BAB II
LANDASAN TEORI
A. Prestasi Belajar
1. Pengertian prestasi belajar
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.
Seseorang dikatakan belajar apabila dapat melakukan sesuatu dengan cara latihan-latihan sehingga yang bersangkutan menjadi berubah (Hilgrad dalam Suryabrata, 1984). Belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar. Perubahan tersebut pada pokoknya adalah didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan perubahan tersebut terjadi karena ada usaha (Suryabrata, 1984).
Prestasi belajar bagi mahasiswa sangat penting karena prestasi belajar merupakan suatu gambaran tingkat keberhasilan dari kegiatan selama mengikuti suatu pelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat Nawawi (1991), yang mengatakan prestasi belajar adalah tingkatan keberhasilan mahasiswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu.
Prestasi belajar menurut Poerwadarminto (1987), adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang. Sedangkan prestasi belajar itu sendiri diartikan sebagai perstasi yang dicapai oleh seseorang siswa pada jangka waktu tertentu dan dalam buku rapor sekolah.
Prestasi belajar merupakan suatu tingkatan penguasaan yang dicapai oleh mahasiswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Definisi ini hampir sama dengan yang diungkapkan Noelaka (1986), yang menyatakan bahwa prestasi belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh mahasiswa dalam kegiatan proses belajar mengajar.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah suatu kecakapan baru yang diperoleh seseorang sebagai atribut latihan pengalaman belajar sebelumnya, yang ditunjukkan dengan hasil tindakan yang mencerminkan penguasaan materi yang sudah diberikan, yang ditentukan melalui pengukuran dan penilaian.
2. Macam-macam tes prestasi belajar
Pada dunia pendidikan, pengukuran prestasi belajar sangat diperlukan, karena dengan diketahui prestasi mahasiswa maka diketahui pula kemampuan dan keberhasilan mahasiswa dalam belajar. Untuk mengetahui prestasi belajar dapat dilakukan dengan cara memberikan penilaian atau evaluasi, dengan tujuan supaya mahasiswa mengalami perubahan positif. Penilaian berarti usaha untuk mengetahui sejauh mana perubahan yang telah terjadi melalui kegiatan belajar mengajar.
Menurut Arikunto (1989) bahwa pengukuran prestasi belajar dapat dilakukan dengan cara memberikan test yang mempunyai fungsi yaitu untuk mengukur kemampuan mahasiswa dan keberhasilan program pengajaran. Test tersebut dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
a. Test diagnostik, adalah test yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan mahasiswa, sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat diberikan perlakuan yang tepat.
b. Test formatif, dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa telah terbentuk setelah mengikuti suatu program tertentu, test formatif ini dapat digunakan sebagai test diagnostik pada akhir pelajaran.
c. Test sumatif, test ini dilakukan setelah berakhir pemberian sekelompok program atau sebuah program yang lebih besar. Test ini dapat dilakukan idividu pada setiap kesempatan akhir catur wulan atau akhir semester.
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dari hasil evaluasi belajar akan dapat diketahui tingkat keberhasilan dari mahasiswa. Di samping evaluasi belajar akan menghasilkan nilai atau skor, juga dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan mahasiswa di dalam menerima pelajaran.
3. Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
Ahmadi dan Supriyono, (1991) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah faktor internal dan faktor ekternal hal tersebut saling berinteraksi secara langsung ataupun tidak langsung dalam mencapai prestasi belajar.
Slameto (1995) menegaskan bahwa factor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar banyak jenis nya, tetapi dapat digolongkan kepada dua yaitu factor internal san factor eksternal. Factor internal asalah factor yang ada dalam diri individu yang belajarsedangkan factor eksternal adalah factor yang diluar dari diri individu.
a. Faktor internal
1) Faktor jasmaniah (fisiologis) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh dan sebagainya.
2) Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh, yang terdiri atas :
a) Faktor intelektif yang meliputi 1) kecerdasan dan bakat, Kecerdasan merupakan aspek yang juga ikut menentukan berhasil tidaknya belajar seseorang. Jika seorang siswa mempunyai tingkat kecerdasn normal maka secara potensial dia dapat mecapai prestasi yang tinggi. Jika seorang siswa mempunyai kecerdasan dibawah normal, sangatlah sukar baginya untuk bersaing untuk mencapai perstasi tinggi, sedangkan bakat merupakan potensi atau kemampuan dimana apabila diberi kesempatan untuk dikembangkan melalui belajar akan mempermudah siswa dalam meraih perstasi sesuai yang diharapkan. 2) Faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah dimiliki. Anak yang mempunyai pembawaan perstasi yang baik akan lebih mudah dan cepat berhasil dalam belajarnya dari pada anak yang mempunyai pembawaan yang kurang baik.
b) Faktor non intelektif, didalam faktor non intelektif terdapat manajemen waktu belajar maupun aktivitas-aktivitas yang lain dari individu yang dapat mempengaruhi prestasi belajarnya karena didalam faktor non intelektif manajemen waktu individu dipengaruhi oleah unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi dan penyesuaian diri
c) Faktor kemampuan fisik maupun psikis. Kondisi psikis yang terganggu secara otomatis akan mempengaruhi dalam belajarnya. Anak tersebut tidak akan dapat berkonsentrasi penuh karena kondisinya tidak sesuai dengan keadanyanya. Selain kondisi psikis kondisi fisik yang tidak normal maka hasil belajarnyapun akan kurang, karena anak tidak memungkinkan untuk melakukan aktivitas belajarnya.
b. Faktor eksternal
1) Faktor sosial
a) Lingkungan keluarga
Keluarga mempunyai pengaruh baik, terhadap keberhasilan belajar. Hal ini terjadi apabila keluarga khususnya orang tua mau merangsang, menolong dan membimbing aktivitas belajar. Sehingga memungkinkan seseorang untuk mencapai prestasi belajar yang tinggi. Hal lain yang dapat mempengaruhi perstasi belajar adalah suasana rumah. Bila suasana rumah dalam keadaan tenang, damai, sejuk, hal ini dapat membuat seseorang berkonsentrasi dalam belajarnya sehingga seseorang dapat mencapai prestasi belajar yang tinggi. Dalam hal ini dukungan sosial dari keluarga sangat mempengaruhi prestasi belajar siswa.
b) Lingkungan sekolah
Hubungan antara guru dengan siswa yang kurang baik karena suatu pengalaman, hubungan siswa dengan siswa yang tidak menyenangkan, tujuan pelajaran yang ditetapkan di atas kemampuan murid, hal ini dapat mepengaruhi belajar dan hasil belajar siswa. Disamping itu guru yang kurang atau tidak menyadari peranannya dalam proses belajar mengajar dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.
c) Lingkungan masyarakat
Cukup banyak pengaruh dari masyarakat yang dapat menimbulkan kesukaran belajar terutama dari teman-teman sebaya. Jika teman yang sebaya disekitar lingkungan dimana kita tinggal merupakan anak yang rajin belajar maka anak akan terangsang untuk belajar. Sebalikanya bila lingkungan disekitar tempat tinggal merupakan anak yang berkeliaran tidak tentu maka anakpun dapat terpengaruh dan hal ini akan mempengaruhi perstasi belajar.
d) Lingkungan kelompok
Lingkungan ini merupakan kumpulan dari teman sebaya, apabila lingkungan kelompok memiliki intensitas belajar yang tinggi maka dapat menyebabkan seseorang didalam kelompok tersebut memiliki tingkat perstasi belajar yang tinggi. begitu juga sebaliknya.
2) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian.
3) Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, dan iklim.
4) Faktor lingkungan spiritual atau kemampuan.
B. Manajemen Waktu
1. Pengertian Manajemen Waktu
Timpe, (1991) menjelaskan bahwa waktu adalah sumber yang paling langka dan jika itu tidak dapat dikelola, maka hal lain pun tidak dapat dikelola. Maksudnya, untuk mempelajari aspek manusia dari perubahan sikap menuju ke pengelolaan lebih baik dari sumber waktu yang berharga. Obyek dari manajemen waktu adalah untuk menambah dan mengoptimalkan penggunaan dari waktu luang yang tersedia.
Timpe, (1991) Bidang manajemen waktu dengan cepat menjadi lebih penting baik dalam kehidupan pribadi individu. Pengelolaan waktu yang baik sangat bermanfaat dalam pengertian penghematan biaya proyek maupun pemanfaatan asset organisasi yang paling berharga, yaitu orang atau pegawai. Waktu akan memberikan gambaran yang unik. Timpe, (1991) menyarankan dalam suatu perusahaan membuat catatan waktu untuk memerangi pemborosan waktu karena kebiasaan. Artikelnya tentang pengelolaan waktu, memperlihatkan rincian penggunaan waktu yang seharusnya dilakukan manajer dalam rata-rata satu hari kerja. Hasil yang didapat 90% digunakan untuk menjalankan persahaannya, menentukan program jangka panjang, memecahkan masalah, membuat tugas administrasi, laporan, rapat, sedangkan sisa 10% digunakan untuk kegiatan tidak produktif, masalah yang tidak direncanakan dan sebagainya.
Gie (1996) berpendapat manajemen waktu adalah segenap kegiatan dan langkah mengatur serta mengelola waktu dengan sebaik-baiknya, sehingga mampu membawa kearah tercapainya tujuan hidup yang telah ditetapkan oleh individu yang bersangkutan. Manajemen diri diartikan sebagai cara individu mengorganisasikan kehidupanya dengan prinsip mendahulukan apa-apa yang harus dilakukan skala prioritas. Senada dengan hal diatas,
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud manajemen waktu adalah suatu proses pengorganisasian dan pemikran manusia dimana seseorang mengatur terlebih dahulu kebutuhan dan keinginan kemudian menyusunnya berdasarkan segi urutan kepentingan sehingga mampu menata dan menerapkan segala hal yang ada disekitarnya diantaranya mengetahui skala prioritasnya dan menjadikan seluruh hidupnya sarasi dengan lingkungan sekitarnya. Tidakan ini dapat mencakup penetapan proritas bagi segala aktivitas dan dapat pula dengan cara pengorganisasian diri terhadap kehidupannya dengan mendahulukan hal-hal yang harus didahulukan untuk memparlancar kegiatan dan mencapai hasil yang memuaskan.
2. Aspek-Aspek Manajemen Waktu
Macan (dalam Anang Pamangsah, 2008) mengemukakan aspek-aspek dalam manajemen waktu yaitu:
a. Penentapan tujuan dan prioritas, penetapan tujuan dan prioritas ini dikaitkan dengan apa yang ingin dicapai atau apa yang dibutuhkan untuk memperoleh dan membuat prioritas dari tugas yang penting untuk mencapai tujuan.
b. Mekanisasi dari menajemen waktu. Didalam aspek ini meliputi proses dari rencana yang akan dilakukan.
c. Kontrol terhadap waktu, kontrol terhadap waktu berhubungan dengan perasaan dapat mengatur waktu dan pengkontrolan terhadap hal-hal yang dapat mempengaruhi penggunaan waktu.
Pedler dan Boydell (dalam Anang Pamangsah, 2008) menyatakan bahwa tinggkat evektifitas seseorang individu dalam melakukan manajemen terhadap dirinya dipengaruhi oleh beberapa aspek diantranya:
a. Kesehatan (Health). Kondisi fisik maupun psikis mempengaruhi seseorang dalam mengarahkan aktifitas kehidupan. Di satu sisi, kesehatan fisik menjadi modal utama bagi seseorang individu untuk melakukan aktivitas dan di sisi lain kesehatan psikis memciptakan kondisi mental yang stabil. Kondisi kesehatan yang baik akan mewujudkan keseimbangan pada diri individu sehingga akan mempermudah ia dalam melakukan penyesuaian diri dalam memanajemen waktu.
b. Ketrampilan atau keahlian (Skill). Menggambarkan kualitas individu tersebut. Ada beberapa ketrampilan yang diperlukan dalam kehidupan. Seberapa jauh kesadaran individu akan hal ini menetukan seberapa jauh ia menyusun rencana untuk kehidupannya. Individu tersebut dapat memutuskan untuk menjadi orang yang memiliki berbagai keahlian sekaligus atau menjadi orang yang melakukan suatu keahlian tertentu. Pilihan tersebut yang dilakukan oleh individu selanjutnya akan mempengaruhi cara ia mawujudkan tujuannya, mulai dari menentukan tingkatan keahlian, menentukan model atau contoh yang tepat sehingga mencari sesempatan untuk melatih keahliaan tersebut.
c. Aktivitas (action). Seberapa jauh seorang individu mampu menyelesaikan aktivitas hidup yang baik, misalnya seberapa jauh kemampuannya untuk membuat keputusan dan mengambil inisiatif. Individu yang mampu mengembangkan aktivitas hidupnya dengan baik adalah individu yang memiliki kepekaan terhadap berbagai alternatif atau cara pandang dan memiliki imajinasi moral yang tinggi sehingga keputusan-keputusan aktivitas mempertimbangkan dua hal sekaligus, yaitu yang memberi manfaat bagi dirinya dan bagi orang lain.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek yang mempengaruhi manajeman waktu adalah penentapan tujuan dan prioritas, dimana proritas dikaitkan dengan apa yang akan dicapai. Mekanisasi dari menajemen waktu, kontrol terhadap waktu yang dimaksud adalah pengontrolan terhadap hal-hal yang dapat mempengaruhi penggunaan waktu.
3. Faktor-Faktor Manjemen Waktu
Novan Rahardi (2007) menjelaskan beberapa faktor yang menentukan tercapainya proses manajemen waktu mahasiswa, antara lain:
a. Faktor dari dalam diri yang melakukan kesalahan (human error). Faktor ini menjadi faktor utama. Setiap manusia belajar dari kesalahan hidupnya. Dengan manajemen, manusia meminimalisir kesalahan di masa lampau.
b. Faktor pandangan hidup (life way). Faktor ini mampu memacu motivasi mahasiswa. Seperti, untuk apa berkuliah, setelah lulus apa yang akan dilakukan?. Dengan pandangan hidup yang jelas, tergambar dalam benak sebuah masa depan.
c. Faktor lingkungan kampus. Pada dasarnya lingkungan kampus menjadi barometer kreativitas mahasiswa. Dengan fasilitas kampus yang memadai, mahasiswa mampu menimba ilmu secara otodidak yang kurang didapat di bangku kuliah. Hal ini mempersingkat waktu proses belajar kognitif mahasiswa.
Macan (dalam Anang Pamangsah, 2008) menemukan 3 faktor manajemen waktu yang dipakai dalam pengembangan pengukuran tugas atas manajemen waktu yaitu:
a. Menetapkan tujuan dan priritas, yaitu apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan seseorang untuk diselesaikan dan bagaimana individu dapat menempatkan kebutuhan sesuai prioritas tugas yang diperlukan untuk mencapai sasaran. Lakien (1983) manyatakan bahwa penentuan pioritas berkaitan dengan tingkat kepentingan individu.
b. Teknik atau mekanika manajemen waktu, yaitu cara-cara yang digunakan dalam mengelola waktu seperti membuat daftar, jadwal, dan rencana kerja.
c. Kecenderungan untuk terorganisasi, yaitu kecenderungan seseorang dalam bekerja dihubungkan dengan cara bagaimana individu mengatur lingkungan kerja disekitarnya.
Ketiga faktor manajemen ini kemudian dijadikan pedoman oleh Macan, dkk (dalam Anang Pamangsah,1998) untuk menyusun skala manjemen waktu yang kemudian dikenal sebagai TMB (Time Management Behavioral Scale). Dari penelitiannya, Macan menentukan 33 perilaku manajemen waktu yang sering muncul yaitu: mengevaluasi jadwal harian, meninjau kembali aktivitas, menetapkan deatline, meningkatkan evisiensi kerja, menentukan skala prioritas, merinci tugas-tugas, menetapkan tujuan jangka pendek, meninjau kembali tujuan-tujuan, menyelesaikan tugas-tugas prioritas, menjaga tujuan jangka panjang, mengurus surat-surat dan memo, membawa buku janji, membuat daftar kegiatan yang dilakukan, menulis catatan pengingat, memanfatkan waktu luang, mempraktekkan catatan kecil, membawa catatan kecil, menghindari inturupsi, menjadwal rencana kegiatan tertentu perminggu, menjaga catatan harian, menjadwal waktu perhari, mengatur pekerjaan yang berhubungan dengan surat menyurat, menentukan baju setiap malam, mengenali situasi yang tidak teratur, mengenali situasi yang kacau, memiliki ruang kerja yang tidak teratur, mengetur tugas berdasarkan pilihan tertentu, melupakan daftar yang dibuat, mempercayai bahwa hari tidak bias di perkirakan, menjadwal waktu yang terbuang atau sia-sia, meninggalakan tempat atau lingkungan kerja dalam keadaan buruk, memisahkan surat-surat perhari dan tidak mengatur pekerjaan.
C. Hakekat Tunanetra
1. Pengertian Tunanetra
Pada umumnya tunanetra diartikan gangguan pada mata yang menyebabkan terganggunya penglihatan. Dalam jarak tertentu orang normal dapat melihat dengan jelas sedangkan tunanetra akan mengalami kesulitan atau tidak jelas, bahkan tidak tampak sama sekali. poerdaminta (2006) mengidentifikasi tunanetra/buta dengan tidak dapat melihat. Menurut Hoetomo (2005) tuna diartikan sebagai luka, rusak, kurang, tidak memiliki. Sedangkan ketunaan diartikan hal yang berhubungan dengan cacat atau kekurangan.
Dipandang dari segi bahasa kata tunanetra terdiri dari dua kata yaitu tuna dan netera: a. Tuna (tuno:Jawa) yang berarti rugi yang kemudian diartikan dengan rusak, hilang, terhambat, terganggu, tidak memiliki. b. Netra (netro:Jawa) yang berarti mata. Namun demikian kata tunanetra salah satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan, adanya kerugian yang disebabkan oleh kerusakan atau terganggunya organ mata. Tunanetra artinya rusak mata atau tidak memiliki mata yang berarti buta atau kurang dalam penglihatan (Purwaka, 2005)
Djaja (2006) mengemukakan bahwa yang dimaksudkan dengan tunanetra adalah mereka yang mempunyai kombinasi ketajaman penglihatan hampir kurang dari 0,3 (60/200) atau mereka yang mempunyai tingkat kelainan fungsi penglihatan yang lainnya lebih tinggi, yaitu mereka yang tidak mungkin atau kesulitan secara signifikan untuk membaca tulisan atau ilustrasi awas meskipun dengan menggunakan alat bantu kaca pembesar.
Sutjihati (2006)Pengertian tuna netra tidak saja mereka yang buta, tetapi mencakup juga mereka yang mampu melihat tetapi terbatas sekali dan kurang dapat dimamfaatkan untuk kepentingan hidup sehari-hari.
Secara umum tuna netra dapat diartikan gangguan pada mata yang menyebabkan tergangunya fungsi penglihatan sehingga kurang dapat dimamfaatkan untuk kepentingan hidup sehari-hari.
2. Penyebab Ketunanetraan
Penyebab ketunanetraan dapat ditinjau dari sudut waktu terjadinya (ketika anak/bayi sebelum dilahirkan atau masa prenatal, saat anak dilahirkan atau masa natal, ketika anak telah lahir atau masa post natal). Ketunanetraan juga dapat ditinjau dari sudut intern (penyebab yang datang dari dalam diri), dan ekstern (penyebab yang dari luar diri).
Beberapa penyebab ketunanetraan ditinjau dari sudut intern dan ekstern diantaranya:
a. Faktor intern
1). Perkawinan keluarga
Pada umumnya faktor keturunan terdapat pada inti sel (nukleus) dalam bebtuk kromosom yang berpasangan yang berjumlah 23 kromosom. Kromosom ini terdiri dari DNA yang membentuk gen-gen pembawa sifat bagi setiap karakteristik di dalam tubuh manusia, bila terjadi kelainan genetik dari orang tua atau salah satunya maka inilah yang akan diturunkan pada generasi berikutnya.
2). Perkawinan antar tunanetra
Faktor DNA membentuk gen-gen yang merupakan pembawa sifat bagi setiap karakteristik (manusia). Gen-gen inilah yang nantinya akan diturunkan pada generasi berikutnya, akan sangat terasa apabila terjadi perkawinan antar tunanetra.
b. Faktor ekstern
1). Penyakit sifilis/raja singa/rubella
Penyakit sipilis merupakan penyakit kotor yang menyerang alat kelamin, apabila penyakit ini menyerang seorang ibu yang sedang mengandung maka akibatnya mata dan indra lainnya akan terganggu bahkan menyebabkan anak menjadi buta.
2). Malnutrisi berat
Malnutrisi berat ini menyangkut kekurangan kalori, protein, kalsium, yodium, serta vitamin A,C,D,E. kekurangan gizi yang sangat berat pada saat embrional akan menimbulkan kelainan-kelainan yang sangat kompleks dan mempengaruhi susunan saraf pusat dan mata.
3). Kekurangan vitamin A
Pada anak-anak kekurangan vitamin A akan menyebabkan kerusakan pada matanya. Kerusakan itu akan mengikuti kerusakan pada sensitifitas retina terhadap cahaya serta merusak selaput epitel pada kornea. Bila dalam keadaan parah, maka akan mengakibatkan hancurnya retina maka anak akan menjadi buta.
4). Diabetes militus
Diabetes merupakan gangguan metabolisme tubuh akibatnya kondisi gula darah darah meningkat dari normal. Gangguan metabolisme ini akan merusak mata, ginjal, susunan saraf, dan pembuluh darah.
5). Tekanan darah tinggi
Tekanan darah terlalu tinggi dapat menimbulkan gangguan mata, tekanan darah tinggi atau hipertensi dapat mengakibatkan retinopati hipertensi. Retinopati hipertensi adalah kelainan retina dan pembuluh darah retina akibat tekanan darah tinggi. Pada penderita hipertensi yang berat dapat mengakibatkan pendarahan pada daerah pupil dan sejajar dengan permukaan retina.
6). Stroke
Stroke disebabkan karena penyumbatan pembuluh darah otak atau pendarahan. Akibatnya kerusakan saraf mata yang akan mengganggu penglihatan.
7). Radang kantung air mata
Radang ini ditemukan pada anak-anak, biasanya dimulai dengan tertutupnya saluran air mata oleh kotoran dan apabila dibiarkan maka akan tampak nanah yang akan memencar dari lubang saluran air mata dan sangat berbahaya bagi kesehatan mata.
Beberapa penyebab ketunanetraan menurut Purwaka Hadi (2005) diantaranya :
a. Faktor genetik atau herediter
Beberapa kelainan penglihatan bias didapat akibat diturunkan dari orang tua misalnya, buta warna, albinism, retinitis pigmentosa.
b. Perkawinan sedarah
Banyak ditemukan ketunanetraan pada anak hasil perkawinan dekat, misalnya keluarga dekat (incest).
c. Proses kelahiran
Dialami karena trauma pada saat proses kelahiran, lahir premature, berat lahir kurang dari 1300 gr, kekurangan oksigen akibat lamanya proses kelahiran dan menggunakan alat bantu.
d. Penyakit anak-anak yang akut sehingga berkomplikasi pada organ mata, infeksi virus yang menyerang syaraf dan anatomi mata.
e. Kecelakaan
Tabrakan yang mengenai organ mata, benturan, terjatuh, dan trauma lain yang secara lansung atau tidak langsung mengenai organ mata.
f. Perlakuan kontiniu dengan obat-obatan
Penggunaan obat yang overdosis sangat berbahaya terhadap organ –organ lunak seperti mata.
g. Infeksi oleh binatang juga dapat merusak organ-organ selaput mata yang tipis.
h. Beberapa kondisi kota dengan suhu yang panas membawa bibit penyakit kering yang masuk kemata, pada daerah kering biasa ditemukan penyakit mata jenis trakoma.
3. Klasifikasi Tunanetra
Tunanetra dapat diklasifikasikan berdasarkan fenomena dan karakteristik yang diperlihatkannya. Ada tunaetra yang benar – benar tidak mampu melihat apapun, ada tunanetra yang mampu melihat samar- samar (masih ada sisa penglihatan). Di bidang pendidikan, tunanetra dapat diklasifikasikan berdasarkan kebutuhan mereka di bidang pendidikan, apakah mereka membutuhkan pelayanan khusus ataukah bisa diterapkan pelayanan seperti melayani anak-anak yang awas.
Klasifikasi tunanetra dapat diklasifikasikan ke dalam lima kategori Purwaka Hadi (2005) diantaranya :
a. Kelompok yang memiliki penglihatan agak normal tetapi membutuhkan koreksi lensa dan alat bantu membaca.
b. Kelompok yang ketajaman penglihatannya kurang atau sedang yanbg memerlukan pencahayaan dan alat bantu penglihatan khusus.
c. Kelompok yang memiliki penglihatan pusat rendah, lantang penglihatan sedang, ketidakmampuan memperoleh pengalaman akibat kerusakan penglihatan.
d. Kelompok yang memiliki fungsi penglihatan buruk, kemampuan lantang pandang rendah, penglihatan pusat buruk, dan perlu alat bantu untuk membaca yang kuat.
e. Kelompok yang tergolong buta total.
Klasifikasi tunanetra dapat dilihat dari tingkat ketajaman penglihatan (visus) melalui Snellen Test diantaranya:
a. Tingkat ketajaman 20/20 feet – 20/50 feet (6/6 m – 6/16 m) digolongkan tunanetra taraf ringan.
b. Tingkat ketajaman 20/70 feet – 20/200 feet (6/20 m – 6/60 m) dapat dikatakan tunanetra low vision.
c. Tingkat ketajaman 20/200 feet atau lebih (6/60 m atau lebih) digolongkan tingkat berat dan hanya dapat membedakan terang dan gelap.
d. Tingkat ketajaman peglihatan 0 (visus 0) digolongkan buta total.
Klasifikasi tunanetra dapat dilihat dari kemampuan melihat (visual impairment) diantaranya :
a. Buta (blind), ketunanetraan jenis ini terdiri dari :
1). Buta total (totally blind) adalah mereka yang tidak dapat melihat sama sekali baik gelap maupun terang.
2). Memiliki sisa penglihatan (residual vision) adalah mereka yang masih bisa membedakan antara gelap dan terang.
b. Kurang penglihatan (low vision), jenis – jenis tunanetra kurang lihat adalah :
1). Light Perception, apabila hanya dapat membedakan terang dan gelap.
2). Light Projection, tunanetra ini dapat mengetahui perubahan cahaya dan dapat menentukan arah simber cahaya.
3). Tunnel Vision atau penglihatan pusat, penglihatan tunanetra adalah terpusat (20) sehingga apabila melihat objek hanya terlihat bagian tengahnya saja.
4). Periferal Vision atau penglihatan samping, sehingga pengamatan terhadap benda hanya terlihat bagian tepi.
5). Penglihatan bercak, pengamatan terhadap objek ada bagian-bagian tertentu yang tidak terlihat.
4. Karakteristik Tunanetra
Karakteristik tunanetra buta menurut Purwaka (2005) antara lain:
a. Ciri khas fisik tunanetra buta
Mereka yang tergolong buta bila dilihat dari organ matanya biasanya tidak memiliki kemampuan normal, misalnya bola mata kurang atau tidak pernah bergerak, kelopak mata kurang atau tidak pernah berkedip, tidak bereaksi terhadap cahaya. Tunanetra buta yang tidak terlatih Orientasi dan Mobilitas biasanya tidak memiliki konsep tubuh atau body image, sehingga sikap tubuhnya menjadi jelek misalnya: kepala tunduk atau bahkan tengadah, tangan menggantung layu atau kaku, badan berbentuk sceiliosis, berdiri tidak tegak.
b. Ciri khas psikhis tunanetra buta
Tunanetra buta tidak memiliki kemampuan menguasai lingkungan jarak jauh dan bersifat meluas pada waktu yang singkat. Ketidakmampuan ini mengakibatkan rasa khawatir, ketakutan dan kecemasan berhadapan dengan lingkungan. Tunanetra buta mempunyai sikap dan prilaku yang bersifat kesusilaan seperti: percaya diri, rasa curiga pada lingkungan, tidak mandiri atau kebergantungan pada orang lain, pemarah atau mudah tersinggung (sensitive), penyendiri (inferiority), pasif (self centered), mudah putus asa, sulit menyesuaikan diri.
D. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan pola pikir mengenai pelaksanaan penelitian. Adapun kerangka konseptual pada penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut :
Gambar 1. Kerangka Konseptual
Pola pikir penelitian didasari oleh manajemen waktu sebagai variabel bebas (x), terhadap Hasil belajar sebagai variabel terikat (y). Manajemen waktu ini meliputi 3 aspek yaitu; Tujuan/prioritas yang ingin dicapai, rencana yang akan dilakukan dan kontrol/pengaturan waktu, yang akan dianalisis untuk menguji hubungan atau korelasi antar variabel.
E. Hipotesa penelitian
Ada beberapa hal yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini, yaitu :
F. 1.Ha = terdapat hubungan yang signifikan antara manajemen waktu mahasiswa tunanetra dengan hasil belajarnya.
G. 2.Ho = tidak terdapat hubungan yang signifikan antara manajemen waktu mahasiswa tunanetra dengan hasil belajarnya.