Blogs That Discuss About The World Of Education, Special Education Was Exceptional

Powered by Blogger.
.

Perkembangan Bahasa Pada Masa Bayidan Hambatan Perkembangan Bahasa Pada Masa Bayi

Diposkan oleh romiariyanto Thursday, October 27, 2011


Perkembangan Bahasa Pada Masa Bayi

Bahasa bayi adalah bahasa yang khas digunakan anak-anak yang belum mampu mengekspresikan dirinya dalam ungkapan kata-kata yang benar. Bahasa adalah segala bentuk komunikasi dimana pikiran dan perasaan manusia disimbolisasikan agar dapat menyampaikan arti pada orang lain.
Interaksi pada seorang anak, yang merupakan awal dari tahapan bicara.

· Pada usia 4-5 bulan harus terihat mencari sumber suara
· Pada usia 6-7 bulan bayi akan menikmati permainan seperti "ciluk ba"
· Usia 9 bulan bayi mulai menggunakan tangannya untuk melakukan kegiatan
· sederhana seperti "melambaikan tangan" sebagai ekspresi interaksi
· sosial
· Pada usia 9-12 bulan bayi memperlihatkan keinginannya pada suatu obvek
· dengan meraih , atau menangis bila tidak mendapatkannya
· Pada usia 10-12 bulan bayi mulai menggunakan jarinya untuk menunjuk
· sesuatu yang menarik sambil berbagi pada orang lain.

Ada sekitar 9 tanda yang dipakai bayi untuk mengekspresikan perasaan bayi sebelum bayi bisa bicara yaitu :
· Tertarik akan sesuatu,tampak bayi memperhatikan dengan melihat dan
· mendengar sesuatu (biasanya alis matanya akan sedikit tertarik ke
· bawah atau ke atas)
· Menikmati, bayi tersenyum sambil membuka bibir
· Surprise, wajah disertai alis terangkat, mata lebih lebar dengan mulut
· membentuk huruf "o"
· Distrese, bayi tampak menangis, alis berkerut, dengan sudut mulut ke
· bawah
· Marah, muka bayi tampak lebih merah, mata mengecil
· Takut, kulit bayi tampak lebih pucat, dingin, bergetar atau bulu
· berdiri
· Malu, diperlihatkan dengan bulumata yang lebih tertarik ke bawah,
· tonus otot di wajah dan leher berkurang yang menyebabkan kepala bayi
· tertarik ke bawah
· Jijik, diperlihatkan dengan mulut dan lidah berkerut
· Tak suka bau tertentu,mulut dan hidung bayi terangkat dengan kepala
· sedikit manjauh

Usia Kemampuan
· 0-1 bulan Respons bayi saat mendengar suara dengan melebarkan mata
· atau perubahan irama pernafasan atau kecepatan menghisap susu
· 2-3 bulan Respons bayi dengan memperhatikan dan mendengar orang yang
· sedang bicara
· 4 bulan Menoleh atau mencari suara orang yang namanya
· dipanggil
· 6-9 bulan Babbling, mengerti bila namanya disebut
· 9 bulan Mengerti arti kata "jangan"
· 10-12 bulan Imitasi suara, mengucapkan mama/papa dari tidak berarti
· sampai berarti kadang meniru 2-3 kata Mengerti perintah sederhana
· seperti "Ayo berikan pada saya"
· 13-15 bulan Perbendaharaan 4-7 kata, 20% bicara mulai dimengerti orang
· lain
· 16-18 bulan Perbendaharan 10 kata, beberapa ekolalia (meniru kata yang
· diucapkan orang lain), 25% dapat dimengerti orang lain
· 22-24 bulan Perbendaharan 50 kata, kalimat 2 kata, 75% dapat
· dimengerti orang lain
· 2-2,5 tahun Perbendaharan > 400 kata, termasuk nama, kalimat 2-3 kata,
· mengerti 2 perintah sederhana sekaligus
· 3-4 tahun Kalimat dengan 3-6 kata ; bertanya, bercerita, berhubungan
· dengan pengalaman, hamper semua dimengerti orang lain
· 4-5 tahun Kalimat degan 6-8 kata, menyebut 4 warna, menghitung
· sampai 10

Perkembangan Kemampuan Berbicara dan Bahasa Pada Usia 0 - 8 Minggu
Pada masa awal, seorang bayi akan mendengarkan dan mencoba mengikuti suara yang didengarnya. Sebenarnya tidak hanya itu, sejak lahir ia sudah belajar mengamati dan mengikuti gerak tubuh serta ekspresi wajah orang yang dilihatnya dari jarak tertentu. Meskipun masih bayi, seorang anak akan mampu memahami dan merasakan adanya komunikasi dua arah dengan memberikan respon lewat gerak tubuh dan suara. Sejak dua minggu pertama, ia sudah mulai terlibat dengan percakapan, dan pada minggu ke-6 ia akan mengenali suara sang ibu, dan pada usia 8 minggu, ia mulai mampu memberikan respon terhadap suara yang dikenalinya.

8 - 24 Minggu
Tidak lama setelah seorang bayi tersenyum, ia mulai belajar mengekspresikan dirinya melalui suara-suara yang sangat lucu dan sederhana, seperti ‘eh’, ‘ah’, ‘uh’, ‘oh’ dan tidak lama kemudian ia akan mulai mengucapkan konsonan seperti ‘m’, ‘p’, ‘b’, ‘j’ dan ‘k’. Pada usia 12 minggu, seorang bayi sudah mulai terlibat pada percakapan “tunggal” dengan menyuarakan ‘gaga’, ‘ah goo’, dan pada usia 16 minggu, ia makin mampu mengeluarkan suara seperti tertawa atau teriakan riang, dan bublling. Pada usia 24 minggu, seorang bayi akan mulai bisa menyuarakan ‘ma’, ‘ka’, ‘da’ dan sejenisnya. Sebenarnya banyak tanda-tanda yang menunjukkan bahwa seorang anak sudah mulai memahami apa yang orang tuanya atau orang lain katakan. Lucunya, anak-anak itu akan bermain dengan suaranya sendiri dan terus mengulang apa yang didengar dari suaranya sendiri.

28 Minggu - 1 Tahun
Usia 28 minggu seorang anak mulai bisa mengucapkan ‘ba’, ‘da’, ‘ka’ secara jelas sekali. Bahkan waktu menangis pun vokal suaranya sangat lantang dan dengan penuh intonasi. Pada usia 32 minggu, ia akan mampu mengulang beberapa suku kata yang sebelumnya sudah mampu diucapkannya. Pada usia 48 minggu, seorang anak mulai mampu sedikit demi sedikit mengucapkan sepatah kata yang sarat dengan arti. Selain itu, ia mulai mengerti kata “tidak” dan mengikuti instruksi sederhana seperti ‘bye-bye’ atau main ‘ciluk-baa’. Ia juga mulai bisa meniru bunyi binatang seperti ‘guk’, ‘kuk’, ‘ck’..

1 Tahun - 18 Bulan
Pada usia setahun, seorang anak akan mampu mengucapkan dua atau tiga patah kata yang punya makna. Sebenarnya, ia juga sudah mampu memahami sebuah obyek sederhana yang diperlihatkan padanya. Pada usia 15 bulan, anak mulai bisa mengucapkan dan meniru kata yang sederhana dan sering didengarnya untuk kemudian mengekspresikannya pada porsi/ situasi yang tepat. Usia 18 bulan, ia sudah mampu menunjuk obyek-obyek yang dilihatnya di buku dan dijumpainya setiap hari.


Hambatan Dalam Perkembangan Bahasa Dan Bicara Pada Masa Bayi
Perkembangan bahasa adalah suatu yang sangat rumit. Ada beberapa kendala yang terjadi yaitu:
- Anak menangis
Menangis berlebihan dapat menyebabkan gangguan pada fisik dan psikis. Dari segi fisik, gangguan ini berupa kurangnya energi sehingga otomatis kondisi tubuh tidak fit. Dari segi psikis, gangguan yang muncul adalah perasaan ditolak dan tidak dicintai karena sikap orang tua.
- Memahami bicara orang lain
Disebabkan oleh pembendaharaan kata anak masih terbatas atau karena orang dewasa berbicara terlalu cepat. Bisa juga anak sulit memahami bicara orang lain karena bilingual.
- Bilingualisme
Bilingualisme adalah kemampuan untuk menggunakan dua bahasa, satu bahasa ibu (yang lebih dominan) dan yang satunya lagi bahasa asing, baik secara lisan maupun tulisan.
- Cluttering
Cluttering adalah jenis kesulitan bicara yang pada dasarnya akibat anak selalu berbicara sebelum ide dalam pikirannya selesai terbentuk. Kurangnya koordinasi antara ide dan pengucapannya ini terjadi karena kelambatan kontrol motorik dan perkembangan kemampuan bicara anak juga lambat


Media Pembelajaran Untuk Anak Tuna Netra

Seperti yang kita ketahui Anak Tuna Netra mempunyai keterbatasan dalam indera penglihatannya sehingga mereka memerlukan pelayanan khusus serta media pembelajaran yang khusus juga agar mereka mendapatkan ilmu pengetahuan dan mencapai cita-citanya seperti anak-anak normal lainnya.
Salah satu contoh media pembelajran bagi tuna netra adalah tulisan Braille serta buku-buku yang ada tulisan braillenya agar anak dapat belajar secara maxsimum. Dalam pembelajaran bahasa indonesia anak memakai tulisan Braille dan pada saat membaca juga mempergunakan buku yang ada tulisan braillenya, sedangkan dalam pembelajaran IPA anak diberikan miniatur binatang untuk menambah pengetahuan anak dan menyamakan persepsi mereka namun dalam hal ini guru juga harus menjelaskan bahwa miniatur tersebut adalah bentuk kecil dari binatang yang sedang pelajari.
Dalam pembelajaran IPS, misalnya dalam penggunaan Peta, Peta yang digunakan untuk anak Tuna Netra adalah peta timbul agar anak dapat merabanya dan mengetahui apa dan dimana letak suatu pulau. Selain itu dengan meraba peta timbul dan menerima sensasi raba, siswa diharapkan akan lebih memahami pelajaran yang diberikan, karena mereka telah mengalami perabaan pada media tersebut. Pengalaman tersebut akan lebih mudah tersimpan dalam memori siswa tunanetra.
Dalam pembelajaran Kesenian, anak juga disuruh meraba bentuk-bentuk alat musik yang telah disediakan serta guru menejaskan nama dan cara penggunaan alat musik tersebut dan not-not yang dipergunakan dalam bermain musik juga menggunakan not Braille.
Sedangkan dalam pembelajram Matematika saat mempelajari tentang konsep bangun ruang, anak disuruh meraba bentuk bangun ruang yang telah disediakan oleh guru. Tujuan media ini agar anak mengetahui bentuk bangun ruang juga mengetahui berapa jumlah sisi yang ada pada masing-masing bangun ruang.
Jadi, baik dalam teori maupun yang ada dilapangan, media yang digunakan untuk Anak Tuna Netra lebih spesifik atau lebih mengutamakan media yang bisa mereka raba guna menyamakan persepsi mereka.

Media Pembelajaran Untuk Anak Tuna Rungu
Anak Tuna Rungu memiliki keterbatasan dalam berbicara dan mendengar, media pembelajaran yang cocok untuk Anak Tuna Rungu adalah media visual dan cara menerangkannya dengan bahasa bibir/gerak bibir.
Media pembelajaran yang dapat digunakan untuk Anak Tuna Rungu dalam sebuah makalah yang berjudul “Media Pembelajaran Bina Komunikasi
Persepsi Bunyi Dan Irama ( BKPBI) adalah sebagai berikut:
Media Stimulasi Visual
a. Cermin artikulasi, yang digunakan untuk mengembangkan feed back visual, dengan melihat/ mengontrol gerakan organ artikulasi diri siswa itu sendiri, maupun dengan menyamakan gerakan/ posisi organ artikulasi dirinya dengan posisi organ artikulasi guru.
b. Benda asli maupun tiruan
c. Gambar, baik gambar lepas maupun gambar kolektif.
d. Pias kata
e. Gambar disertai tulisan, dsb.
Media Stimulasi Auditoris
a. Speech Trainer, yang merupakan alat elektronik untuk melatih bicara anak dengan hambatan sensori pendengaran
b. Alat musik, seperti: drum, gong, suling, piano/organ/ harmonika, rebana, terompet, dan sebagainya.
c. Tape recorder untuk memperdengarkan rekaman bunyi- bunyi latar belakang, seperti : deru mobil, deru motor, bunyi klakson mobil maupun motor, gonggongan anjing dsb.
d. Berbagai sumber suara lainnya , antara lain :
• Suara alam : angin menderu, gemercik air hujan, suara petir,dsb.
• Suara binatang : kicauan burung, gongongan anjing, auman harimau, ringkikan kuda,dsb.
• Suara yang dibuat manusia : tertawa, batuk, tepukan tangan, percakapan, bel, lonceng, peluit, dsb.
e. Sound System, yaitu suatu alat untuk memperkeras suara.
f. Media dengan sistem amplifikasi pendengaran, antara lain ABM, Cochlear Implant dan loop system.

Di lapangan media yang digunakan,misalnya dalam mata pelajaran matematika dengan tema mengenalkan jam,guru membawa tiruan jam dinding sambil menerangkan dengan bahasa bibir guru juga menuliskannya di papan tulis agar anak dapat lebih memahami apa yang guru jelaskan. Dalam pembelajaran IPA, PPKN, Guru juga mempergunakan gambar. Dalam pembelajaran IPS pun demikian, menggunakan media gambar dalam materi kenampakkan dari permukaan bumi dari gambar tersebut guru menjelaskan kepada anak sehingga anak dapat memahami bagaimana bentuk kenampakkan dari permukaan bumi tersebut.
Media Pembelajara Untuk Anak Tuna Daksa
Anak Tuna Daksa dari segi mental dan otaknya normal hanya saja mereka memiliki keterbatasan fisik sehingga memerlukan layanan khusus dan alat bantu gerak , agar mereka bisa melakukan aktifitas sehari-hari tanpa adanya bantuan dari orang lain. Media pembelajaran yang digunakan untuk anak tuna daksa sama dengan anak-anak normal lainnya hanya saja disesuaikan dengan materi dan kecacatan bagian yang mana dialami oleh anak. Agar terciptanya proses belajar mengajar yang kondusif.

Perkembangan Intelektual Pada Masa Bayi

Diposkan oleh romiariyanto



Intelegensi adalah keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif.
cara belajar bayi
manusia dilahirkan dengan kemampuan untuk belajar. Bayi belajar dari dari apa yang mereka lihat, dengar, cium, raba, dan kecap. Dengan menggunakan daya pikirnya bayi dapat membedakan rangsangan yang dating dari berbagai panca indra.
teori perkembangan intelektual menurut j. piaget pada masa bayi
menurut j. piaget perkembangan berfikir bayi berada pada periode sensomotorik dimulai sejak lahir sampai usia 2 tahun.
Tahap pertama 0-1 bulan, disebut tahap modifikasi berbagai reflek. Pada tahap ini bayi memperkuat, merealisasikan dan membadakan tingkah laku yang berawal dari reflek atau skema.
Tahap kedua 1-4 bulan pada tahap ini perilaku mengulang- ulang sehingga membentuk kebiasan, misalnya mengisap jari.
Pada usia 4-8 bulan pada tahap ini bayi merespon rangsangan dari luar, sepeti bunyi kerincing.
Usia 8-12 bulan anak berada pada tahap koordinasi skema, anak telah mampu mengkombinasikan beberapa skema kedalam bentuk yang sangat majemuk.
Usia 12-18 bulan pada tahap ini anak senang bereksperiman dengan lingkungan serta anak menyukai benda-benda yang punya potensi untuk di manfaatkan.
Pada usia 18-24 bulan anak berfikir sebelum berbuat. Eksplorasi eksternal pada masa ini akan memberikan jalan bagi eksplorasi mental yang bersifat internal.

Hambatan dalam perkembangan sensorik emosi masa bayi

Bayi basanya marah karena secara fisik ia merasa tidak nyaman, dihambat untuk bergerak, dimandikan atau dipakaikan baju .selain itu bayi juga bias marah bila ia kurang mendapat perhatian.hal yang membuat bayi takut adalah suara sura keras, ruangan yang gelap, dipindahkan dari tempatnya secara tiba-tiba, ditinggal sendiri serta wajah dan tempat yang asing baginya.


HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I : PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Teori dan Konsep (yang mendukung variabel Penelitian)
1...........................
2. ..........................
3. .........................
dst..............................
Definisi Konsepsional
Operasionalisasi Variabel
Hipotesis

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Jenis Penelitian
Tempat dan Waktu Penelitian
Populasi dan Sampel
Teknik Pengumpulan Data
Alat Pengukur Data
Teknik Analisis Data

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN




CONTOH SISTEMATIKA PROPOSAL SKRIPSI
(Penelitian Kuantitatif)

HUBUNGAN ANTARA KINERJA ORGANISASI DENGAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI KANTOR KECAMATAN SAMARINDA ILIR


HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I : PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Teori Dan Konsep
a. Kinerja Organisasi
a. Pengertian Organisasi
b. Manajemen Organisasi
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Organisasi
1). Faktor Internal
2). Faktor Eksternal
2. Pelayanan Publik
a. Pegawai Sebagai Abdi Masyarakat
b. Jenis Pelayanan Publik
c. Pelayanan Prima
d. Pelayanan Berorientasi Keadilan
Definisi Konsepsional
Operasionalisasi Variabel
Hipotesis

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Jenis Penelitian
Tempat dan Waktu Penelitian
Populasi dan Sampel
Teknik Pengumpulan Data
Alat Pengukur Data
Teknik Analisis Data

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Cara Mendiagnosa Anak ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)

Diposkan oleh romiariyanto Friday, July 29, 2011

Kepanjangan ADHD
Attention Deficit Hyperactivity Disorder.
Pengertian
Gangguan perkembangan mental (developmental disorder) yang ditandai dengan adanya gangguan pemusatan perhatian dan tingkah laku yang hiperaktif.
Etiologi (Penyebab)
1. Faktor lingkungan/psikososial, seperti:
a. Konflik keluarga.
b. Sosial ekonomi keluarga yang tidak memadai.
c. Jumlah keluarga yang terlalu besar.
d. Orang tua terkena kasus kriminal.
e. Orang tua dengan gangguan jiwa (psikopat).
f. Anak yang diasuh di penitipan anak.
g. Riwayat kehamilan dengan eklampsia, perdarahan antepartum, fetal distress, bayi lahir dengan berat badan lahir rendah, ibu merokok saat hamil, dan alkohol.

2. Faktor genetic
Terdapat mutasi gen pengkode neurotransmiter dan reseptor dopamin (D2 dan D4) pada kromosom 11p.
3. Gangguan otak dan metabolisme
a. Trauma lahir atau hipoksia yang berdampak injury pada lobus frontalis di otak.
b. Pengurangan volume serebrum.
c. Gangguan fungsi astrosit dalam pembentukan dan penyediaan laktat serta gangguan fungsi oligodendrosit.

Gambaran Klinis
1. Gangguan pemusatan perhatian (inattention)
a. Jarang menyelesaikan perintah sampai tuntas.
b. Mainan, dll sering tertinggal.
c. Sering membuat kesalahan.
d. Mudah beralih perhatian (terutama oleh rangsang suara).
e. Sulit menyelesaikan tugas atau pekerjaan sekolah.
2. Hiperaktivitas
a. Banyak bicara.
b. Tidak dapat tenang/diam, mempunyai kebutuhan untuk selalu bergerak.
c. Sering membuat gaduh suasana.
d. Selalu memegang apa yang dilihat.
e. Sulit untuk duduk diam.
f. Lebih gelisah dan impulsif dibandingkan dengan mereka yang seusia.
3. Impulsivity
a. Sering mengambil mainan teman dengan paksa.
b. Tidak sabaran.
c. Reaktif.
d. Sering bertindak tanpa dipikir dahulu.
4. Sikap menentang
a. Sering melanggar peraturan.
b. Bermasalah dengan orang-orang yang memiliki otoritas.
c. Lebih mudah merasa terganggu, mudah marah (dibandingkan dengan mereka yang seusia).

5. Cemas
a. Banyak mengalami rasa khawatir dan takut.
b. Cenderung emosional.
c. Sangat sensitif terhadap kritikan.
d. Mengalami kecemasan pada situasi yang baru atau yang tidak familiar.
e. Terlihat sangat pemalu dan menarik diri.
6. Problem sosial
a. Hanya memiliki sedikit teman.
b. Sering memiliki rasa rendah diri dan tidak percaya diri.

Gambaran klinis di atas senada dengan rekomendasi dari AMERICAN ACADEMY OF PEDIATRICS (2000) tentang ADHD adalah sbb:
Pada anak berusia 6-12 tahun dengan:
1. inattention
2. hyperactivity
3. impulsivity
4. academic underachievement
5. behavior problems

Maka dokter sebaiknya menyiapkan evaluasi untuk ADHD.
Sekadar tambahan, pada sebagian anak yang mengalami gangguan perilaku, terdapat komorbid atau tumpang tindih dengan gangguan lainnya (Desvi Yanti, 2005)
Komorbiditas biasanya juga terjadi dengan ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorders). Szatmari, Offord, dan Boyle (dalam Grainger 2003) menyebutkan sebanyak 20-40% anak penderita ADHD juga didiagnosis mengalami gangguan perilaku. Sejalan hal ini, Stewart, Cummings, Singer, dan DeBlois (dalam Grainger, 2003) menemukan bahwa 3 dari 4 anak dengan gangguan perilaku agresif ternyata juga hiperaktif, dan 2 dari 3 anak hiperaktif juga mengalami gangguan perilaku.
Secara akademis, anak yang mengalami masalah dengan perilaku biasanya mengalami kesulitan untuk dididik di lingkungan kelas yang “tradisional” sehingga prestasi akademiknya rendah dan mereka seringkali didiagnosis mengalami kesulitan belajar. Riset juga menunjukkan gangguan perilaku berhubungan dengan tingkat membolos dan drop out (DO) dari sekolah (Jimerson, et.al., 2002).
Riwayat yang Diduga ADHD:
1. Masa baby – infant
o Anak serba sulit
o Menjengkelkan
o Serakah
o Sulit tenang
o Sulit tidur
o Tidak ada nafsu makan
2. Masa prasekolah
o Terlalu aktif
o Keras kepala
o Tidak pernah merasa puas
o Suka menjengkelkan
o Tidak bisa diam
o Sulit beradaptasi dengan lingkungan
3. Usia sekolah
o Sulit berkonsentrasi
o Sulit memfokuskan perhatian
o Impulsif
4. Adolescent
o Tidak dapat tenang
o Sulit untuk berkonsentrasi dan mengingat
o Tidak konsisten dalam sikap dan penampilan

Penatalaksanaan/penanganan
1. Farmakoterapi
a. Methylphenidate
b. Amphetamine
c. Atomoxetine
d. Pemoline
e. Nortriptyline

2. Terapi behaviour
Terapi cognitive behaviour untruk membantu anak dengan ADHD untuk beradaptasi skill dan memperbaiki kemampuan untuk memecahkan masalah.
3. Kombinasi 1 dan 2
4. Rutin komunitas care

Sekarang mari kita lanjutkan pembahasan tentang autisme.
Menurut Adriana S. Ginanjar (2008) di dalam presentasi “Penanganan Terpadu Bagi Anak Autis”:
* Autisme pertama kali diteliti oleh Leo Kanner (1943) yang mengamati 11 anak dengan ciri-ciri khusus. Disimpulkan bahwa terdapat 2 ciri penting anak autis adalah:
1. Extreme alones
2. Keinginan untuk mempertahankan kesamaan.
* Berdasarkan DSM-IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder) autis merupakan salah satu Pervasive Developmental Disorder.
* Tiga ciri utama autisme:
1. Gangguan interaksi sosial,
2. Gangguan komunikasi,
3. Pola tingkah laku/minat yang repetitif dan stereotip.
Gejala di atas telah muncul sebelum anak berusia 3 tahun.
Berikut ini penjelasannya:
1. Gangguan Interaksi Sosial
• Gangguan yang jelas pada perilaku non-verbal (kontak mata terbatas, ekspresi wajah datar, tidak menoleh jika dipanggil).
• Tidak mau bermain dengan teman sebaya dengan cara yang sesuai (wajar).
• Tidak mau (enggan) berbagi minat dengan orang lain.
• Kurang mampu melakukan interaksi sosial timbal-balik.
2. Gangguan Komunikasi
• Terlambat bicara atau tidak bisa bicara tanpa kompensasi penggunaan gesture (isyarat, gerak-bahasa tubuh).
• Mereka yang bisa bicara biasanya tidak dapat memulai dan mempertahankan percakapan.
• Penggunaan bahasa yang berulang, stereotipik atau tidak dapat dimengerti
3. Perilaku dan Minat yang Terbatas
•Minat yang terbatas dan abnormal dalam intensitas dan fokus.
• Terikat secara kaku pada ritual yang kelihatannya tidak memiliki fungsi khusus.
• Gerakan yang stereotipik dan berulang (flapping, gerakan jari-jari, bertepuk tangan, menyentuh benda-benda, rocking)
• Preokupasi pada bagian dari benda.
Demikian penjelasan kami. Semoga bermanfaat. Jika ada hal lebih lanjut yang ingin diketahui/ditanyakan, silakan berkonsultasi dengan dokter spesialis anak, dokter psikiater anak, dokter, atau psikolog terdekat di kota Anda.


sumber

Gangguan Seks dan Kepribadian

Diposkan oleh romiariyanto Thursday, June 2, 2011

Seks adalah wilayah salah satu perilaku yang melibatkan keseluruhan penuh emosi, kognisi, sosialisasi, sifat, keturunan, dan perilaku yang dipelajari dan diperoleh. Dengan mengamati hal seks seseorang dan bertindak, para psikoterapis terlatih dan diagnostik dapat belajar banyak tentang pasien.
Tak pelak, seksualitas pasien dengan gangguan kepribadian adalah digagalkan dan terhambat. Dalam Paranoid Personality Disorder, seks adalah depersonalized dan mitra seksual dehumanized. The paranoid ini dikepung oleh delusi persecutory dan menyamakan keintiman dengan kerentanan yang mengancam jiwa, sebuah "pelanggaran dalam pertahanan" seperti itu. seks menggunakan paranoid untuk meyakinkan dirinya bahwa ia masih memegang kendali dan untuk memadamkan adalah kecemasan.
Pasien dengan skizoid Personality Disorder adalah aseksual. The skizofrenia tidak tertarik dalam mempertahankan setiap jenis hubungan dan menghindari interaksi dengan orang lain - termasuk hubungan seksual. Dia lebih suka kegiatan kesendirian dan soliter pada setiap hubungan seks kegembiraan dapat menawarkan.
The schizotypal Personality Disorder dan Avoidant Personality Disorder memiliki efek yang sama pada pasien, tetapi untuk alasan yang berbeda: schizotypal ini akut tidak nyaman dengan keintiman dan menghindari hubungan yang erat di mana oddness dan eksentrisitas akan terungkap dan, pasti, mengejek atau mencela. The Avoidant tetap menyendiri dan pertapa dalam rangka untuk menyembunyikan kekurangan dia sendiri dirasakan dan kekurangan. avoidant Parahnya ketakutan penolakan dan kritik. aseksualitas itu skizofrenia adalah hasil dari ketidakpedulian - dan avoidant di schizotypal's, hasil dari kecemasan sosial.

Pasien dengan munafik Personality Disorder (kebanyakan wanita) leverage tubuh mereka, penampilan, daya tarik seks, dan seksualitas untuk mendapatkan pasokan narsistik (perhatian) dan untuk mengamankan lampiran, namun sekilas. Seks digunakan oleh seni drama untuk menopang harga diri mereka dan untuk mengatur rasa labil mereka harga diri. Seni drama, oleh karena itu, "tidak tepat menggoda" dan memiliki penghubung seksual dan mitra.
Perilaku seksual seni drama hampir tidak bisa dibedakan dari bahwa dari narsisis somatik (pasien dengan Narcissistic Personality Disorder) dan psikopat (pasien dengan antisosial Personality Disorder). Tetapi sementara munafik adalah terlalu-emosional, diinvestasikan dalam keintiman, dan self-mendramatisir ("drama queen"), sang narsisis somatik dan psikopat adalah dingin dan perhitungan.
Para narsisis somatik dan psikopat yang menggunakan tubuh pasangan mereka 'untuk melakukan masturbasi dengan dan penaklukan seksual mereka melayani hanya untuk menopang bimbang rasa percaya diri (narsisis somatic) atau untuk memenuhi kebutuhan fisiologis (psikopat). Para narsisis psikopat somatik dan tidak memiliki teman bermain seksual - mainan seksual saja. Setelah menaklukkan target, mereka membuang itu, menarik dan bergerak pada perasaan.
Sang narsisis cerebral tidak dapat dibedakan dari skizofrenia: ia aseksual dan lebih memilih kegiatan dan interaksi yang menekankan kecerdasan intelektual atau prestasi. narsisis cerebral Banyak selibat bahkan ketika menikah.
Pasien dengan Borderline Personality Disorder dan Dependent Personality Disorder baik menderita dari kegelisahan ditinggalkan dan pemisahan dan menempel, menuntut, dan emosional labil - tetapi perilaku seksual mereka dibedakan. perbatasan menggunakan seksualitasnya untuk memberi penghargaan atau menghukum pasangannya. Ini tergantung menggunakannya untuk "memperbudak" dan kondisi kekasihnya atau pasangan. Perbatasan seks menahan atau penawaran itu sesuai dengan pasang surut hubungan nya penuh gejolak dan vicissitudinal. kodependen ini mencoba untuk membuat pasangannya kecanduan merek tertentu nya seksualitas: penurut, samar-samar masokis, dan eksperimental.
Sam Vaknin (samvak.tripod.com) adalah penulis Diri ganas Love - Narcissism Revisited dan Setelah Hujan - Bagaimana Hilang Barat Timur. Ia menjabat sebagai kolumnis untuk Eropa Tengah Review, Global Politikus, PopMatters, eBookWeb, dan Bellaonline, dan sebagai United Press International (UPI) Senior Koresponden Bisnis. Dia adalah editor dari kesehatan mental dan Timur Tengah Eropa kategori dalam The Open Directory dan Suite101.sumber

Gangguan Seksual

Diposkan oleh romiariyanto

Gangguan seks, kadang-kadang disebut sebagai gangguan diferensiasi seks, adalah istilah-istilah medis mengacu pada "kondisi bawaan di mana perkembangan kromosom, gonad, atau seks anatomis adalah atipikal. Lee et al. mengusulkan sistem tata nama berdasarkan "gangguan pembangunan seks "untuk penggunaan klinis, mencatat bahwa" istilah-istilah seperti interseks , pseudohermaphroditism , hermafroditisme , pembalikan seks, dan gender label diagnostik berbasis sangat kontroversial, "dapat dianggap sebagai merendahkan, dan membingungkan para praktisi dan orang tua sama. Dalam "Kami Digunakan untuk Call Mereka hermafrodit," Vilain membuat penulis jelas bahwa "Gangguan seks" bukan sinonim untuk intersexuality ; itu menggantikan istilah medis berdasarkan "hermaprodit"sumber
Meskipun sebagian besar disfungsi seksual mungkin memiliki dasar fisik hal ini cocok untuk menyebutkan beberapa gangguan seksual di sini karena disfungsi, apakah terutama disebabkan oleh penyebab fisik atau psikologis, dapat mengakibatkan marabahaya. Sebagai contoh, individu dengan kelainan seksual mungkin menderita kecemasan terkait dan frustrasi seksual yang pada gilirannya menyebabkan insomnia, dan insomnia yang mungkin keluhan yang datang ke GP. dekat hubungan individu ini mungkin menderita dan ketegangan bisa membangun dalam keluarga secara keseluruhan.
Menurut DSM-IV (Psychiatric Association's klasifikasi sistem Amerika itu) ada selusin atau gangguan seksual begitu. Semua harus menyebabkan distres ditandai atau kesulitan interpersonal untuk menilai sebagai gangguan. Sebuah gambaran singkat berikut:
1. Hypoactive gangguan seksual
Sebuah terus mengurangi dorongan seksual atau libido, tidak disebabkan oleh depresi di mana ada keinginan berkurang, aktivitas seksual dan fantasi seksual berkurang.
2. Gangguan keengganan seksual
Sebuah menghindari atau keengganan untuk menghubungi seksual kelamin
3. Female gangguan gairah seksual
Sebuah kegagalan gairah dan pelumasan / respon pembengkakan.
4. Male gangguan ereksi
Ketidakmampuan untuk memperoleh ereksi atau ketidakmampuan untuk mempertahankan ereksi setelah telah terjadi.
5. Female gangguan orgasmik
Penundaan panjang atau tidak adanya orgasme setelah fase rangsang memuaskan. GP harus mempertimbangkan umur pasien, pengalaman seksual sebelumnya dan kecukupan rangsangan seksual.

6. Male gangguan orgasmik
Penundaan panjang atau tidak adanya orgasme berikut eksitasi normal, ereksi dan stimulasi yang memadai.
7. Ejakulasi dini
Ejakulasi terjadi dengan hanya stimulasi minim, baik sebelum penetrasi atau segera setelah itu, dalam kedua kasus ceratinly sebelum pasien keinginan itu. Sekali lagi GP harus memperhitungkan umur pasien, pengalaman seksual sebelumnya, tingkat rangsangan seksual dan 'kebaruan' dari pasangan seksual.
8. Dispareunia (bukan akibat kondisi medis umum)
nyeri berulang yang berhubungan dengan hubungan seksual, tetapi pada wanita tidak karena vaginismus, pelumasan miskin, dan pada perempuan dan laki-laki bukan karena obat atau penyebab fisik lainnya
9. Vaginismus
Atau persisten kejang spontan otot-otot ketiga luar vagina, sekali lagi tidak disebabkan efek fisiologis penyebab fisik. Vaginismus dapat berupa seumur hidup atau terakhir; umum untuk semua pertemuan seksual atau khusus untuk mitra tertentu atau situasi.
10. Sekunder disfungsi seksual
hypothyrodism Disfungsi sekunder misalnya penyakit untuk, misalnya depresi gangguan mental, atau obat-obatan misalnya fluoextine.
11. Paraphilias
Eksibisionisme (pemaparan alat kelamin kepada orang asing). Fetisisme (menemukan benda-benda tak hidup perempuan misalnya pakaian erotis). Paedophilia. Frotteurism (fantasi, mendesak atau behviour berpusat di sekitar menggosok diri terhadap non-menyetujui lainnya). Seksual masokisme dan sadisme. Transvestic festishism (cross-dressing untuk kesenangan erotis). Voyeurisme (fantasi, mendesak atau behviour berpusat di sekitar menonton-menyetujui orang lain yang tidak membuka baju, atau berhubungan seks).
12. Gangguan identitas jenis kelamin
Kuat dan gigih identifikasi diri dengan jenis kelamin lain. Persistent ketidakpuasan dengan seks sendiri. Keinginan untuk berpartisipasi dalam permainan stereotip dan hiburan seks yang berlawanan. Preferensi untuk cross-dressing. Mei bersikeras bahwa mereka adalah jenis kelamin yang salah. Mungkin terjadi pada anak-anak, remaja dan dewasa, (Green, 1985). Tidak bersamaan dengan kondisi interseks fisik. Etiologi dianggap melibatkan pengkondisian psikologis menyimpang, tapi identitas gender mungkin lebih ditentukan oleh sebab-sebab organik di otak ( sebagai teman kerja Swaab telah menyarankan ), dari lingkungan postnatal

penyebab fisik dispareunia yang harus dikecualikan
Perempuan:
-Kegagalan pelumasan vagina
-Kegagalan vasocongestion
-Kegagalan elevasi uterus dan balon vagina selama gairah
-Kekurangan Estrogen menyebabkan vaginitis atrofi
-Radioterapi untuk keganasan
-infeksi vagina misalnya Trichomonas atau herpes
-iritasi vagina misalnya kepekaan terhadap krim atau deodoran
-Nada abnormal otot panggul
-Parut setelah episiotomi atau operasi
-Kelenjar Bartholin kista / abses
-Kaku selaput dara, introitus kecil
Pria:
-Menyakitkan pencabutan dari kulup
-Herpes dan infeksi lain
-Asimetris ereksi karena fibrosis atau Penyakit Peyronie
-Hipersensitivitas dari glans penis

Bagaimana umum adalah gangguan seksual?
Sebagian besar orang dewasa dapat mengingat kali dalam hidup mereka ketika mereka bermasalah dengan keinginan rendah atau masalah dengan orgasme. Gairah kesulitan meningkat dengan usia. Disfungsi seksual mungkin timbul dalam yang paling baik disesuaikan dan puas dari pasangan. Pada 100 pasangan muda berpendidikan Frank et al (1978) menemukan bahwa 50% laki-laki kesulitan dengan ereksi, ejakulasi atau orgasme kadang-kadang dan 75% wanita memiliki masalah dengan gairah atau orgasme kadang-kadang.

Perkiraan prevalensi seumur hidup masalah seksual pada orang dewasa muda (pada beberapa waktu).
Perempuan:
-Berkurangnya libido 40%
-Gairah kesulitan 60%
-Mencapai orgasme terlalu cepat 10%
-Tidak dapat mengalami orgasme 35%
-Dispareunia 15%
Pria:
-Berkurangnya libido 30%
-Gairah kesulitan 50%
-Mencapai orgasme terlalu cepat 15%
-Tidak dapat mengalami orgasme 2%
-Dispareunia 5%sumber

Hidrosefalus (makalah)

Diposkan oleh romiariyanto

Hidrosefalus, juga dikenal sebagai "cairan di otak," adalah kondisi medis di mana ada akumulasi abnormal cairan cerebrospinal (CSF) dalam ventrikel, atau gigi berlubang, dari otak. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial di dalam tengkorak dan pembesaran progresif dari kepala, kejang, visi terowongan, dan cacat mental. Hidrosefalus juga dapat menyebabkan kematian. Nama ini berasal dari kata Yunani(hudro-) "air", dan(kephalos) "kepala".

Tanda dan gejala
Presentasi klinis hidrosefalus bervariasi dengan kronisitas. Akut dilatasi sistem ventrikel lebih mungkin untuk mewujudkan dengan tanda-tanda nonspesifik dan gejala tekanan intrakranial meningkat. Dengan dilatasi Sebaliknya kronis (terutama pada populasi lanjut usia) mungkin memiliki onset lebih berbahaya penyajian, misalnya, dengan Hakim triad.
Gejala tekanan intrakranial meningkat mungkin termasuk sakit kepala, muntah, mual, papilledema, mengantuk atau koma. Peningkatan tekanan intrakranial dapat mengakibatkan uncal dan / atau herniasi tonsill cerebellar, dengan menghasilkan mengancam kehidupan kompresi batang otak. Untuk rincian tentang manifestasi lain tekanan intrakranial meningkat:
Artikel utama: tekanan intrakranial
The (triad Hakim) tiga serangkai ketidakstabilan kiprah, inkontinensia dan demensia adalah manifestasi yang relatif khas hydrocephalus entitas yang berbeda tekanan normal (NPH). Defisit neurologis Focal juga dapat terjadi, seperti kelumpuhan saraf abducens dan vertikal pandangan palsy (Parinaud sindrom karena kompresi lempeng quadrigeminal, dimana pusat saraf koordinasi pergerakan mata terkonjugasi vertikal berada).
Artikel utama: hidrosefalus tekanan normal
Gejala tergantung pada penyebab penyumbatan, usia orang tersebut, dan seberapa banyak jaringan otak telah rusak oleh pembengkakan.
Pada bayi dengan hydrocephalus, CSF membangun di sistem saraf pusat, menyebabkan ubun (titik lemah) untuk tonjolan dan kepala lebih besar dari yang diharapkan. Gejala awal juga bisa termasuk:

1. Mata yang tampaknya pandangan ke bawah (Sundowning)
2. Sifat lekas marah
3. Kejang
4. Terpisah jahitan
5. Kantuk
5. Muntah
Gejala yang mungkin terjadi pada anak-anak yang lebih tua dapat termasuk:
1. Singkat, melengking, teriakan bernada tinggi
2. Perubahan kepribadian, memori, atau kemampuan untuk alasan atau berpikir
3. Perubahan penampilan wajah dan mata jarak
4. Crossed mata atau gerakan mata yang tidak terkendali
5. Kesulitan makan
6. Kantuk yang berlebihan
7. Sakit kepala
8. Lekas ​​marah, mengendalikan amarah yang buruk
9. Kehilangan kontrol kandung kemih (urinary incontinence)
10. Kehilangan koordinasi dan kesulitan berjalan
11. Kekejangan otot (kejang)
12. Memperlambat pertumbuhan (anak 0-5 tahun)
13. Lambat atau gerakan dibatasi
14. Muntah

Klasifikasi
Hidrosefalus dapat disebabkan oleh gangguan cerebrospinal fluid (CSF), reabsorpsi aliran, atau berlebihan produksi cerebrospinal fluid.
Penyebab paling umum dari obstruksi cerebrospinal fluid hidrosefalus adalah aliran, menghalangi jalan bebas cairan cerebrospinal melalui sistem ventrikel dan ruang subarakhnoid (misalnya, stenosis dari saluran air otak atau halangan foramina interventriculare - foramina dari Monro sekunder untuk tumor, perdarahan, infeksi atau cacat bawaan).
Hidrosefalus juga bisa disebabkan oleh kelebihan produksi cairan serebrospinal (obstruksi relatif) (misalnya, dari pleksus koroid papilloma).
Berdasarkan mekanisme yang mendasari nya, hidrosefalus dapat diklasifikasikan ke dalam communicating dan non-communicating (obstruktif). Kedua bentuk dapat berupa bawaan atau diperoleh.

Communicating
Hidrosefalus Communicating, juga dikenal sebagai hidrosefalus non-obstruktif, disebabkan oleh gangguan resorpsi cairan cerebrospinal dalam tidak adanya obstruksi cerebrospinal fluid-aliran antara ventrikel dan ruang subarakhnoid. Telah berteori bahwa hal ini disebabkan penurunan fungsional dari granulasi arakhnoid, yang terletak di sepanjang sinus sagital superior dan merupakan tempat resorpsi cairan cerebrospinal kembali ke dalam sistem vena. Berbagai kondisi neurologik dapat mengakibatkan berkomunikasi hidrosefalus, termasuk subarachnoid / perdarahan intraventricular, meningitis dan tidak adanya bawaan dari granulasi arachnoidal (granulasi Pacchioni's). Jaringan parut dan fibrosis dari ruang subarachnoid berikut kejadian infeksi, inflamasi, atau perdarahan juga dapat mencegah resorpsi dari cerebrospinal fluid, menyebabkan dilatasi ventrikel baur.
Non-communicating
Non-communicating hydrocephalus, atau hidrosefalus obstruktif, disebabkan oleh penyumbatan aliran cerebrospinal fluid pada akhirnya mencegah cerebrospinal fluid mengalir ke dalam ruang subarachnoid (baik karena kompresi eksternal atau lesi massa intraventricular).
Obstruksi foramen Monro dapat mengakibatkan pelebaran satu, atau jika cukup besar (misalnya, dalam kista koloid), kedua ventrikel lateral.
The saluran air dari Sylvius, biasanya sempit untuk memulai dengan, mungkin terhalang oleh sejumlah genetik atau lesi diperoleh (misalnya, atresia, ependymitis, perdarahan, tumor) dan menyebabkan dilatasi dari kedua ventrikel lateral serta ventrikel ketiga.
Keempat obstruksi ventrikel akan mengakibatkan dilatasi saluran air serta ventrikel lateral dan ketiga (misalnya, malformasi Chiari).
Foramina dari Luschka dan foramen dari Magendie mungkin terhambat akibat kegagalan bawaan pembukaan (misalnya, Dandy-Walker kelainan).
Congenital
Sekering tulang tengkorak pada akhir tahun ketiga kehidupan. Untuk pembesaran kepala terjadi, hidrosefalus harus terjadi sebelum itu. Penyebab biasanya genetik, tetapi juga dapat diperoleh dan biasanya terjadi dalam beberapa bulan pertama kehidupan, yang meliputi 1) perdarahan matriks intraventricular pada bayi prematur, 2) infeksi, 3) tipe II Arnold-Chiari kelainan, 4) atresia saluran air dan stenosis, dan 5) Dandy-Walker kelainan.
Pada bayi baru lahir dan balita dengan hydrocephalus, lingkar kepala membesar dengan cepat dan segera melampaui persentil 97. Karena tulang tengkorak belum tegas bergabung bersama-sama, melotot, perusahaan anterior dan posterior fontanelles dapat hadir bahkan ketika pasien dalam posisi tegak.
Pameran kerewelan bayi, memberi makan orang miskin, dan sering muntah. Sebagai hidrosefalus berlangsung, ketumpulan merasuk, dan bayi menunjukkan kurangnya minat dalam lingkungannya. Kemudian, kelopak mata atas menjadi ditarik dan mata diputar ke bawah (akibat tekanan hydrocephalic pada tegmentum mesencephalic dan kelumpuhan tatapan ke atas). Gerakan menjadi lemah dan senjata dapat menjadi gemetar. Papilledema tidak hadir tapi mungkin ada penurunan penglihatan. Kepala menjadi sangat membesar bahwa anak akhirnya bisa terbaring di tempat tidur.
Acquired
Kondisi ini diperoleh sebagai konsekuensi dari infeksi SSP, meningitis, tumor otak, trauma kepala, perdarahan intrakranial (subarachnoid atau intraparenchymal) dan biasanya sangat menyakitkan.

Pengobatan
Pengobatan Hidrosefalus adalah bedah. Ini melibatkan penempatan kateter ventrikel (tabung yang terbuat dari silastic), ke dalam ventrikel otak untuk melewati obstruksi aliran / rusak granulasi arachnoidal dan menguras kelebihan cairan ke dalam rongga tubuh lainnya, dari mana dapat diserap kembali. Kebanyakan shunts mengeringkan cairan ke dalam rongga peritoneum (shunt ventriculo-peritoneal), tetapi situs alternatif meliputi atrium kanan (shunt ventriculo-atrium), rongga pleura (shunt ventriculo-pleura), dan kantong empedu. Sebuah sistem shunt juga dapat ditempatkan di ruang lumbal tulang belakang dan memiliki cerebrospinal fluid diarahkan ke rongga peritoneum (shunt Lumbar-peritoneal). Pengobatan alternatif untuk hidrosefalus obstruktif pada pasien yang dipilih adalah ventriculostomy ketiga endoskopik (ETV), dimana pembukaan operasi yang dibuat di lantai ventrikel III memungkinkan CSF mengalir langsung ke waduk basal, sehingga shortcutting halangan apapun, seperti dalam stenosis aqueductal . Hal ini mungkin atau mungkin tidak tepat berdasarkan anatomi individu.


>>sumber<<

ReggaeTrade

Diposkan oleh romiariyanto Sunday, May 29, 2011

SKY.fm Smooth Jazz

Diposkan oleh romiariyanto

Metal Head Radio

Diposkan oleh romiariyanto

Radio FX HipHop R&B

Diposkan oleh romiariyanto

977 Oldies

Diposkan oleh romiariyanto

Anime Radio (jepang)

Diposkan oleh romiariyanto

HardrockFM

Diposkan oleh romiariyanto

Ceria Radio

Diposkan oleh romiariyanto

Radio Muslim (Roja)

Diposkan oleh romiariyanto

KASKUS Radio

Diposkan oleh romiariyanto

MivoTV

Diposkan oleh romiariyanto

20 Mei Bukan Hari Kebangkitan Nasional(Tamat)

Diposkan oleh romiariyanto Thursday, May 19, 2011

Dalam tulisan bagian pertama, telah dipaparkan betapa organisasi Boedhi Oetomo (BO) sama sekali tidak pantas dijadikan tonggak kebangkitan nasional. Karena BO tidak pernah membahas kebangsaan dan nasionalisme, mendukung penjajahan Belanda atas Indonesia, anti agama, dan bahkan sejumlah tokohnya ternyata anggota Freemasonry. Ini semua mengecewakan dua pendiri BO sendiri yakni Dr. Soetomo dan Dr. Cipto Mangunkusumo, sehingga keduanya akhirnya hengkang dari BO. Tiga tahun sebelum BO dibentuk, Haji Samanhudi dan kawan-kawan mendirikan Syarikat Islam (SI, awalnya Syarikat Dagang Islam, SDI) di Solo pada tanggal 16 Oktober 1905. “Ini merupakan organisasi Islam yang terpanjang dan tertua umurnya dari semua organisasi massa di tanah air Indonesia, ” tulis KH. Firdaus AN. Berbeda dengan BO yang hanya memperjuangkan nasib orang Jawa dan Madura—juga hanya menerima keanggotaan orang Jawa dan Madura, sehingga para pengurusnya pun hanya terdiri dari orang-orang Jawa dan Madura—sifat SI lebih nasionalis. Keanggotaan SI terbuka bagi semua rakyat Indonesia yang mayoritas Islam. Sebab itu, susunan para pengurusnya pun terdiri dari berbagai macam suku seperti: Haji Samanhudi dan HOS. Tjokroaminoto berasal dari Jawa Tengah dan Timur, Agus Salim dan Abdoel Moeis dari Sumatera Barat, dan AM. Sangaji dari Maluku.

Guna mengetahui perbandingan antara kedua organisasi tersebut—SI dan BO—maka di bawah ini dipaparkan perbandingan antara keduanya: Tujuan: - SI bertujuan Islam Raya dan Indonesia Raya, - BO bertujuan menggalang kerjasama guna memajukan Jawa-Madura (Anggaran Dasar BO Pasal 2). Sifat:
- SI bersifat nasional untuk seluruh bangsa Indonesia,
- BO besifat kesukuan yang sempit, terbatas hanya Jawa-Madura,
Bahasa:
- SI berbahasa Indonesia, anggaran dasarnya ditulis dalam bahasa Indonesia,
- BO berbahasa Belanda, anggaran dasarnya ditulis dalam bahasa Belanda
Sikap Terhadap Belanda: - SI bersikap non-koperatif dan anti terhadap penjajahan kolonial Belanda, - BO bersikap menggalang kerjasama dengan penjajah Belanda karena sebagian besar tokoh-tokohnya terdiri dari kaum priyayi pegawai pemerintah kolonial Belanda, Sikap Terhadap Agama: - SI membela Islam dan memperjuangkan kebenarannya, - BO bersikap anti Islam dan anti Arab (dibenarkna oleh sejarawan Hamid Algadrie dan Dr. Radjiman) Perjuangan Kemerdekaan:
- SI memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan mengantar bangsa ini melewati pintu
gerbang kemerdekaan,
- BO tidak pernah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan telah membubarkan diri tahun 1935, sebab itu tidak mengantarkan bangsa ini melewati pintu gerbang kemerdekaan, Korban Perjuangan: - Anggota SI berdesak-desakan masuk penjara, ditembak mati oleh Belanda, dan banyak anggotanya yang dibuang ke Digul, Irian Barat,
- Anggota BO tidak ada satu pun yang masuk penjara, apalagi ditembak dan dibuang ke
Digul,
Kerakyatan:
- SI bersifat kerakyatan dan kebangsaan,
- BO bersifat feodal dan keningratan,
Melawan Arus: - SI berjuang melawan arus penjajahan, - BO menurutkan kemauan arus penjajahan, Kelahiran:
- SI (SDI) lahir 3 tahun sebelum BO yakni 16 Oktober 1905,
- BO baru lahir pada 20 Mei 1908,
Seharusnya 16 Oktober Hari Kebangkitan Nasional yang sejak tahun 1948 kadung diperingati setiap tanggal 20 Mei sepanjang tahun, seharusnya dihapus dan digantikan dengan tanggal 16 Oktober, hari berdirinya Syarikat Islam. Hari Kebangkitan Nasional Indonesia seharusnya diperingati tiap tanggal 16 Oktober, bukan 20 Mei. Tidak ada alasan apa pun yang masuk akal dan logis untuk menolak hal ini. Jika kesalahan tersebut masih saja dilakukan, bahkan dilestarikan, maka saya khawatir bahwa jangan-jangan kesalahan tersebut disengaja. Saya juga khawatir, jangan-jangan kesengajaan tersebut dilakukan oleh para pejabat bangsa ini yang sesungguhnya antiIslam dan a-historis. Jika keledai saja tidak terperosok ke lubang yang sama hingga dua kali, maka sebagai bangsa yang besar, bangsa Indonesia seharusnya mulai hari ini juga menghapus tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional, dan melingkari besar-besar tanggal 16 Oktober dengan spidol merah dengan catatan “Hari Kebangkitan Nasional”.

20 Mei Bukan Hari Kebangkitan Nasional(bag1.)



>>sumber<<

Kelahiran organisasi Boedhi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 sesungguhnya amat tidak patut dan tidak pantas diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional, karena organisasi ini mendukung penjajahan Belanda, sama sekali tidak pernah mencita- citakan Indonesia merdeka, a-nasionalis, anti agama, dan bahkan sejumlah tokohnya merupakan anggota Freemasonry Belanda (Vritmejselareen). Dipilihnya tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional, sesungguhnya merupakan suatu penghinaan terhadap esensi perjuangan merebut kemerdekaan yang diawali oleh tokoh-tokoh Islam yang dilakukan oleh para penguasa sekular. Karena organisasi Syarikat Islam (SI) yang lahir terlebih dahulu dari Boedhi Oetomo (BO), yakni pada tahun 1905, yang jelas-jelas bersifat nasionalis, menentang penjajah Belanda, dan mencita-citakan Indonesia merdeka, tidak dijadikan tonggak kebangkitan nasional. Mengapa BO yang terang-terangan antek penjajah Belanda, mendukung penjajahan Belanda atas Indonesia, a-nasionalis, tidak pernah mencita-citakan Indonesia merdeka, dan anti-agama malah dianggap sebagai tonggak kebangkitan bangsa? Ini jelas kesalahan yang teramat nyata.

Anehnya, hal ini sama sekali tidak dikritisi oleh tokoh-tokoh Islam kita. Bahkan secara menyedihkan ada sejumlah tokoh Islam dan para Ustadz selebritis yang ikut-ikutan merayakan peringatan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei di berbagai event. Mereka ini sebenarnya telah melakukan sesuatu tanpa memahami esensi di balik hal yang dilakukannya. Rasulullah SAW telah mewajibkan umatnya untuk bersikap: “Ilmu qabla amal” (Ilmu sebelum mengamalkan), yang berarti umat Islam wajib mengetahui duduk-perkara sesuatu hal secara benar sebelum mengerjakannya. Bahkan Sayyid Quthb di dalam karyanya “Tafsir Baru Atas Realitas” (1996) menyatakan orang-orang yang mengikuti sesuatu tanpa pengetahuan yang cukup adalah sama dengan orang-orang jahiliyah, walau orang itu mungkin seorang ustadz bahkan profesor. Jangan sampai kita “Fa Innahu Minhum” (kita menjadi golongan mereka) terhadap kejahiliyahan. Agar kita tidak terperosok berkali-kali ke dalam lubang yang sama, sesuatu yang bahkan tidak pernah dilakukan seekor keledai sekali pun, ada baiknya kita memahami siapa sebenarnya Boedhi Oetomo itu. Pendukung Penjajahan Belanda Akhir Februari 2003, sebuah amplop besar pagi-pagi telah tergeletak di atas meja kerja penulis. Pengirimnya KH. Firdaus AN, mantan Ketua Majelis Syuro Syarikat Islam kelahiran Maninjau tahun 1924. Di dalam amplop coklat itu, tersembul sebuah buku berjudul “Syarikat Islam Bukan Budi Utomo: Meluruskan Sejarah Pergerakan Bangsa” karya si pengirim. Di halaman pertama, KH. Firdaus AN menulis: “Hadiah kenang- kenangan untuk Ananda Rizki Ridyasmara dari Penulis, Semoga Bermanfaat!” Di bawah tanda tangan beliau tercantum tanggal 20. 2. 2003.
KH. Firdaus AN telah meninggalkan kita untuk selama-lamanya. Namun pertemuan- pertemuan dengan beliau, berbagai diskusi dan obrolan ringan antara penulis denganbeliau, masih terbayang jelas seolah baru kemarin terjadi. Selain topik pengkhianatan the founding-fathers bangsa ini yang berakibat dihilangkannya tujuh buah kata dalam Mukadimmah UUD 1945, topik diskusi lainnya yang sangat konsern beliau bahas adalah tentang Boedhi Oetomo. “BO tidak memiliki andil sedikit pun untuk perjuangan kemerdekan, karena mereka para pegawai negeri yang digaji Belanda untuk mempertahankan penjajahan yang dilakukan tuannya atas Indonesia. Dan BO tidak pula turut serta mengantarkan bangsa ini ke pintu gerbang kemedekaan, karena telah bubar pada tahun 1935. BO adalah organisasi sempit, lokal dan etnis, di mana hanya orang Jawa dan Madura elit yang boleh menjadi anggotanya. Orang Betawi saja tidak boleh menjadi anggotanya, ” tegas KH. Firdaus AN. BO didirikan di Jakarta tanggal 20 Mei 1908 atas prakarsa para mahasiswa kedokteran STOVIA, Soetomo dan kawan-kawan. Perkumpulan ini dipimpin oleh para ambtenaar, yakni para pegawai negeri yang setia terhadap pemerintah kolonial Belanda. BO pertama kali diketuai oleh Raden T. Tirtokusumo, Bupati Karanganyar kepercayaan Belanda, yang memimpin hingga tahun 1911. Kemudian dia diganti oleh Pangeran Aryo Notodirodjo dari Keraton Paku Alam Yogyakarta yang digaji oleh Belanda dan sangat setia dan patuh pada induk semangnya. Di dalam rapat-rapat perkumpulan dan bahkan di dalam penyusunan anggaran dasar organisasi, BO menggunakan bahasa Belanda, bukan bahasa Indonesia. “Tidak pernah sekali pun rapat BO membahas tentang kesadaran berbangsa dan bernegara yang merdeka. Mereka ini hanya membahas bagaimana memperbaiki taraf hidup orang- orang Jawa dan Madura di bawah pemerintahan Ratu Belanda, memperbaiki nasib golongannya sendiri, dan menjelek-jelekkan Islam yang dianggapnya sebagai batu sandungan bagi upaya mereka, ” papar KH. Firdaus AN. Di dalam Pasal 2 Anggaran Dasar BO tertulis “Tujuan organisasi untuk menggalang kerjasama guna memajukan tanah dan bangsa Jawa dan Madura secara harmonis. ” Inilah tujuan BO, bersifat Jawa-Madura sentris, sama sekali bukan kebangsaan. Noto Soeroto, salah seorang tokoh BO, di dalam satu pidatonya tentang Gedachten van Kartini alsrichtsnoer voor de Indische Vereniging berkata: “Agama Islam merupakan batu karang yang sangat berbahaya... Sebab itu soal agama harus disingkirkan, agar perahu kita tidak karam dalam gelombang kesulitan. ” Sebuah artikel di “Suara Umum”, sebuah media massa milik BO di bawah asuhan Dr. Soetomo terbitan Surabaya, dikutip oleh A. Hassan di dalam Majalah “Al-Lisan” terdapat tulisan yang antara lain berbunyi, “Digul lebih utama daripada Makkah”, “Buanglah Ka’bah dan jadikanlah Demak itu Kamu Punya Kiblat!” (M. S) Al-Lisan nomor 24, 1938. Karena sifatnya yang tunduk pada pemerintahan kolonial Belanda, maka tidak ada satu pun anggota BO yang ditangkap dan dipenjarakan oleh Belanda. Arah perjuangan BO yang sama sekali tidak berasas kebangsaan, melainkan chauvinisme sempit sebatas memperjuangkan Jawa dan Madura saja telah mengecewakan dua tokoh besar BO sendiri, yakni Dr. Soetomo dan Dr. Cipto Mangunkusumo, sehingga keduanya hengkang dari BO.
Bukan itu saja, di belakang BO pun terdapat fakta yang mencengangkan. Ketua pertama BO yakni Raden Adipati Tirtokusumo, Bupati Karanganyar, ternyata adalah seorang anggota Freemasonry. Dia aktif di Loge Mataram sejak tahun 1895. Sekretaris BO (1916), Boediardjo, juga seorang Mason yang mendirikan cabangnya sendiri yang dinamakan Mason Boediardjo. Hal ini dikemukakan dalam buku “Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962” (Dr. Th. Stevens), sebuah buku yang dicetak terbatas dan hanya diperuntukan bagi anggota Mason Indonesia. Dalam tulisan kedua akan dibahas mengenai organisasi kebangsaan pertama di Indonesia, Syarikat Islam, yang telah berdiri tiga tahun sebelum BO, dan perbandinganya dengan BO, sehingga kita dengan akal yang jernih bisa menilai bahwa Hari Kebangkitan Nasional seharusnya mengacu pada kelahiran SI pada tanggal 16 Oktober 1905, sama sekali bukan 20 Mei 1908. (Bersambung)

20 Mei Bukan Hari Kebangkitan Nasional(Tamat)


>>sumber<<

PROPOSAL PENELITIAN

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK KESULITAN BELAJAR MELALUI METODE SUKU KATA DI SD 09 KECAMATAN PAUH
( Single Subject Research Kelas1A))

Oleh:
DWI INDRI OKTAFIANI
41888/2003

JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2008

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam PP no.28 tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar, pasal 3 dikemukakan bahwa pendidikan dasar bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan menengah. Berkaitan dengan hal itu, dalam kurikulum pendidikan dasar di kemukakan bahwa pendidikan yang di selenggarakan Sekolah Dasar bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar “baca-tulis dan berhitung”, pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembanggannya, serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan di SLTP.
Keterampilan baca-tulis, khususnya harus di kuasai oleh para siswa di SD. Keberhasilan belajar mereka dalam mengikuti proses kegiatan belajar di sekolah sangat di tentukan oleh penguasaan kemampuan membaca permulaan. Siswa yang tidak mamapu membaca dengan baik akan mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran untuk semua mata pelajaran, karena mereka akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan memahami informasi yang di sajikan dalam berbagai buku pelajaran, buku penunjang dan sumber-sumber belajar tertulis yang lainnya. Dan siswa tersebut akan lamban sekali dalam menyerap pelajaran. Akibatnya, kemajuan belajar juga lamban jika di bandingkan dengan teman-temannya yang tidak mengalami kesulitan dalam membaca.(Imam 1992:2)
Pembinaan kemampuan membaca secara formal di laksanakan dalam mata pelajaran bahasa indonesia. Menurut kurikulum berbasis kompetensi bahasa indonesia 2004, standar kompetensi mata pelajaran bahasa indonesia khususnya membaca permulaan, siswa di tuntut untuk mampu membaca huruf, suku kata dan kalimat. Pembelajaran di SD dilaksanakan sesuai dengan perbedaan atas kelas rendah dan kelas tinggi. Pelajaran di kelas rendah biasanya disebut sebagai pelajaran membaca permulaan (MMP), sedangkan di kelas tinggi di sebut pelajaran membaca lanjut.
Pelajaran membaca permulaan bertujuan agar sisiwa mengenal huruf dan merangkai huruf sehingga mereka dapat membaca dengan menggunakan kata tersebut. (Subarti dkk, 1991 / 1992 : 31)
Anak kesulitan belajar adalah anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, baik disebabkan oleh adanya difusi neurologis, proses psikologis maupun oleh sebab lain sehingga prestasi belajar yang dicapai jauh berada di bawah potensi yang sebenarnya.(Depdikbud:1997)

Sebenarnya Anak kesulitan belajar sudah dikenal dalam dunia pendidikan. Namun demikian, penanganan terhadap mereka belum seperti yang di harapkan. Banyak faktor yang mempengaruhi keterlambatan perkembangan anak berkesulitan belajar. Salah satu di antaranya adalah karena kurangnya keterampilan guru dalam mengidentifikasi terhadap mereka, terutama kesulitan belajar membaca permulaan.
Kesulitan membaca permulaan menjadi penyebab utama kegagalan anak di sekolah. Hal itu terjadi karena membaca permulaan merupakan satu bidang akademik dasar selain menulis dan berhitung. Kemampuan membaca permulaan merupakan kebutuhan dasar, karena sebagian informasi di sajikan dalam bentuk tertulis dan hanya di peroleh melalui membaca. (Sunardi, 1997:1)
Adapun tujuan utama dari membaca permulaan adalah agar anak dapat mengenal tulisan sebagai simbol dan lambang bahasa, sehingga anak-anak dapat menyuarakan tulisan tersebut. Namun untuk dapat membaca permulaan seorang dituntut agar mampu:
1. Membedakan huruf
2. Mengucapkan tulisan yang sedang di baca dengan benar, menggerakan mata dengan cepat dari kiri ke kanan sesuai dengan urutan tulisan yang di baca.
3. Menyuarakan tulisan yang di baca dengan benar
4. Mengenal arti tanda-tanda baca
5. Mengatur tinggi rendah suara sesuai dengan bunyi, makna kata yang di ucapakan, serta tanda baca.
Berdasarkan study pendahuluan yang penulis lakukan pada bulan Agustus sampai November 2007 ini, penulis melihat anak kesulitan belajar (X) kelas satu di SD 09 Kecamatan Pauh mengalami kesulitan belajar membaca permulaan. karena kesulitan belajar membaca yang di milikinya sehingga ia juga memiliki kesulitan untuk mengikuti pelajaran yang lainnya. Sebab kemampuan membaca yang di milikinya anak sangat minim.
Sebenarnya Anak Kesulitan Belajar (x) sudah mengenal huruf, khususnya huruf vokal seperti: a, i, u, e, o. Anak sudah sangat hafal dan ingat sekali dengan huruf tersebut meskipun penulis meletakkan tidak berurutan dan memintanya menunjukkan serta menyebutkan satu persatu.. Selain huruf vokal tersebut, anak juga sudah mengenal huruf-huruf lainnya seperti huruf: b, c, f, g, j, m, n, p, q, r, s, t, k, w, z. Terbukti ketika penulis melakukan asesmen mengenal huruf a sampai z. ketika penulis cobakan dengan cara berurutan anak sudah sangat lancar sekali, namun ternyata anak menyebutkan huruf-huruf tersebut dengan hafalannya. Sebab ketika penulis cobakan lagi dengan cara mengacak huruf a sampai z tadi, ternyata masih ada beberapa huruf yang salah di sebutkan oleh anak seperti huruf d, l, y, h, x, dan v. Dari hasil asesemen itu penulis melihat, sepertinya anak sering salah menyebutkan karna adanya kemiripan bentuk antara beberapa huruf-huruf tersebut. Dimana kesalahan yang sering di lakukan anak adalah ketika menyebutkan huruf d menjadi b. l menjadi i, x menjadi y, v menjadi u dan h menjadi n. Sebab ketika penulis mengasesmen kemampuan dasar anak mengenal huruf, anak masih suka terbalik dalam menyebutkan huruf –huruf yang penulis jelaskan di atas. Selain itu anak masih lamban dalam mengeja huruf menjadi kata. Sehingga ketika anak membaca satu kata saja ia akan membutuhkan waktu yang cukup lama di bandingkan teman-temannya yang lain.Padahal anak sudah mengenal huruf-huruf yang akan di rangkaikan.. Dengan melihat kesulitan membaca anak yang anak sangat besar, maka disini penulis ingin membantu anak agar dapat membaca lebih mudah dan tidak cepat jenuh. Dengan cara meminta anak untuk menggabungkan huruf-huruf yang dikenal dengan ditambahkan huruf vokal, sehingga huruf tersebut bisa di baca menjadi suku kata. Misalnya anak sudah mengenal huruf b. Maka penulis membantu atau merubah metode membaca anak sebelumnya dengan langsung mengenalkan suku katanya. Sebab secara latar belakang anak tersebut sudah menggenal huruf vokal. Sehingga dengan huruf b anak jadi mampu membaca atau menyebutkan menjadi suku kata, seperti ba, bi, bu, be, bo. Disini anak sudah cukup baik dalam menyebutkannya. Meskipun penulis meminta anak menyebutkan dan menunjukkannya dengan sistim acak. Seperti be, bi, bo, ba, bu. Anak sudah tau mana huruf ba, bi, bu, be, bo dengan membacakan sambil menunjukkan, meski dengan cara berurutan atau acak. Selain itu penulis juga mengasesmen anak dengan huruf-huruf konsonan lain, yaitu dengan huruf-huruf konsonan yang sudah di kenal anak. Seperti huruf c, f, g, j, m, n, p, q, r, s, t, w, z.begitu juga seterusnya untuk huruf-huruf yang lain dan meminta anak menggabungkan huruf konsonan tersebut dengan huruf vocal. Disini penulis melihat anak sudah dapat membacanya cukup baik, walau terkadang masih salah dalam skala yang kecil. Dari hasil asesmen tersebut penulis dapat melihat anak mampu membaca suku kata yang penulis tunjuk sesuai dengan huruf-huruf konsonan yang di ketahui anak. Untuk huruf-huruf d, l, h, v, y, dan x. anak masih suka salah dan terbalik-balik dalam menyebutkannya. Dan ketika penulis cobakan dengan menggabungkan huruf-huruf konsonan di atas dengan huruf vocal, kesalahan anak sedikit berkurang. Sebab anak lebih tau membedakan antara huruf b dan d jika ditambahkan dengan huruf vokal sehingga huruf b dibaca ba dan huruf d dibaca da sebagaimana yang terdapat dalam teori membaca pada metode suku kata. Disini penulis lihat sepertinya anak lebih cepat pemahaman membacanya jika di bantu dengan metoda suku kata yang penulis terapkan dari pada metode eja yang selama ini di pakai anak selama belajar membaca di kelas.
Penulis sangat berharap metode suku kata yang berhasil membuat anak tunarungu yang penulis bimbing menjadi mampu membaca, juga bisa penulis terapkan terhadap anak kesulitan belajar (x) tersebut.
Berdasarkan study pendahuluan tersebut, maka penulis melakukan penelitian eksperimen dengan subjek tunggal untuk memberikan intervensi terhadap kemampuan membaca anak kesulitan belajar (x) melalui metode suku kata, dengan tujuan agar anak tersebut dapat membaca dengan lancar dan untuk melihat apakah metode suku kata dapat meningkatkan kemampuan membaca anak kesulitan belajar (x) tersebut.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan masalah yang telah penulis paparkan pada latar belakang di atas maka identifikasi masalahnya dapat di uraikan sebagai berikut:
1. Anak belum mampu membaca.
2. Anak masih sering salah menyebutkan huruf. Seperti huruf: d, r, l, y, v. h, dan x.
3. Anak mengalami kesukaran dalam menggunakan metode eja dan lebih cepat membaca dengan menggunakan metode suku kata.
4. Guru kelas kurang memperhatikan faktor penghambat belajar membaca pada anak.
5. Guru kelas tidak mencari metode yang tepat untuk di terapkan kepada anak.

C. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah maka penulis membatasi masalah pada: meningkatkan kemampuan membaca dengan menggabungkan beberapa suku kata untuk menjadi menjadi kata, sehingga bisa di baca pada anak kesulitan belajar melalui metode suku kata.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah maka rumusan permasalahannya adalah: apakah metode suku kata dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan bagi anak kesulitan belajar (x) kelas 1 SD 09 kecamatan Pauh.



E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah metode suku kata dapat meningkat kemampuan membaca permulaan anak kesulitan belajar (x) kelas 1 SD 09 kecamatan Pauh.

F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini nantinya di harapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Terkhususnya bagi anak kesulitan belajar dan pendidikan luar biasa pada umumnya, antara lain:
1. Anak kesulitan belajar, agar dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan.
2. Guru Kelas, agar lebih mudah dalam mengajar dan memilihkan metode yang sesuai dengan karakteristik anak.
3. Peneliti, semoga dapat menambah wawasan peneliti tentang metode suku kata yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan bagi anak kesulitan belajar.

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Membaca
1. Hakekat Membaca
Pada hakekatnya membaca merupakan proses memhami dan merekonstruksi makna yang terkandung dalam bahan bacaan. Pesan atau makna yang terkandung dalam teks bacaan merupakan interaksi timbal balik, interasi aktif, dan interasksi dinamais antara pengertahuan dasar yang dimiliki pembaca dengan kalimat-kalimat fakta dan informasi yang tertuang dalam teks bacaan merupakan informasi yang tersimpan dalam memori otak/fikiran pembaca atau dapat disebut dengan sumber informasi nonvisual, kedua macam sumber informasi tersebut perlu dimiliki secara berimbang oleh pembaca. Artinya kemampuan mengenal informasi viusual perlu diikuti dengan pengetahuan dasar yang diperlukan untuk memahami suatu teks bacaan.
Demikian pula sebaiknya, pengetahuan dasar yang telah dimiliki perlu di lanjutkan dengan kemampuan memahami informai visual yang ada pada teks bacaan, kemampuan penunjang lain yangt perlu dimiliki pembaca yaitu kemampuan menghubungakn gagasan yang dimiliki dengan menggabungkan materi bacaan. Dalam kaitannya dengan pemahaman dan perkonstruksian pesan atau makna yang terkandung dalam teks bacaan. Harirs, dan Sipay (1980) menyatakan bahwa membaca merupakan proses menafsirkan makna bahasa tulis secara tepat. Pengenalan makna kata sesuai dengan konteksnya merupakan prasyarat yang di perlukan untuk memahami pesan yang terdapat pada bahan bacaan.
2. Membaca permulaan
Menurut Rita Wati (1996:43) membaca permulaan merupakan membaca awal yang diberikan kepad anak di kelas I dan II sebagai dasar untuk pelajaran selanjutnya. seiring denganb itu Sahari (1994:11) mengemukakan membaca adalah:
Kegiatan dalam menerapkan dalam kemampuan berbahasa (linguisti) dengan melibatkan faktor biologis dan psikis yang di pengaruhi oleh lingkungan denagn huruf, suku kata, kata dan kalimat sebagai objek bacaan sebagai tingkatan awal dalam belajar membaca

Pembelajaran membaca di kelas I dan kelas II merupakan pelajaran membaca tahap awal. Kemampuan membaca yang di peroleh anak di kelas I dan kelas II tersebut akan menjadi dasar pembelajaran membaca kelas-kelas berikutnya.
Supryadi (1993) mengemukakan bahwa “ kemampuan membaca yang di peroleh pada membaca permulaan akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan membaca lanjut”. Sebagai kemampuan yang mendasari kemampuan berikutnya maka kemampuan membaca permulaan benar-benar memerlukan perhataian guru, sebab jika dasar itu tidak kuat, pada tahap membaca lanjut anak akan mengalami kesulitan untuk dapat memiliki kemampuan membaca yang memadai.

2. Tujuan membaca permulaan
Tujuan membaca permulaan tidak terlepas dari tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pengajaran pada khususnya. Tujuan pengajaran membaca permulaan pada dasarnya adalah memberikan bekal pengetahuan dan kemampuan siswa untuk menguasai tehnik-tehnik membaca dan menangkap isi bacaan dengn baik dan benar.
Menurut Rita Wati (1996:43) tujuan pengajaran membaca permulaan adalah “ agar siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancara dan tepat. Pengajaran membaca permulaan disesuaikan dengan kemampuan dan perkembangan kejiwaan peserta didik”.

3. langkah-langkah membaca permulaan
Rita Wati (1996:51) mengemukakan langkah-langkah membaca permulaan sebagai berikut:
a. Mengenal unsur kalimat
b. Mengenal unsur kata
c. Mengenal unsur huruf
d. Merangkai huruf menjadi suku kata
e. Merangkai suku kata menjadi kata



Sedangkan menurut Sibarani Akhadiah (1992:1993:34) mengemukakan langkah-langkah pengakaran membaca permulaan sebagai berikut:
a. Menentukan tujuan pokok bahasan yang akan di berikan. Tujuan ini dapat di ambil dari GBPP
b. Mengembangkan bahan pengajaran
c. Setelah bahan pelajaran dan bahan latihan disusun, kemudian harus memikirkan bagaimana cara menyampaikan. Bagaimana urutan pemberian bahan-bahannya, dan bagaimana cara mengaktifkan siswa.
d. Pada tahap latihan, guru dapat membuat kombinasi baru, baik dengan kata maupun suku kata, dan huruf. Hal ini mudah dilakukan dengan menggunakan kartu-kartu yang tersedia, anak dapat bermain dengan kartu-kartu tersebut. Misalnya membentuk suku kata, kata ataupun kalimat.
e. Untuk memantau apakah anak telah mencapai tujuan yang di tetapkan, guru dapat membuat tes formatif. Dalam hal ini guru dapat menggunakan berbagai cara yaang ddi naaggap terbaik untuk kelangsungan pembelajaran.
Berdasrkan hal di atas, agar tuuan pengejaran membaca dapat tercapai dengan baik, sebaiknya guru menetapkan langkah-langkah tersebut dilakukan secara berulang-ulang.


4. Pelaksanaan membaca permulaan
pelaksanana pengajaran membaca permulaan di Indonesia di lakukan dengan menggunakan bahan bacaan bahasa Indonesia, padahal sebagian besar anak Indonesia tumbuh dan lahir sebagai insan daerah yang menggunakan bahsa daerah. Oleh karena itu penggunaan bahasa Indonesia dalam bahan bacaan untuk pengajaran membaca sangatlah diperuntukkan bagi anak-anak diseluruh Indonesia.

B. Metode suku kata
1. Penegrtian Metode suku kata
Menurut Depdikbud (1992:12) metode suku kata adalah suatu metode yng memulai pengajaran membaca permulaan dengan menyajikan kata-kata yang sudah di rangkai menjadi suku kata, kemudian suku-suku kata itu di rangkai menjadi kata yang terakhir merangkai kata menjadi kalimat.
Misalnya:
Ma-ta mata
Ka-ki kaki
Mata kaki
Sedangkan pendapat Muhammad Amin (1995:207) metode suku kata adalah “ suatu metode yang di mulai dnegan mengajar suku-suku kata kemudian suku kata di gabungkan menjadi kata dan diuraikan menjadi huruf. Misalnya:
Ma-ta mata
m-a-t-a
Sesuai dengan suku kata itu masing-masingsuku kata di beda-bedakan, ada yang terdiri atas satu huruf awal dan konsonan. Atau satu vocal di apit oleh konsonan. Dalam metode suku kata perlu diperhatikan huruf yang akan di pekenalkan sebaiknay dimulai dengan jumlah yang terbatas tetapi yang melahirkan kombinasi yang bermacam-macam. Misalnya:
i-tu
i-ni

2. Keunggulan metode suku kata
Setiap metode memiliki keuntungan dan kelemahan masing-masing. Hal ini sesuai dengan pendapat Makmur Karim (1984) yang mengatakan keuntungan dari metode suku kata yang membantu anak dalam membaca permulaan, antara lain:
a. Dalam membaca tidak ada mengeja huruf demi huruf sehigga mempercepat proses penguasaan kemampuan membca permulaan
b. Dapat belajar mengenal huruf dengan mengupas aau menguraikan suku kata suku kata yang dipergunakan dalam unsur-unsur hurufnya
c. Penyajian tidak memakan waktu yang lama
d. Dapat secara mudah mengetahui berbagai macam kata


Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat di tegaskan keuntungan metode suku kata ini adalah untuk membantu anak kesulitan belajar yang cepat bosan, sehingg metode uku kata ini dapat di gunakan untuk meningkatkan motivasi belajar membaca anak kesuliatn belajar.
a. Kelemahan Metode suku kata
Bagi anak kesuliatan belajar yang kurang mengenal huruf, akan mengalami kesulitan merangkaikan huruf menjadi suku kata.

b. Langkah-langkah pelaksanaan metode suku kata
a. Guru merangkaikan atau menggabungkan huruf konsonan dengan huruf vocal yang sudah di kenalkan anak dan membentuk suku kata/terdiri dari satu suku kata, lalu membaca huruf konsosnan dalam kalimat dan huruf vocal yang di rangkaikan tersebut bersama anak. Misalnya:
b. Guru menuliskan kata-kata yang sudah di kupas menjadi suku kata, lalu membaca suku kata tersebut bersama anak. Mislnya:
Bo-la
Ka-ki
c. Guru merangkaikan/menuliskan suku kata menjadi kata, lalu membaca suku-suku kata yang sudah di rangkaikan menjadi kata tersebut bersama anak
Bo-la  bola
Ka-ki  kaki
d. Kemudian guru merangkaikan atau menuliskan kata menjdai kalimta, lalu membaca kata yang sudah di rangkai menjadi kalimat tersebut bersama anak. Misalnya:
bola
kaki
bola kaki
C. Hakekat Kesulitan Belajar
1. Definisi Anak kesulitan belajar
Kesulitan belajar merupakan oeristilahan yang di gunakan pada siswa-siswa yang mempunyai kesulitan tidak dapat mengikuti kegiatan belajar ,mengajar disebabkan karena kurangnya intelegensi, kelainan sensoris, ketidak beruntungan ayau ketidak cukupan budaya atau bahasa (Bauer, Keefe and Shea, 2001). Kelainan in i di tampilkan dengan ditandai oleh adanya perbedaan antara kemampuan dan prestasi akademik. Kelomppok kecil ini, kurang dari 3 persen dari populasi sekolah, terbiasa dalam masalah kronis alamn bidang keterampilan dasar akademis, seperti membaca, menulis, mengeja dan matematika. Beberapa siswa dengan kesulitan belajar juga mungkin mempunyai masalah dengan keterampilan sosial, beberapa diantaranya memiliki kesulitan dalam keterampilan fisik.
National Join Committee on Learning Disabilities mengemukakan definisi kesulitan belajar yang merupakan hasil revisi pada tahun 1998 sebagai berikut:
Kesulitan belajar adalah istilah umum yang berhubungan dengan kelompok heterogen kelainan yang di hubungkan dengan adanya kesulitan yang signifikan dalam mempoeroleh dan menggunkan pendengaran, berbicara, membaca, menulis, berfikir, dan kemampuan matematika. Kelainan-kelainan ini terdapat dalam diri individu disebabkan oleh adanya difusi system syaraf pusat dan dapat terjadi selama hidupnya. Masalah perilaku mengarahkan diri, persepsi sosial, dan karena faktor-faktor itu kesulitan belajar ini muncul.
Krik dalam Wardi (1995:12) menyatakan bahwa:
Kesulitan belajar di definisikan sebagai keterlambatan atau penyimpangan dalam bidang akademik dasar (seperti berhitung, membacadan menulis), serta gangguan berbicara dan berbahasa namun bidang-bidang ketidak mampuan kesulitan belajar dapat di kaitkan dengan lemah metal.

Depdikbud (1997) menggungkapkan definisi anak kesulitan belajar sebagai berikut:
Anak kesulitan belajar adalah anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, baik disebabkan oleh adanya difusi neurologis, proses psikologis maupun oelh sebab lain sehingga prestsi belajarnya berada di bawah potensi yang sebenarnya


2. Ciri-ciri anak kesulitan belajar
Anak kesulitan belajar menggambarkan suatu keadaan kesulitan dalam mencapai hasilbelajar antara lain:
a. Prestasi belajar yang di capai selalu beradadi bawah rata-rata prestasi belajar kelompoknya. Dengan kata lain anak yang mengalami kesulitan belar prestasi belajarnya rendah, mungkin prestasi dan mata pelajaran secara keseluruhan, mungkin juga prestasi dalam mata pelajaran tertentu.
b. Dalam melaksanakan tugas-tugas kegiatan belajar selalu menglami keterlambatan dibandingkan dengan anak-anak lain sekelasnya, sehingga waktu yang disediakan tidak mencukupi.
c. Dalam hal kepribadian kadang-kadang mereka menunjukkan sikap yang negatifdalam berperilaku. Seperti acuh tak acuh, kurang konsentrasi, sering membolos, mengganggu teman, tidak suka mencatat pelajaran, tidak mengerjakan tugas, bahkan sering menyendiri atau murung.
Bardasarkan hal tersebut di atas maka dapat di ambil kesimpulan bahwa anak yang mengalami kesulitan dalam mengalami kesulitan dalam menggerjakan tugas-tugas akdemik di sekila, baik di sebabkan oleh adanya difusi neurologis, proses psikologi dasar, maupun sebab-sebab lain, sehingga prestasi belajar yang dicapai jauh beradadi bawah potensi yang sebenarnya.
Untuk mengenal berbagai jenis kesulitan belajar yang di alami oelh anak, maka perlu kita amatiberbagai aspek yang berperan dan mempengaruhi kegiatan belajar mengajar, yaitu:
a. karena adanya gangguan fisik seperti: penglihatan, pendengaran, bicara, cacat tubuh, cacat otak.
b. Karena gangguan emosi.
c. Karna keterbatasan berfikir atau lamban belajar
d. Karena memiliki kemampuan mental tinggi atau berbakat (giftet/talentet).
e. Karena gangguan khusus lainnya: gangguan membaca, perkembangan bahasa, berbicara, berhitung, motorik, konsentrasi atau autistik.
3. Penyebab Kesulitan Belajar
Perstasi belajar di penggaruhi oelh dua faktor, internal, dan ekstenal. Penyebab utama kesulitan belajar (learning disabilities) adalah faktor internal, yaitu kemungkinan adanya difusi neurologis, sedangkan penyebab utama problem belajar (learning problems) adalah faktor eksternal, yaitu anatara berupa strategi pembelajaran yang ekliru, pengelolahan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak, dan pemberian ulangan penguatan (reinforcement) yang tepat.
Difusi neurologis sering tidak hanya menyebabkan kesulitan belajar tetapi juga dapat menyebabkan tunagrahita dan gangguan emosional. Berbagai faktor yang dapat menyebabkan difusineurologis yang pada giliranyya dapat menyebabkan kesulitan belajar antara lain adalah (1) faktor genetika, (2) luka pada otak atau karena trauma fisik atau kekurangan oksigen, (3) biokomia yang hilang (misalnya biokomia yang di perlukan untuk memfungsikan saraf otak), (4) biokimia yang dapat merusak otak (misalnya zat pewarna pada makanan), (5) pencemaran madai, dan (7) pengaruh-pengaruh psikologis dan sosial yang merugikan perkembangan anak(deprivasi lingkungan). Dari berbagai penyebab tersebutdapat menimbulkan gangguan dari tarafnya ringan hingga yang tarafnya berat.
D. Kerangka konseptual
Kerangka konseptual merupakan kerangka berfikir penulis, sehingga memudahkan penulis dalam melaksanankan penelitian ini. Adapun kerangka fikir penulis dalam melaksanakan penelitian ini di awali dengan kondisi awal, yakni di temui permasalahan di lapangan terhadap seorang anak kesulitan belajar dengan kesulitan membaca permulaan. Penulis mengharapkan adanya peningkatan kemampuan membaca permulaan pada anak tersebut, oleh karena itu penulis memilih metode suku kata untuk di terapkan kepada anak kesulitan belajar (x) agar anak tersebut mampu membaca dengan baik. Untuk dapat jelasnya dapat di lihat pada bagan berikut ini:
E. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ha = kemampuan membaca permulaan anak kesulitan belajar dapat di tingkatkan melalui metode suku kata
Ha = Kemampuan membaca permulaan anak kesulitan belajar tidak dapat di tingkatkan dengan menggunkan metode suku kata.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang diteliti yaitu “Meningkatkan kemampuan membaca permulaan anak kesulitan belajar dengan menggunakan metode suku katas di SD 09 KECAMATAN PAUH”, maka peneliti memilih jenis penelitian adalah eksperimen dalam bentuk Single Subject Research (SSR). Eksperimen merupakan suatu kegiatan percobaan yang dilakukan untuk meneliti suatu peristiwa atau gejala yang muncul terhadap suatu kondisi tertentu. Penelitian ini menggunakan bentuk desain A dan B, dimana A merupakan Phase Baseline dan B merupakan fase intervensi. Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Menurut Juang (2005:57) phase baseline adalah phase saat variable terikat (target behaviour) diukur secara priodik sebelum diberikan perlakuan tertentu. Dalam hal ini beberapa kali anak dapat melakukan dengan benar sebelum perlakuan diberikan. Sedangkan phase Treatment adalah phase saat target behavior di observasi atau diukur selama perlakuan tertentu diberikan.
Menurut Edi (2005:222), Base-line merupakan rata kemunculan perilaku dalam periode tertentu setelah diukur melalui pengamatan.
Pada penelitian ini mempunyai satu sub variable yang akan di capai yaitu memasang tali sepatu. Yang menjadi phase A (baseline) yaitu kemampuan awal anak kesulitan belajar dalam membaca permulaan sebelum menggunakan metode suku kata, sedangkan yang menjadi phase B (intervensi) yaitu kemampuan membaca permulaan anak kesulitan belajar setelah menggunakan metode suku kata.

B. Variabel Penelitian
Menurut Juang (2005:12), Variabel merupakan istilah dasar dalam penelitian eksperimen termasuk penelitian dengan subjek tunggal. Dalam penelitian eksperimen. Variabel merupakan suatu atribut atau ciri-ciri mengenai sesuatu yang diamati dalam penelitian. Dengan demikian variable dapat berbentuk kejadian yang dapat diamati dan diukur, biasanya menggunakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas dan variabel terikat. Variabel terikat dalam penelitian kasus tunggal dikenal dengan target behavior (perilaku sasaran), sedangkan variabel bebas dikenal dengan istilah intervensi (perlakuan). Adapun variabel terikat dalam penelitian ini yaitu kemampuan membaca permulaan dan memiliki satu sub variabel, sedangkan variabel bebasnya yaitu metode suku kata.
C. Defenisi Operasional Variabel
Defenisi operasional dari variabel-variabel yang akan peneliti teliti antara lain:
1. Kemampuan membaca permulaan
Kemampuan membaca yang di peroleh pada membaca permulaan akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan membaca lanjut. Oleh karena itu membaca permulaan benar-benar memerlukan perhatian guru. Sebab jika dasar itu tidak kuat, pada tahap membaca lanjut anak akan mengalami kesulitan untuk dapat memiliki kemampuan membaca yang memadai. Disini penulis melihat dari adanya bebrapa huruf yang belum di ketahui oleh anak sebelum di berikan perlakuan.
Kemampuan membaca yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu kemampuan mengenal huruf mulai dari huruf a samapai dengan z. Selanjutnya menggabungkan huruf-huruf yang di kenal dengan huruf vokal sehingga menjadi suku kata. Dari suku kata tersebut di rangkai menjadi kata dan yang terakhir dari kata disusun menjadi sebuah kalimat sedehana. Disini yang penulis lihat adalah kemampuan anak kesulitan belajar dalam membaca dan menyebutkan, baik huruf atau kata yang penulis tunjuk secara berurutan dan acak sebelum di berikan perlakuan. Dan setelah itu melihat ketepatan anak setelah diberikan perlakuan berupa penggunaan metode suku kata dalam membantu anak membaca.


2. Metode suku kata
Metode suku kata adalah salah satu metode yang digunakan dalam mengajar membaca permulaan. Dalam penelitian ini penulis mencoba merangkaikan atau menggabungkan huruf konsonan dengan huruf vocal yang sudah di kenalkan anak dan membentuk suku kata/terdiri dari satu suku kata, lalu membaca huruf konsosnan dalam kalimat dan huruf vocal yang di rangkaikan tersebut bersama anak. Misalnya:
a i u e o
b  ba bi bu be bo
c  ca ci cu ce co
d da di du de do
f  fa fi fu fe fo
g  ga gi gu ge go
h ha hi hu he ho
j  ja ji ju je jo
k  ka ki ku ke ko
l  la li lu le lo
m ma mi mu me mo
n  na ni nu ne no
p  pa pi pu pe po
r  ra ri ru re ro
s  sa sis u se so
t  ta ti tu te to
v va vi vu ve vo
w  wa wi wu we wo
y  ya yi yu ye yo
z  za zi zu ze zo
setelah itu penulis memulai pengajaran membaca permulaan dengan menyajikan kata-kata yang sudah di rangkai menjadi suku kata, kemudian suku-suku kata itu di rangkai menjadi kata yang terakhir merangkai kata menjadi kalimat.
Misalnya:
Ma-ta mata
Ka-ki kaki
Mata kaki

Dalam penelitian ini peneliti tidak mengukur kecepatan membaca anak, akan tetapi kemampuan anak dalam membaca suku kata, di mana peneliti melihat apakah kemampuan membacanya dapat meningkat setelah dibantu dengan metode suku kata. Target penilaian dalam penelitian ini adalah sesuai satu sub variabel tersebut, yaitu kemampuan dalam membaca 2 samapai 3 suku kata. Peneliti mengukur banyaknya suku kata yang dapat di baca anak menjadi kata, kemudian mengumpulkan data tersebut pada format penilaian. Membaca dengan tepat adalah menyebutkan setiap suku kata dan kata tanpa ada kesalahan. Jika masih ada suku kata atau kata yang di sebutkan dengan salah maka dinyatakan belum benar dan harus mengulang membaca kembali.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah sesuatu yang dijadikan bahan atau sasaran dalam suatu penelitian. Juang (2005:2) menyatakan “penelitian single subject Research digunakan untuk subjek tunggal, dalam pelaksanaannya dapat dilakukan pada seorang subjek atau sekelompok subjek”. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek adalah kesulitan belajar beridentitas X di SD 09 KECAMATAN PAUH.. Secara fisik anak X sangat normal, dan memiliki anggota tubuh yang lengkap. Hanya saja memiliki hambatan dalam membaca.

E. Teknik dan Alat Pengumpul Data
1. Tekhnik Pengumpulan Data
Data dikumpulkan langsung oleh peneliti melalui kegiatan observasi secara langsung yang dilakukan untuk mencatat data variable terikat pada saat kejadian. Mencatat data tentang kemampuan membaca kata sebanyak 2 sampai 3 suku kata.
2. Alat Pengumpul Data
Data dikumpulkan langsung oleh peneliti setelah anak melaksanakan permainan menjahit jelujur. Adapun metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode suku kata.Pada penelitian ini peneliti mengukur kemampuan dan ketepatan anak mengenal suku kata. kemampuan awal (baseline) anak dalam kemampuan membaca permulaan yaitu kemampuan anak dalam emmbaca kata sebanyak 2 sampai 3 suku kata. Pengukuran penelitian ini tidak dengan durasi waktu tapi dengan melihat kemampuan anak dalam membaca. Dimana anak akan di berikan beberapa suku kata untuk di baca menjadi kata sesuai dengan langkah-langkah intervensi. Pengumpulan data ini dilaksanakan setiap tiga kali dalam seminggu. Jika data yang didapat sudah mencapai kemampuan rata-rata atau stabil maka peneliti dapat menghentikan penelitian.

F. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan tahap terakhir sebelum penarikan kesimpulan. Menurut Juang (2000:21), bahwa penelitian dengan single subject research yaitu penelitian dengan subjek tunggal dengan prosedur penelitian menggunakan desain eksperimen untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap perubahan tingkah laku. Data dianalisis dengan menggunakan tekhnik analisis visual grafik (Visual Analisis of Grafik Data), yaitu dengan cara memplotkan data-data ke dalam grafik, kemudian data tersebut dianalisis berdasarkan komponen-komponen pada setiap kondisi (A dan B), dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Analisis Dalam Kondisi
Analisis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data grafik masing-masing kondisi, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menentukan panjangnya kondisi
Menurut Juang (2005:96), Panjang kondisi dilihat dari banyaknya data poin atau skor pada setiap kondisi. Seberapa banyak data poin yang harus ada pada setiap kondisi tergantung pada masalah penelitian dan intervensi yang diberikan. Untuk panjang kondisi baseline secara umum biasa digunakan tiga atau lima data poin. Untuk panjang kondisi pada penelitian ini diperkirakan ada empat sampai lima hari, tergantung pada data yang diperoleh. Sedangkan pada pase setelah intervensi diperkirakan sekitar delapan kali evaluasi, inii juga tergantung pada kondisi data. Jika data yang didapat sudah stabil, maka penelitian ini dapat dihentikan.
b. Menentukan estimasi kecendrungan arah
Menurut juang (2005:98), ada tiga macam kecenderungan arah grafik (trend/slope). Kecenderungan arah grafik atau trend menunjukkan perubahan setiap data path (jejak) dari sesi ke sesi. Mengestimasi kecendrungan arah dengan menggunakan metode belah dua (split middle). dengan cara: bagilah data pada fase A dan B menjadi dua bagian, kemudian dua bagian kanan dan kiri masing-masingnya juga dibagi dua, tentukan posisi median dari masing-masing belahan, terakhir tarik garis sejajar dengan absis yang menghubungkan titik temu antara masing-masing fase.
c. Menentukan kecendrungan kestabilan (Trend Stability)
Untuk menentukan kecendrungan kestabilan dapat dihitung dengan cara berikut seperti yang dikatakan Juang (2005:111) dengan langkah-langkah sebagai berikut: tentukan rentang stabilitas, yaitu menggunakan kriteria stabilitas sebesar 15%, dengan rumus,


Menghitung Mean Level, yaitu semua skor dijumlahkan dan di bagi dengan banyak poin data, Menentukan batas atas dengan cara mean level + setengah rentang stabilitas, menentukan batas bawah dengan cara mean level – setengah rentang stabilitas, tentukan persentase stabilitas yang berada dalam rentang stabilitas dengan cara:.



Dengan kriteria stabilitas 85% sampai dengan 90% disebut stabil, jika kurang dari 85% disebut variabel.
d. Menentukan jejak data
Juang (2005:114) mengemukakan untuk menentukan data path within trend hampir sama dengan arah kecendrungan, yaitu dimasukan hasil yang sama seperti kecendrungan arah. Apakah meningkat (+), menurun (-) atau sejajar dengan sumbu X (=).
e. Menentukan level stabilitas dan rentang
Tingkat stabilitas (level stability) menunjukkan derajat variasi atau besar dan kecilnya rentang pada kelompok data tertentu. Jika rentang datanya kecil atau tingkat variasinya rendah, maka data dikatakan stabil. Secara umum 85%-90% data dikatakan stabil, sedangkan dibawah itu dikatakan tidak stabil (variabel). Untuk menentukan tingkat dan rentang stabilitas yaitu dengan cara menentukan rata-rata tingkat yang dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai seluruh titik data dan membagi jumlahnya dengan jumlah titik data. Kemudian dengan menggunakan Trend Stability Criterion Envelope disekitar rata-rata (bagian atas dan bagian bawah). Range ditentukan dengan mengidentifikasi titik data pada ordinat dari ordinat yang paling rendah dan nilai ordinat yang paling tinggi dengan rumus:



f. Menentukan level perubahan
Menurut Juang (2005:115) untuk menentukan tingkat perubahan atau level change yang menunjukkan beberapa besar terjadinya perubahan data dalam suatu kondisi. Cara menghitungnya adalah dengan : Menetukan berapa besar data poin (skor) pertama dan terakhir dalam suatu kondisi, kurangi data yang besar dengan data yang kecil, terakhir tentukan apakah selisihnya menunjukkan arah yang membaik atau memburuk sesuai dengan tujuan intervensi atau pengajaran.



Setelah data analisis dalam kondisi didapat maka dimasukkan pada tabel rangkuman hasil visual dalam kondisi.


2. Analisis Antar Kondisi
Juang (2005:117) mengatakan untuk memulai menganalisa perubahan data antar kondisi, data yang stabil harus mendahului kondisi yang akan dianalisa. Karena jika data bervariasi (tidak stabil) maka akan mengalami kesulitan untuk menginterpretasi. Disamping aspek stabilitas ada tidaknya pengaruh intervensi terhadap variable terikat juga tergantung pada aspek perubahan level, dan besar kecilnya overlap yang terjadi antara dua kondisi yang dianalisis.
Adapun komponen dalam analisis antar kondisi adalah:
a. Menentukan banyaknya variable yang berubah, yaitu dengan menentukan jumlah variabel yang berubah diantara kondisi Baseline dan Intervensi.
b. Menentukan perubahan kecenderungan arah, dengan mengambil data pada analisis dalam kondisi yang berubah diatas.
c. Menentukan perubahan kecenderungan stabilitas, dengan melihat kecendrungan stabilitas pada kondisi A dan B pada rangkuman analisis dalam kondisi.
d. Menentukan level perubahan, seperti yang dikemukakan Juang (2005:115) yaitu:
1) Melihat nilai terakhir pada kondisi A dan nilai pertama pada kondisi B
2) Mengurangi nilai terbesar dengan nilai terkecil
3) Mencatat apakah perubahan tersebut membaik atau memburuk, dan jika tidak ada perubahan maka ditulis nol
e. Menentukan persentase Overlape data kondisi A dan B
Adapun caranya menurut Juang (2005:118)
1) Lihat kembali data pada kondisi A dan B yang berada pada rentang kondisi A.
2) Hitung berapa data point pada kondisi B yang berada pada rentang kondisi A,
3) Perolehan pada langkah nomor 2 dibagi dengan banyaknya data point dalam kondisi B, kemudian dikalikan seratus. Jika semakin kecil persentase Overlap maka semakin baik pengaruh intervensi terhadap target behavior.
Setelah diketahui masing-masing komponen tersebut maka dimasukan dalam table rangkuman hasil analisis antar kondisi.


DAFTAR PUSTAKA

Budiono, (2005), Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Karya Agung.
Darminati. (1996), Pendidikan bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah. Jakarta: Depdikbud.
---------, (1992), Pelaksanaan Pengajaran Membaca dan Menulis Permulaan. Jakarta: Depdikbud.
Daryanto, (1997) Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Lengkap EYD dan Pengetahuan Umum. Surabaya: Apollo
Djaja Rahardja, (2006), Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Universitas Tsukuba: Criced
Juang Sunanto, (2005), Pengantar Penelitian Dengan Subyek Tunggal. Universitas Tsukuba: Criced
Makmur Karim. (1984). Mampu Berbahasa Indonesia. FPTK. Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Padang.
Manulang, (2004), Pedoman Teknis Menulis Skripsi. Andi: Yogyakarta
Munawir Yusuf, (1997). Mengenal Siswa Berkesulitan Belajar. Jakarta: Depdikbud.
Ritawati Wahyudin, (1996). Bahan Ajar Pendidikan Bahasa Indonesia di Kelas-kelas Rendah SD. Padang. IKIP
Sutjihanti, (1995), Psikologi Anak Luar Biasa: DIRJEN Pendidikan Tinggi