti : Bilo ukotu penyulaman ubi joloa ko Wak?
Tunanetra : Kalau la umua tigo pokan, la nampak ma nan patuk disulami.
Peneliti : Ba a dek banontiin katiko baumua tigo pokan dolu, bokhu
disulami?
Tunanetra : Biaso o kalau la umua tigo pokan do la nampak ma ubi nan ndak
ancak tumbua nyo, atau ado pulo nan mati. Suda itu bisa digonti jo tampang baru nan lai sehat. Ubi joloa ko disulam katiko baumua tigo pokan nak
jang jaua bono jakhak a dakhi tampang nan patamo.
Peneliti : Ba a Uwak manontuun tampang nan mati?
Tunanetra : Kalau ndak badaun ciek juo, batang o kenek tu kokhiang pulo, tu
tando la mati do. Digonti le jo tampang baru.
Peneiti : Ado kasulitan katiko panyulaman Wak?
Tunanetra : Indak ado do.
Tunanetra kembali melanjutkan aktifitasnya menyulami tanaman ubi jalar. Pekerjaan tersebut selesai dilakukan tunanetra pada saat azan dzuhur berkumandang dari mushalla nurul yaqin tidak jauh dari lahan pertanian tersebut, lalu tunanetra bersiap meninggalkan lahan pertaniannya.
Triangulasi :
Penyulaman tanaman ubi jalar dilakukan saat tanaman berumur tiga minggu agar pertumbuhan tanaman tidak jauh tertinggal dari tanaman sebelumnya, atau ketika ditemukan bibit yang mati atau pertumbuhannya jelek. Bibit yang mati ditentukan tunanetra dengan cara meraba bibit pada tanah bedengan, ketika ditemukan tanaman yang tidak ditumbuhi daun sama sekali, batangnya kecil dan kering maka tunanetra segera menggantinya dengan bibit baru yang sehat. Tunanetra tidak mengalami kendala sewaktu penyulaman ubi jalar dilakukan.
Catatan Lapangan (CL 9)
Hari/Tanggal : Selasa , 18 Desember 2007
Pukul : 08.55 WIB
Tempat : Lahan Pertanian Ubi Jalar
Pukul delapan lewat lima puluh lima menit peneliti sampai dilahan pertanian ubi jalar. Ketika peneliti sampai ditempat tersebut peneliti belum menemukan tunanetra. Setelah lima menit peneliti berada disana peneliti melihat tunanetra datang dari arah yang biasa dilaluinya. Peneliti melihat tunanetra membawa cangkul. Biasanya tunanetra membawa rokok untuk menemani istirahatnya. Peneliti kemudian memperhatikan sejenak apa yang akan dilakukan tunanetra. Tunanetra langsung menuju lahan ubi jalar lalu memulai aktifitasnya mencangkul tanah bedengan perlahan disekitar pokok batang ubi jalar, kemudian mencabut rumput liar disekitar tanaman dengan tangan, selanjutnya rumput tersebut dibenamkan kedalam tanah bedengan. Demikian seterusnya hingga lajur bedengan semuanya selesai disiangi. Tunanetra beristirahat sejenak, saat itulah peneliti menghampiri tunanetra tersebut untuk berbincang-bincang. Disela-sela istirahat peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar kegiatan penyiangan ubi jalar. Hal yang peneliti tanyakan kepada tunanetra yaitu “ Wak Aman, bilo biasonyo ubi jolo ko Wak Aman siangi?” kemudian tunanetra menjawab pertanyaan peneliti “ndak tontu se do, biaso o kalau la banyak khumpuk u bokhu disiang” lalu peneliti kembali bertanya pada tunanetra “bokha kali ubi jolo ko Wak Aman siangi?” tunanetra menjawab pertanyaan peneliti “duo sampai ompek kali siangan, kalau khumpuk u masih banyak”. Peneliti mengangguk paham apa yang disampaikan oleh tunanetra. Kemudian tunanetra kembali melanjutkan pekerjaan yang sempat terhenti. Peneliti kembali memperhatikan tunanetra bekerja menyiangi lahan ubi jalar sambil mempersiapkan pertanyaan selanjutnya. Pada istirahat kali ini peneliti akan mengajukan pertanyaan seputar penyiangan tanaman ubi jalar. Peneliti kembali mendekati tunanetra dan bertanya apa yang ingin peneliti ketahui. Adapun pertanyaan yang peneliti ajukan yaitu “umua bokha ubi joloa ko basiangi Wak?” tunanetra menjawab “panyiangan patamo kalaunyo la baumua sabulan, tu suda itu kalau ubi la baumua dua bulan bokhu disiang baliak, tapi kadang-kadang katiko baumua ompek puluah limo akhi basiangi juo” kemudian peneliti bertanya kembali pada tunanetra “ado ndak kesulitan katiko manyiang ubi joloa, a se olo’ nan Wak Aman pakai untuak manyiang ubi joloa?” tunanetra kembali menjawab pertanyaan peneliti “kalau kasulitan lai ndak ado do, yo mungkin dek la biaso. Kalau olo’ o yo nan ba bao ko se nyo” peneliti memperhatikan alat-alat yang baru saja dikatakan tunanetra adalah cangkul dan garpu. Hari sudah menunjukkan pukul dua belas siang tunanetra bersiap-siap untuk pulang sambil membereskan peralatan yang dibawanya. Biasanya sebelum pulang tunanetra istirahat sebentar sambil menikmati sebatang rokok dan terkadang memeriksa tanaman yang lain. Peneliti juga bersiap-siap untuk pulang. Pada catatan lapangan kali ini yang peneliti temukan yaitu tunanetra melakukan penyiangan ubi jalar dengan cara mencangkul tanah pada pokok batang ubi jalar secara hati-hati kemudian meraba tanah bedengan yang ditumbuhi rumput-rumput liar. Rumput tersebut dibenamkan ke dalam tanah bedengan dengan maksud agar secara tidak langsung dapat menjadi kompos bagi tanaman ubi jalar.
Triangulasi :
Penyiangan tanaman ubi jalar dilakukan apabila tanah bedengan telah ditumbuhi gulma atau rumput liar. Penyiangan pertama dilakukan saat tanaman berumur tiga puluh hari dan selanjutnya dilakukan tergantung pertumbuhan rumput liar. Proses penyiangan dilakukan agar pertumbuhan umbi lebih optimal dan sempurna bentuknya. Tunanetra tidak mengalami kendala dalam mengerjakannya.
Catatan Lapangan (CL 10)
Hari/Tanggal: Rabu, 19 Desember 2007
Pukul : 09.00 WIB
Tempat : Lahan Pertanian Ubi Jalar
Tepat pukul sembilan peneliti sudah berada dilahan pertanian ubi jalar bertepatan dengan kedatangan tunanetra. Tunanetra datang dari arah yang biasa dilewatinya. Peneliti melihat tunanetra membawa sebuah cangkul dan garpu/garu untuk mengolah tanah. Sebelum memulai pekerjaan tunanetra meletakkan peralatan yang akan digunakannya di ujung lahan yang tempatnya terlindung dari matahari. Peneliti kemudian memperhatikan apa yang dilakukan oleh tunanetra. Tunanetra berjalan menuju lahan ubi jalar sambil menyusuri pinggiran bedengan. Tanaman yang menjalar sampai kebawah tanah bedengan diangkat dengan hati-hati kemudian dietakkan kembali pada tanah bedengan semula. Demikian selanjutnya tunanetra menyusuri hingga ubi jalar yang keluar dari petakan diletakkan kembali pada tempatnya semula. Beberapa saat kemudian tunanetra mengambil cangkul di ujung lahan. Tanah bedengan yang longsor diperbaiki kembali oleh tunanetra, tanah dibawah bedengan sedikit dicangkul lalu tanah cangkulan diletakkan diatas bedengan tempat tumbuhnya ubi jalar hingga tanah dibawah bedengan rapi tanpa gulma dan sulur-sulur tanaman ubi jalar yang merambat keluar bedengan pun telah rapi kembali diatas tanah bedengan.
Tunanetra melanjutkan pekerjaannya dengan tekun. Setelah bedengan rapi tunanetra melangkah menuju pinggiran lahan tempat garpu/garu diletakkan. Cangkul yang tadi digunakan untuk merapikan tanah bedengan disenderkan pada pohon nangka. Tunanetra istirahat sejenak sambil mengibas-ngibaskan topi.
Beberapa saat setelah itu tunanetra beranjak menuju lahan ubi jalar dengan membawa garpu. Tunanetra berdiri di ujung bedengan lalu mencangkulkan garpu tersebut disekitar batang tanaman ubi jalar. Tunanetra bekerja dengan hati-hati serta konsentrasi yang tinggi. Peneliti mengamati tunanetra mencangkulkan garpu tersebut tanpa merusak tanaman ubi jalar pada tanah bedengan.
Pukul dua belas lewat lima belas menit tunanetra beristirahat di ujung lahan yang agak terlindung dari matahari. Penelitipun mengajukan beberapa pertanyaan kepada tunanetra.
Peneliti : Ba a dek porolu dibolik in batang ubi joloa ko Wak?
Tunanetra : Supayo putu ukhek nan tumbua di khue-khue batang tu ndak
Tumbua le, sahinggo aie jo pati dalam tanah dapek diisok o dek isi ubi.
Peneliti : Umua bokha batang ubi joloa bisa di angkek atau di bolikin Wak?
Tunanetra : La baumua sabulan.
Peneliti : Bokha kali ubi joloa parolu dibolik in Wak?
Tunanetra : Tagantuang patumbuhan o se nyo. Kalau patumbuhan o copek
bisa
ompek kali bagai di bolik in.
Peneliti : Ada kasulitan ndak Wak katiko mambolik in batang?
Tunanetra : Indak.
Peneliti : Cako Isa porotiin Wak Aman mambumbun tanah jo kuie. Ba a
dek
parolu pulo tanah di bumbun Wak?
Tunanetra : Nak samparono bontuak ubi, dibumbun atau di pangkuan jo kuie
nak jang padek bonoa tanah di sakuliliang batang o.
Peneliti : Katiko umua bokha mambumbun ko di kakhojoan Wak?
Tunanetra : Nan patamo katiko ubi umua tigo puluah akhi, nan kaduo katiko
umua onam puluah akhi.
Peneliti : Ba a caro Wak Aman mambumbun?
Tunanetra : Dipangkua jo kuie dibawah batang o.
Peneliti : Olo’ apo se nan Wak Aman pakai?
Tunanetra : Pangkua jo kuie.
Peneliti : Apo kasulitannyo katiko mambumbun Wak?
Tunanetra : Bisa dikecek en ndak ado do.
Peneliti : Kalau untuak pengairannyo ba a Wak? Apo ado sistem khusus?
Tunanetra : Indak, jo aie ujan sajo nyo.
Perbincanganpun selesai, peneliti merasa puas dengan informasi yang diberikan oleh tunanetra. Tunanetra kemudian bersiap-siap untuk pulang. Pada pukul dua belas lewat dua puluh menit tunanetra meninggalkan lahan pertanian ubi jalar.
Triangulasi :
Pengangkatan atau pembalikan batang ubi jalar dilakukan sejalan dengan penggemburan tanah bedengan. Pengangkatan batang dilakukan ketika tanaman ubi jalar berumur satu bulan. Pengangkatan batang dimaksudkan agar akar yang tumbuh pada ruas batang putus dan tidak tumbuh lagi sehingga air dan zat hara tanaman tersalurkan ke umbi yang di inginkan. Frekuensi pengangkatan batang yang dilakukan tunanetra disesuaikan dengan kondisi lahan dan perkembangan tanaman. Proses penggemburan tanah bedengan dilakukan setelah dilakukan pembalikan batang terlebih dahulu. Tanah bedengan disekitar tanaman ubi jalar yang memadat digemburkan dengan menggunakan garpu dengan cara di cangkulkan disekitar pokok batang ubi jalar. Tanah bedengan yang longsor diangkat dengan cangkul kemudian dikembalikan ke lajur bedengan.
Catatan Lapangan (CL 11)
Hari/ Tanggal: Minggu, 12 Februari 2007
Pukul : 08.00 WIB
Tempat : Lahan Pertanian Ubi Jalar
Peneliti datang lebih cepat satu jam dari biasanya karena peneliti diberi tahu oleh tunanetra bahwa saat pemanenan akan dilakukan hari ini. Sesampainya dilahan pertanian tersebut peneliti menemukan tunanetra sudah berada dilahan ubi jalar. Peneliti memperhatikan kegiatan pemanenan ubi jalar yang dilakukan tunanetra.
Tunanetra mencangkul tanah bedengan secara hati-hati disekitar tanaman ubi jalar hingga sampai bagian ujung bedengan. Tunanetra meraba bagian pangkal tanaman atau pokok batang ubi jalar kemudian mencabut rumpun ubi jalar perlahan. Batang ubi jalar diletakkan di pinggir bedengan sambil di onggokkan. Tunanetra meraba tanah bedengan yang telah di cangkul sebelumnya lalu menggali bedengan hingga umbi teraba. Umbi tersebut ditarik keluar dari dalam tanah lalu dimasukkan kedalam karung plastik, demikian seterusnya hingga lajur bedengan tersebut selesai dicabut umbinya.
Tunanetra melanjutkan pekerjaannya memanen ubi jalar pada lajur bedengan disebelahnya dengan cara yang sama. Tanah bedengan dicangkul secara hati-hati untuk memudahkan pengambilan umbi. Setelah itu tunanetra meraba tanaman dan mencabut rumpun ubi jalar, batang tanaman diletakkan di pinggir bedengan, tanah bedengan diraba sambil sedikit digali oleh tunanetra, setelah umbi teraba maka segera ditarik keatas permukaan tanah. Umbi tersebut dimasukkan kedalam karung plastik. Tunanetra menyediakan karung plastik yang agak banyak karena tidak memungkinkan bagi tunanetra untuk mengangkat/menyeret karung berisi umbi pada tiap lajur bedengan.
Pada pukul sembilan lewat lima belas menit adik perempuan tunanetra datang dan membantu tunanetra memanen ubi jalar, tunanetra masih melanjutkan pekerjaannya dengan tekun. Setelah semua umbi selesai dikelurkan dari dalam tanah, selanjutnya umbi dalam karung plastik diseret oleh adik tunanetra ke pinggir lahan. Umbi-umbi tersebut dikeluarkan dari dalam karung dan dionggokkan di ujung lahan. Tunanetra kemudian berjongkok disekitar tumpukan umbi lalu meraba umbi satu persatu. Tanah dan akar tanaman yang menempel pada umbi dibersihkan kemudian dipisahkan menjadi dua bagian umbi yang bagus dan umbi yang luka karena pemanenan/umbi yang cacat.
Sambil memperhatikan tunanetra mensortir umbi tersebut peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada tunanetra.
Peneliti : Umua bokha ubi la bisa dibungkoa Wak?
Tunanetra : Biaso o katiko baumua tigo bulan dibungkoa.
Peneliti : Ba a caro Wak Aman manontuun ubi joloa la bisa dibungkoa?
Tunanetra : Batang o katiko dipata an ndak putu do, daun o la kokhe, tu daun o nan dokek pongkoa abi tinggoa se nan di ujuang le.
Peneliti : Olo’ apo se nan bapakai katiko mambungkoa Wak?
Tunanetra : Pangkua jo goni se nyo.
Peneliti : Apo kasulitan o katiko mambungkoa Wak?
Tunanetra : Katiko ma angkuknyo iyo ditolong dek ukhang, dek awak ndak
tolok do.
Peneliti : Bokha biaso o hasie e Wak?
Tunanetra : Ompek goni.
Peneliti : Kalau di ituang jo kilo bokha kikho-kikho Wak?
Tunanetra : Sagoni do sakitar limo puluah kilo lai agaknyo tu.
Peneliti : Koma bajuo hasie Wak?
Tunanetra : Ukhang se nyo nan manjopuk ka khumah, kadang-kadang katiko
sodang mambungkoa do la di nontiin dek ukhang sakali.
Peneliti : Ndak ado bamasuk un ka pajak-pajak Wak?
Tunanetra : Indak ado do, ukhang se nan datang mamboli.
Peneliti : Dakhi ma ukhang tau kalau Wak Aman ka mambungkoa?
Tunanetra : Sapokan manjalang ka dibungkoa la bakecek-kecek en ka ukhang di
pajak kalau ubi ko ka di bungkoa. Tu katiko akhi mambungkoa do bonoa ukhang o tibo sakali.
Peneliti : Bokha di ambiek ukhang sakilo Wak?
Tunanetra : Dek ukhang do langsuang nan manjopuk, bajua sakhibu sakilo.
Umbi tersebut dimasukkan kembali kedalam karung plastik. Selanjutnya tunanetra berjalan menyusuri pinggiran bedengan memungut batang ubi jalar, batang ubi jalar dikumpulkan di pinggir lahan sambil di onggokkan. Pukul dua belas tepat tunanetra selesai memanen ubi jalar.
Triangulasi :
Tunanetra memanen ubi jalar setelah tanaman berumur tiga bulan. Tunanetra menentukan tanaman ubi jalar telah bisa dipanen dengan memperhatikan ciri-ciri batang dan ciri-ciri daun tanaman. Batang tanaman saat dipatahkan tidak putus, daun sudah mengeras, daun pada bagian pangkal tanaman habis. Proses panen dilakukan dengan mencangkul bagian bawah tanaman secara hati-hati agar akar tanaman tidak putuss dan umbi tertinggal di dalam tanah. Pemasaran ubi jalar dilakukan tunanetra secara langsung tanpa melalui perantara. Sebelum panen dilakukan tunanetra menginformasikan kepada masyarakat bahwa ubi jalar miliknya akan segera dipanen. Pembeli yang berminat secara langsung membeli ubi jalar dari tunanetra.